Pengalaman nyata ini terjadi kurang lebih 19 tahun yang
lalu. Panggil saja aku Wita (nama samaran). Saat itu usiaku 24 tahun dan sudah
mempunyai 2 anak yang masih balita. Untuk mengisi waktu aku bekerja sebagai
salah satu manager pada perusahaan yang berkantor di kawasan Kebayoran Baru.
Banyak orang mengatakan diriku cantik. Dengan tinggi badan 161 cm, berat badan
48 kg aku masih kelihatan seperti gadis remaja.
Sejak masih remaja nafsu seksku memang tinggi. Keperawananku
telah direnggut oleh seorang pria mantan pacar pertamaku, saat aku berusia 17
tahun. Semasa pacaran dengan suamiku yang sekarang, sebut saja namanya Zali,
kami berdua telah sering melakukan hubungan seks. Untungnya hubungan seks yang
cukup kami berdua lakukan sebelum menikah itu tidak sampai membuahkan hasil.
Aku bersyukur walau Zali mendapatkan diriku yang sudah tidak perawan lagi, ia
tetap bertanggung jawab menikahiku.
Kecintaan suami terhadap kedua orang tuanya, menyebabkan
kami sekeluarga tinggal di rumah mertua. Di rumah mertua juga masih tinggal
empat orang adik ipar, dimana dua diantaranya adalah adik ipar laki-laki yang
sudah dewasa. Pekerjaan yang digeluti suami, menyebabkan suamiku sering
melakukan tugas dinas ke luar kota.
Suatu hari, sekitar bulan Mei, suamiku mendapat tugas ke
daerah untuk jangka waktu dua bulan. Beberapa hari sebelum keberangkatannya,
tanpa diduga ia bertanya kepadaku, "Mam, seandainya Papa pergi untuk waktu
yang cukup lama, apakah Mama tahan nggak ngeseks?"
Aku terkejut mendengar pertanyaan suamiku itu, "Nggak
lah Pap.."
Namun suamiku tetap mendesakku, dan selanjutnya berkata,
"Papa nggak keberatan kok jika Mama mau selingkuh dengan pria lain,
asalkan Mama mau dan pria itu sehat, Papa mengenalnya dan Mama jujur."
Aku menjawab, "Mana mungkin lah Pap, siapa sih yang mau
sama aku."
Kemudian suamiku menawarkan beberapa nama antara lain bosku,
teman-teman prianya dan terakhir salah satu adik kandungnya (sebut saja namanya
Ary, usianya lebih muda satu tahun dariku). Walaupun aku mencoba mengelak untuk
menjawabnya, ternyata suamiku tetap merayuku untuk berselingkuh dengan pria
lain. Pada akhirnya ia menawarkan aku untuk berselingkuh dengan Ary. Terus
terang, Ary memang adik iparku yang paling ganteng bahkan lebih ganteng dari
suamiku. Selain itu, Ary sering membantuku dan dekat dengan kedua anakku.
Perasaanku agak berdebar mendengar tawaran ini dan saat itu pikiranku tergoda
dan mengkhayal jika hal ini benar-benar terjadi.
Kemudian aku mencoba mencari tahu alasan suami menawarkan
adiknya, Ary, sebagai pasangan selingkuhku. Tanpa kuduga dan bak halilintar di
tengah hari bolong, suamiku bercerita bahwa sebelumnya tanpa sepengetahuanku ia
pernah berselingkuh dengan adik kandungku yang berusia 19 tahun saat adikku
tinggal bersama kami di kota M. Pengakuan suamiku itu menimbulkan kemarahanku.
Kuberondong suamiku dengan beberapa pertanyaan, kenapa tega berbuat itu dan apa
alasannya. Dengan memohon maaf dan memohon pengertianku, suamiku memberikan
alasan bahwa hal itu dilakukan selain karena lupa diri, juga sebenarnya untuk
menebus kekecewaannya karena tidak mendapatkan perawanku pada malam pengantin.
Aku mencoba menanggapi alasannya, "Kenapa Papa dulu mau menikahiku.."
Suamiku hanya menjawab bahwa ia benar-benar mencintaiku. Mendengar alasan tersebut,
aku terdiam dan dapat menerima kenyataan itu, walau yang agak kusesalkan kenapa
ia lakukan dengan adik kandungku. Selanjutnya suamiku berkata, "Itulah Mam
mengapa Papa menawarkan Ary sebagai teman selingkuh Mama, tak lain sebagai
penebus kesalahan Papa dan juga agar skor menjadi 1-1," sambil ia memeluk
dan menciumiku dengan penuh kasih sayang.
Aku mencoba merenung, dan dalam benakku muncul niat untuk
melakukannya. Pertama, jelas aku menuruti harapan suami. Kedua, kenapa
kesempatan itu harus kusia-siakan, karena selain ada ijin dari suami, juga akan
ada pria lain yang mengisi kesepianku, lebih-lebih dapat memenuhi kebutuhan
seksku yang selalu menggebu-gebu dan sangat tinggi. Sempat kubayangkan wajah
Ary yang selama ini kuketahui masih perjaka. Ketampanannya yang ditunjang oleh
fisiknya yang tegap dan gagah. Kubayangkan tentunya akan sangat membahagiakan
diriku. Bermodalkan khayalan ini kuberanikan berkata kepada suamiku,
"Boleh aja Pap, asal Ary mau.." Mendengar perkataanku tersebut, suamiku
langsung memelukku dan akhirnya kami berdua melanjutkan permainan seks yang
sangat memuaskan.
Sehari setelah suamiku berangkat ke luar kota, aku mulai
berpikir mencari strategi bagaimana mendekati Ary. Selain memancing perhatian
Ary di rumah, kutemukan jalan keluar yaitu minta tolong dijemput pulang dari
kantor. Waktu kerja di kantorku dibagi dalam dua shift, yaitu shift pagi (08:00
- 14:30) dan shift siang (14:30 - 21:00). Rute pengantaran selalu
berganti-ganti, karenanya jika aku mendapat giliran terakhir, pasti sampai
rumah agak terlambat. Hal ini aku keluhkan kepada kedua mertuaku. Mendengar
keluhanku ini, kedua mertuaku menyarankan agar setiap kali pulang dari dinas
siang, tidak perlu ikut mobil antaran, nanti Ary yang akan disuruh menjemputku.
Hatiku begitu gembira mendengar saran ini, karena inilah yang kutunggu-tunggu
untuk lebih dekat pada Ary. Sampai kedua kali Ary datang menjemputku dengan
motornya, sikapnya padaku masih biasa-biasa saja, walau dalam perjalanan pulang
di atas motor, kupeluk erat-erat pinggangnya dan sekali-kali sengaja kusentuh
penisnya.
Suatu hari, pembantu rumah tanggaku terserang penyakit.
Karena aku dinas siang, mertuaku menyuruhku membawanya ke rumah sakit bersama
Ary. Sambil menunggu giliran pembantuku dipanggil dokter, aku dan Ary mengobrol.
Dalam obrolan itu, Ary menanyakan beberapa hal antara lain berapa lama suamiku
dinas di luar kota, dan apa aku tidak kesepian ditinggal cukup lama. Pertanyaan
terakhir ini cukup mengejutkan diriku, dan bertanya sendiri dalam hati apa
maksudnya. Tanpa sungkan aku memberanikan diri menjawab untuk memancing
reaksinya. "Yakh sudah tentu kesepian donk Ri, apalagi kalau lama tidak
disiram-siram." sambil aku tersenyum genit. Entah benar-benar lugu atau
berpura-pura, Ary menanggapinya, "Apanya yang disiram-siram.."
Kujawab saja, "Masa sih nggak ngerti, ibarat pohon kalau lama nggak
disiram bisa layu kan.." Ary hanya terdiam dan tidak banyak komentar,
namun aku yakin bahwa Ary tentunya mengerti apa yang kuisyaratkan kepadanya.
Selesai urusan pembantuku, kami semua kembali ke rumah.
Seperti biasa jam 14:00 aku sudah dijemput kendaraan kantor. Sekitar jam 16:00
aku menerima telepon dari Ary. Selain mengatakan akan menjemputku pulang, ia
juga menyinggung kembali kata-kataku tentang 'siram menyiram'. Kukatakan padanya,
"Coba aja terjemahkan sendiri.." Sambil tertawa di telepon, Ary
berkata, "Iya deh nanti Ary yang siram.."
Tepat jam 21:00, Ary sudah datang menjemputku dengan
motornya. Dalam perjalanan, kutempelkan tubuhku erat-erat dengan melingkarkan
tanganku di pinggangnya. Aku mencoba memancing reaksi Ary dengan menyentuhkan
jari-jari tanganku ke penisnya. Kurasakan penisnya menjadi keras. Saat berada
di depan Taman Ria Remaja Senayan, Ary membelokan motornya masuk. Aku sedikit
kaget, dan mencoba bertanya, "Ri, kok berhenti di sini sih..?" Ary
menjawab, "Nggak apa-apa kan, sekali-kali mampir cuci pemandangan,
sekalian ngobrol lagi soal siram-siraman." Aku mengangguk dan menjawab,
"Iya boleh juga Ri.."
Setelah parkir motor, tanpa sungkan, Ary menggandeng pinggangku
sambil berjalan, dan aku tak merasa risih mendapat perlakuan ini. Setelah
berhenti sebentar membeli dua cup coca cola dan popcorn, sambil bergandengan
aku dibawa Ary ke tempat yang agak gelap dan sepi. Dalam perjalanan, kulihat
beberapa pasangan yang sedang asyik masyuk bercinta, yang mebuat nafsu seksku
naik.
Setelah mendapat tempat yang strategis, tidak ada orang di
kiri kanan, kami berdua duduk bersebelahan dengan rapat. Kemudian Ary membuka
pembicaraan dengan kembali mengulangi pertanyaannya. "Berapa lama Mas Zali
tugas di luar kota.?"
Kujawab, "Yah.. katanya sih dua bulanan, memang kenapa
Ri?
"Apa Wita nggak akan kesepian begitu cukup lama
ditinggal Mas Zali?" kata Ary.
"Yah tentunya normal dong kesepian, apalagi nggak
disiram-siram." kuulangi jawaban yang sama sambil kupandang wajah Ary
dengan ekspresi menggoda. Tiba-tiba Ary meletakkan tangannya di pundakku dan
dengan beraninya menarik wajahku. Kemudian ia mencium pipi dan melumat bibirku
dengan penuh nafsu. Diriku seperti terbang, kulayani lumatan bibirnya dengan
penuh nafsu pula. Sambil berciuman, dengan lirih Ary bertanya, "Oh Wita
sangat cantik, boleh nggak Ary mengisi kesepian Wita?"
Sebagai jawaban kubisikkan di telinganya, "Oh.. Ri,
boleh saja, Wita memang kesepian dan butuh orang yang dapat memuaskan.."
Sambil berciuman, tangan Ary membuka kancing bajuku dan
memasukkan tangannya di balik kutangku sambil meremas-remas buah dadaku dan
memilin-milin puting susuku. Tubuhku menggelinjang menahan rangsangan
tangannya. Kemudian tangannya terus turun ke bawah, dari balik rokku dan celana
dalamku yang sudah basah, ia memasukkan jari-jari tangannya mempermainkan
klitorisku. Nafsuku semakin naik, dengan lirih aku mengerang, "Oh.. oh Ri,
aduh Ary pinter sekali.. oh.. puaskan Wita Ri.. Oh.." Dengan semangat Ary
mempermainkan vaginaku sambil kadang-kadang ia melumat bibirku. Tubuhku terasa
terbang menikmati permainan jari-jari tangannya di vaginaku. Kurasakan satu dan
akhirnya dua jari Ary masuk ke dalam lubang vaginaku. "Oh.. Ri.. aduh..
enaknya Ri.. oh terus Ri.." aku mengerang menahan kenikmatan. Mendengar
eranganku, kedua jari tangan Ary makin mengocok lubang vaginaku dengan gerakan
yang sangat merangsang. Dan akhirnya, beberapa menit kemudian karena tak tahan,
aku mencapai orgasme. "Oh Ri, aagh.. Wita keluar Ri.." Kujilati
seluruh permukaan wajah Ary dan kulumat bibirnya dengan nafsuku yang masih
tinggi. Ary masih tetap memainkan kedua jarinya di dalam vaginaku. Begitu
hebatnya permainan kedua jari tangan Ary yang menyentuh daerah-daerah sensitif
di dalam lubang vaginaku, membuatku orgasme sampai tiga kali.
Kelihatannya Ary begitu bernafsu dan saat itu ia mengajakku
bersetubuh.
"Wita.. boleh nggak Ary masukkan lontong Ary ke dalam
apem Wita?"
Walau aku sebenarnya juga menginginkannya, namun aku khawatir
dan sadar akan bahaya kalau ketahuan satpam Taman Ria. Kujawab saja,
"Jangan di sini Ri, bahaya kalau ketahuan satpam, nanti di rumah saja ya
Yang.."
"Benar nih jangan bohong ya.. dan bagaimana
caranya?" tanya Ary.
Kujawab saja, "Nanti kamar nggak dikunci, masuk aja Ri,
yang penting jangan ketahuan orang rumah."
Akhirnya Ary setuju dengan tawaranku itu. Mengingat waktu
sudah menunjukkan jam 22:10 kami berdua sepakat pulang. Sebelum meninggalkan
tempat, sambil berdiri kami berdua berpelukan erat, saling melumat bibir dan
lidah. Sambil bergandengan mesra, tanpa khawatir kalau ada orang yang kenal
melihatnya, kami berdua berjalan menuju parkir motor. Dalam perjalanan pulang,
kupeluk erat tubuh Ary, sambil jari-jari tangan kananku membelai dan meremas-remas
lontongnya dari balik celananya. Sesampainya di rumah, selesai mandi kukenakan
daster tidurku tanpa celana dalam, dan kusemprotkan parfum di tubuhku, siap
menanti pria yang akan mengisi kebutuhan seksku. Kulihat kedua anakku sudah
tidur pulas. Kemudian kira-kira jam 23:30 kumatikan lampu kamar dan kurebahkan
tubuhku di tempat tidur terpisah dari tempat tidur anak-anakku. Sambil
tidur-tidur ayam, kunantikan Ary masuk ke kamarku. Sekitar jam 01:00, kulihat
pintu kamar yang sengaja tidak kukunci secara perlahan dibuka orang. Kulihat
Ary dengan sarung masuk. Setelah ia menutup kembali pintu kamar dan
menguncinya, ia menuju tempat tidurku dan langsung menindih tubuhku dan
menciumi wajah serta bibirku. Sambil menciumiku, tangannya menggerayangi
vaginaku. Ary berkata, "Wah sudah siap nih ya.. nggak pakai celana
dalam.." Tak berapa lama Ary mengangkat dasterku dan mempermainkan
klitorisku dan sesekali memasukkan jarinya ke lubang vaginaku, membuatku
melayang dan vaginaku cepat banjir. Ternyata Ary juga sudah siap dengan tidak
memakai celana dalam. Digesek-gesekannya lontongnya yang sudah mengeras di
pahaku sambil jari-jari tangannya mempermainkan vaginaku. Kubalas gerakan Ary
dengan meremas-remas dan mengocok lontongnya. Nafsuku semakin naik, begitu juga
Ary karena nafasnya terdengar semakin memburu. Sambil tersengal-sengal, ia
melenguh, "Oh.. oh.. Wita.. Ary sudah nafsu.. Wita haus kan.. Ary masukkan
ya.." Aku pun sudah tidak tahan, "Oh Ri.. masukkan cepat lontongnya..
Wita sudah nggak tahan.. Ohh Ri.."
Kemudian, "Slep.." kurasakan lontong Ary yang
lebih besar dan panjang dibandingkan lontong suamiku itu masuk dengan mudah
masuk ke dalam lubang vaginaku yang sudah benar-benar basah itu. Kurasakan
lontongnya sampai menyentuh dinding vaginaku yang terdalam. "Oh.. Ri..
aduh enaknya Ri.. oh gede Ri.." aku merintih, sambil kupeluk erat tubuh
Ary. Kudengar pula rintihan Ary sambil menurun-naikkan lontongnya di dalam
vaginaku. "Oh.. oh.. agh.. Wita, enak sekali apem Wita.. oh.. aagh.."
Dari cara permainannya, aku merasakan Ary belum berpengalaman dalam hal seks
dan kelihatannya baru pertama kali ia berbuat begini. Mungkin karena begitu
nafsunya kami berdua kurang lebih 10 menit menikmati hujaman lontong Ary, aku
sudah mau mencapai orgasme. "Oh.. agh.. aduh Ri.. cepatkan tusukannya Ri..
Wita mau keluar.. oh..aagh.." Kurasakan Ary pun sudah mau orgasme.
"Oh.. agh.. Mbak, Ary juga mau keluar.. oh.. aaghh.." Tak lama
kemudian, berbarengan dengan keluarnya spermaku, kurasakan semburan sperma yang
keluar dari penis Ary yang masih perjaka, keras dan berkali-kali memenuhi
lubang vaginaku. Kami berdua berpelukan erat merasakan kenikmatan yang tiada
taranya ini. Kubisikkan di telinga Ary, "Terima kasih Ri, Mbak puas
sekali.." Ary pun berbisik, "Aduh Wita, baru pertama kali ini Ary
rasakan enaknya apem.. Wita puas kan.." tambahnya.
Kemudian, Ary mencabut lontongnya dari dalam lubang
vaginaku. Aku berusaha menahannya karena aku ingin nambah lagi. Ary berbisik,
"Besok-besok aja lagi, sekarang Ary harus keluar.. takut ada orang yang
bangun.." Setelah mengecup kening dan pipiku, Ary permisi keluar.
Kubisikkan di telinganya, "Hati-hati ya Ri.. jangan sampai ketahuan orang
lain.." Walaupun belum begitu puas, tapi hatiku bahagia bahwa Ary akan
mengisi kesepian dan memenuhi kebutuhan seksku selama suami di luar kota. Dalam
hati aku pun mengucapkan terima kasih kepada suamiku atas ijinnya dan
pilihannya yang tepat.
Setelah kejadian pertama ini, hubungan seksku dengan adik
suamiku ini terus berlanjut. Sayangnya hal ini kami berdua lakukan di rumah,
karena saat itu memang tidak pernah terpikir untuk main di luar misalnya di
Motel. Saking puasnya menikmati permainan seks dari Ary, aku lupa akan jadwal
kalender KB yang selama ini kugunakan. Sedangkan setiap kali Ary menyetubuhiku,
spermanya selalu ditumpahkan di dalam vaginaku. Aku sendiri memang tidak
menginginkan sperma Ary ditumpahkan di luar, karena justru merasakan semburan
dan kehangatan sperma Ary di dalam vaginaku, merupakan suatu kenikmatan yang
luar biasa. Akibatnya setelah beberapa kali melakukan hubungan, aku sempat
terlambat 6 hari datang bulan (mens). Hal ini kuceritakan kepada Ary, saat kami
mengobrol berdua di paviliun. Khawatir benar-benar hamil, kuminta Ary
mengantarku ke dokter untuk memeriksakannya. Pada mulanya Ary tidak setuju, dan
ingin mempertahankan kehamilanku. Aku tidak setuju dan tetap ingin
menggugurkannya.
Keesokan paginya dengan diantar Ary, aku memeriksakan diri
ke suatu rumah sakit bagian kandungan. Ternyata hasil pemeriksaan tidak bisa
keluar hari itu juga, dan harus menunggu tiga hari. Sampai dua hari setelah
pemeriksaan dokter, ternyata mens-ku masih belum datang. Aku tidak sabar dan
khawatir jika ternyata aku benar-benar hamil. Hal ini kuutarakan kepada Ary dan
kuminta ia membantu membelikan satu botol bir hitam untukku. Keesokan harinya,
Ary menyerahkan bir hitam itu kepadaku, dan malamnya kuminum. Tiga hari setelah
minum bir hitam tersebut, mens-ku datang.
Setelah mens-ku selesai sekitar 7 hari, aku dan Ary
melanjutkan lagi hubungan seks seperti biasanya. Praktis selama dua bulan ada
18 kali aku dan Ary berhasil melakukan hubungan seks yang memuaskan dengan aman
tanpa ketahuan keluarga di rumah. Keinginan untuk melakukannya setiap hari
sulit terlaksana, mengingat situasi rumah yang tidak memungkinkan. Dari sekian
kali hubungan seksku dengan Ary, seingatku ada tiga kali yang benar-benar
sangat memuaskan diriku. Selain kejadian yang pertama kali, hubungan seksku
dengan Ary yang sangat memuaskan adalah sewaktu kami berdua melakukan di suatu
siang hari dan saat malam takbiran. Kejadian di siang hari itu, yaitu saat aku
selesai mandi dan bersiap-siap berhias diri mau pergi ke kantor. Saat itu kedua
mertuaku dan adik-adik iparku yang lain sedang tidak ada di rumah. Yang ada
hanya Ary, yang kebetulan sudah pulang dari kantornya, karena hari Jumat. Kedua
anakku asyik bermain dengan pengasuhnya.
Tanpa sepengetahuanku, saat aku memakai make-up, tiba-tiba
Ary masuk kamarku yang tidak terkunci. Setelah menutup pintu kembali dan
menguncinya, dari belakang ia memelukku, melepaskan handuk yang membungkus
tubuhku, sehingga aku dalam posisi telanjang bulat. Diciumnya pundak
belakangku, sambil tangannya memainkan kedua payudaraku, dan turun
mempermainkan vaginaku. Akibatnya, aku tak tahan dan vaginaku cepat basah.
Segera kubalikkan tubuhku dan kupeluk serta kulumat bibir Ary dengan penuh
nafsu. Kemudian kubuka reitsleting celananya dan kutanggalkan celana panjang
dan celana dalamnya. Kemudian aku jongkok di hadapannya, sambil meremas,
menjilati, dan mengulum lontongnya dalam mulutku.
Setelah kurasakan lontongnya semakin keras, kudorong tubuh
Ary duduk di tepi tempat tidur. Kemudian aku berdiri membelakanginya, dan
setengah jongkok kupegang dan kuarahkan lontongnya masuk ke dalam lubang
kewanitaanku yang sudah basah itu. Kuturun-naikkan dan kuputar pinggulku untuk
merasakan nikmatnya lontong Ary yang telah masuk seluruhnya dalam lubang
vaginaku. Sambil bergoyang itu, aku merintih dan berdesah, "Oooh..
aaghh.." Ary tak mau ketinggalan, ia membantu menurun-naikkan pinggulku
dan kadang-kadang meremas-remas kedua buah dadaku. Kurang lebih tiga menit
dengan posisi ini, terasa aku sudah mau orgasme. Kupercepat gerakan turun naik
dan goyangan pinggulku, dan saat itu Ary merintih, "Oh.. oh.. Wita, Ary
mau keluar.. oh.."
Akhirnya berbarengan dengan keluarnya spermaku, kurasakan
lontong Ary menyemprotkan spermanya dengan keras memenuhi lubang vaginaku.
Tubuhku terasa terbang merasakan semprotan yang hangat dan nikmat itu. Kemudian
kukeluarkan lontong Ary dari lubang vaginaku. Kulihat masih cukup keras. Dengan
penuh nafsu kujilati, kuhisap lontong Ary yang masih basah diselimuti campuran
sperma kami berdua.
Tak berapa lama kemudian lontong Ary kembali keras. Kemudian
kuminta Ary menyetubuhiku dari belakang. Dengan menopangkan kedua tanganku di
atas meja hias dan posisi menungging, kusuruh Ary memasukkan lontongnya ke
dalam lubang vaginaku dari belakang. Betapa nikmatnya kurasakan lontong Ary
menghunjam masuk ke dalam lubang vaginaku, kemudian sambil meremas-remas kedua
buah dadaku, Ary mempercepat tusukan lontongnya. Dari cermin yang berada di
hadapanku, kulihat gerakan dan ekspresi wajah Ary yang sedang mempermainkan
lontongnya di dalam lubang vaginaku. Situasi ini menambah naiknya birahiku.
Kurang lebih tiga menit merasakan tusukan-tusukan lontongnya, aku tak tahan
ingin orgasme lagi. Aku merintih, "Aduh.. oh.. agh.. Ri, tembus Ri..
aagh.. Wita mau keluar lagi, cepatkan Ri.. oh.. aaghh.." Ternyata Ary pun
mau keluar. Ia pun merintih, "Oh.. augh.. Wita, Ary juga mau keluar..
aduh.. Wita.. bareng ya.. oh.." Beberapa saat kemudian, secara bersamaan
aku dan Ary mencapai orgasme. Kurasakan kembali semprotan sperma Ary yang
hangat dan nikmat lubang vaginaku.
Setelah itu, kami berdua berpelukan dengan mesra. Aku
berkata, "Nakal ya.." Ary mencium pipi dan keningku kemudian pamit
keluar. Kemudian aku pun keluar ke kamar mandi untuk membasuh vaginaku. Jam
14:00, jemputan mobil dari kantorku datang. Malamnya sesuai janji via telepon,
kembali Ary masuk ke kamarku dan menyetubuhiku secara terburu-buru, karena
khawatir ada yang memergoki. Walau dalam keadaan terburu-buru, persetubuhanku
dengan Ary yang dilakukan setiap dini hari itu, cukup memuaskan, karena paling
tidak setiap bersetubuh itu aku bisa orgasme minimal satu kali dan merasakan
semprotan sperma Ary di dalam vaginaku.
Selanjutnya, persetubuhanku dengan Ary yang benar-benar
memuaskan dan menyebabkan aku lemas tak berdaya adalah saat malam takbiran.
Pada malam itu, aku menginap di rumah orang tuaku. Sesuai janji via telepon Ary
datang menjengukku. Kami berdua duduk mengobrol merayakan takbiran di rumah.
Kedua orang tuaku menyuruhku menawarkan bir kepada Ary. Selesai acara TV,
ayahku pergi keluar rumah dan ibuku masuk tidur. Kini di ruang tamu, tinggal
aku dan Ary duduk berdua ngobrol sambil menikmati bir sepuas-puasnya. Karena
pengaruh bir, kurasakan nafsu seksku mulai naik. Kemudian aku pamit sebentar,
melihat kedua anakku sekalian mengecek Ibuku. Aku mengganti bajuku dengan
daster dan kutanggalkan celana dalamku. Setelah kuketahui ibuku sudah pulas
tidur dan keadaan aman, aku kembali ke ruang tamu, duduk di sebelah Ary. Tak
lama kemudian Ary sudah memelukku, menciumiku sambil bertanya apa ibuku sudah
tidur. Mengetahui ibuku sudah tidur, Ary mulai menggerayangi vaginaku dengan
jari-jari tangannya sambil melumat bibirku. Aku menggelinjang dan merintih,
"Oh.. Ri.. enak sekali.. Ri.. oh terus Ri.." Aku tak mau kalah dan
kuremas-remas lontongnya dari luar celana yang membuat lontongnya semakin
keras. Kemudian kusuruh Ary berdiri, kubuka reitsleting celana panjangnya dan
sekaligus celana dalamnya. Kulihat dan rasakan lontong Ary lebih keras dan
besar dari biasanya.
"Aduh.. wow.. kok lebih keras dan besar Ri
lontongnya?" Ary berterus terang bahwa sorenya ia minum jamu kuat
laki-laki sebagai persiapan untuk memuaskan diriku. Kuhisap, kujilati dan
kukulum lontongnya dengan penuh nafsu. Karena tak tahan lagi, kudorong tubuh
Ary duduk di sofa. Aku duduk di atas pangkuannya. Kemudian kupegang dan arahkan
lontongnya ke dalam vaginaku. "Wow.. aduh Ri.. gede banget dan enak Ri,
lontongnya.. aduh.. oohh.." aku mengerang. Sambil kulumat bibirnya,
kunaik-turunkan pinggulku agar dapat merasakan gerakan, tusukan dan denyutan
lontong Ary. Sekitar dua menit kugoyang, akhirnya aku mencapai orgasme karena
tak tahan merasakan lontong Ary yang lebih keras dan besar dari biasanya.
Kemudian kami berdua merubah posisi dengan doggy style. Kurang lebih tiga
menit, lagi-lagi aku tidak tahan dan orgasme untuk yang kedua kalinya. Setelah
beristirahat sebentar, kami berdua merubah posisi dengan berdiri. Lontong Ary
masih keras dan ia belum keluar sama sekali. Lagi-lagi, mungkin karena pengaruh
bir dan nafsu yang menggebu, aku mencapai orgasme yang ketiga kalinya.
Dengan masih mempertahankan lontongnya yang keras dan
panjang di dalam vaginaku, Ary menggendongku masuk ke kamar tidurku. Direbahkan
tubuhku di kasur di atas lantai yang sudah kusiapkan. Masih kurasakan
nikmatnyan dan orgasmeku yang keempat kalinya saat Ary menyetubuhiku dengan
posisi di atas. Setelah itu aku tak ingat lagi dan menyerah pasrah menerima
tusukan-tusukan lontong Ary.
Mungkin lebih dari 10 kali aku mencapai orgasme, dan aku tak
tahu berapa kali Ary keluar. Saat terbangun kira-kira jam 5 pagi, terasa
kepuasan yang amat sangat pada diriku walau kakiku rasanya gontai dan lemas. Kurasakan
juga kehangatan sperma Ary yang masih ada di dalam vaginaku. Tak disangka
selingkuhku di malam takbiran dengan Ary adik suamiku adalah yang terakhir,
karena beberapa hari kemudian, suamiku sudah kembali ke rumah.
Sekembalinya suami di rumah, malam harinya suami mengajakku
bersetubuh. Sambil bersetubuh, suami bertanya apakah jadi selingkuh dengan Ary.
Karena memang sudah diijinkannya, aku berterus terang mengaku. Pada mulanya
suamiku agak marah, mungkin tersinggung, tapi akhirnya ia memaafkanku. Sejak
saat itu hubunganku dengan Ary praktis terputus. Namun, Ary masih mencoba
mendekatiku dan berusaha mengajakku untuk berhubungan lagi. Hal itu ia lakukan
beberapa kali via telepon saat suamiku ke kantor. Walau sebenarnya aku sendiri
masih menginginkannya, namun ajakan Ary tersebut terpaksa kutolak. Selain
suasana rumah memang tidak memungkinkan, aku juga khawatir jika suamiku akan
marah karena ia belum mengijinkan lagi.
Peristiwa perselingkuhanku dengan adik ipar atas saran dan
ijin suami menjadi pengalaman yang manis sampai saat ini. Lebih dari itu, jika
suami mengungkit-ungkit lagi masalah ini dan minta aku menceritakannya kembali,
bukannya marah yang kudapat darinya, malah sebaliknya kasih sayang yang makin
besar.
Setiap kali akan meniduriku, untuk merangsang dirinya,
suamiku selalu meminta aku untuk menceritakan kembali pengalaman selingkuhku
dengan adiknya itu. Ia kerap bertanya posisi apa saja yang aku dan Ary lakukan
saat berhubungan seks, berapa kali aku klimaks, bagaimana rasanya vaginaku
menerima semburan sperma Ary dlsb. Untuk membahagiakannya, kuceritakan semuanya
secara jujur. Setiap kali mendengar ceritaku itu, nafsu seks suamiku semakin
meningkat dan ia meminta aku mempraktekannya kembali dengan menganggap dirinya
sebagai Ary. Terus terang, gairah seksku pun semakin meningkat saat harus
membayangkan dan mempraktekan kembali cara-cara hubungan seksku dengan Ary.