Aku baru selesai mandi sore dan mulai membuka buku untuk
dibaca. Tetapi
kulihat seseorang memasuki halaman dan aku segera menguakkan
korden agar
lebih jelas siapa yang memasuki halaman itu. Aku kaget dan
gembira,
ternyata yang datang adalah Eva, saudara sepupuku yang
kuliah di Surabaya,
semester pertama, usianya sekitar 19 tahun.
"Hai, kamu sukanya bikin kejutan. Kenapa nggak
bilang-bilang kalau mau
datang?" kataku basa-basi.
"Kalau bilang dulu mau nyediain apa.."
Setelah basa-basi kutawarkan mandi dulu agar hilang
capeknya. Selesai
mandi, ia membereskan kembali tasnya. Sepintas ia melihat
dinding di
sekeliling kamarku, yang penuh dengan gambar telanjang. Dia
tersenyum dan
berkomentar.
"Bagaimana kalau ada anak-anak yang masuk ke kamar
ini", aku jawab bahwa
kamar ini khusus untuk orang yang sudah dewasa.
"Kalau begitu ada gambar yang lebih porno lagi
dong.."
"Ada, mau lihat?"
Sebelum menjawab, kuambilkan beberapa foto porno kegemaranku
yang kusimpan
di dalam lemari pakaianku.
"Mau lihat, nggak apa-apa kok untuk pelajaran
aja."
Dengan ragu-ragu ia terima juga foto-foto kategori XX, dan
dilihatnya
dengan cermat, entah apa yang berkecamuk di dalam hatinya
aku tidak tahu,
tapi terlihat ekspresinya begitu tenang sekali. Entah karena
sudah
terbiasa, atau karena begitu pandainya ia menyembunyikan
perasaannya.
"Gimana, komentar dong."
"Ada filmnya nggak?"
"Nggak ada, tapi kalau yang asli justru ada",
kataku sambil bergurau.
"Yang asli mana, coba" aku terkejut mendengar pernyataannya,
sampai-sampai
aku hampir tidak bisa menjawabnya.
"Eh, ada tapi itu anu.." aku jadi gugup, sambil
kuarahkan jariku ke arah
kemaluanku.
"Tapi apa Mas.."
"Tapi harus ada gantinya, barter gitulah."
"Tapi kalau yang ini aku nggak punya", sambil
ujung jarinya menunjukkan
kemaluan pada gambar yang ia pegang.
"Yang semacam juga nggak pa-pa"
"Yang bener nih", sambil tangannya bersiap-siap
mau memegang daerah
terlarangku yang masih terbungkus celana.
"He-eh bener", kujawab saja sekenanya, aku kira
hanya gertakan saja dia
mau memegang kemaluanku. Betapa kagetku ternyata tangannya
benar-benar
memegang kemaluanku dari luar celana.
Aku tidak bisa bilang apa-apa, selain menikmatinya dengan
perasaan senang.
Secara refleks kuraih kepalanya dan kudekap sambil dalam
hati berkecamuk
memikirkan peristiwa ini. Kalau pacar atau orang lain aku
tidak bingung,
tetapi ini adalah saudara sepupuku yang sewaktu kecil sering
bermain
bersama. Tetapi karena ia terus mengusap kemaluanku dari
luar celana, aku
buang pikiran itu jauh-jauh keraguanku. Keputusanku adalah
menikmati saja
peristiwa ini.
Kucium keningnya, pipinya dan bibirnya. Sambil kugerayangi
punggungnya,
lehernya, pinggangnya, pantatnya dan terakhir buah dadanya.
Sebagai
penjajakan saja apa reaksinya. Ternyata ia diam saja, bahkan
semakin keras
memegang selangkanganku. Terus kuciumi bibirnya sampai
nafasnya memburu.
Kubuka kausnya, dan aku melihat kulit tubuh yang tidak
pernah terkena
matahari itu demikian menimbulkan birahiku. Kubuka BH-nya
dan tambah kagum
aku atas keindahannya. Kuelus buah dadanya yang kenyal dan
sekali-kali
kupencet putingnya yang membuat nafasnya makin memburu.
Begitu aku
berusaha mencium buah dadanya, ia mundur sambil menarik
tanganku ke arah
tempat tidur.
Dalam keadaan telentang tampaknya ia sudah siap menerima
tindakanku
berikutnya, buah dadanya yang menantang bergelantungan.
Sebelum aku
mendekatkan diri, aku melepaskan pakaianku hingga tuntas,
sehingga batang
kejantananku yang sudah membesar tergantung-gantung
mengikuti gerak dan
langkahku. Bersamaan dengan itu ia melepaskan juga
pembungkus tubuhnya
yang masih tersisa, sehingga kami benar-benar sudah
telanjang bulat.
Tubuhnya benar-benar mulus, tidak ada cacat, payudaranya
sedang, masih
kencang, puting susunya coklat tua, mendekati hitam,
perutnya ramping,
lipatan kecil di perutnya menunjukkan belum begitu banyak
lemak di situ,
pinggulnya sedang, bulu kemaluannya tipis, sehingga bibir
kemaluannya yang
mengatup dengan rapi terlihat begitu indahnya.
Ia raih batang kemaluanku, dan aku mendekatkan diri sehingga
mudah baginya
untuk mengulum dan menjilati batang kejantananku. Sementara
tanganku tanpa
kusadari sudah meraih bibir kemaluannya yang sudah basah.
Kuelus-elus
bibir kemaluannya sambil kucari dan sesekali kusentuh
klitorisnya. Dan
kumasukkan jari tengahnya menggapai dasar kemaluannya.
"Jilat kepalanya",
aku berbisik kepadanya. Dengan sigapnya ia segera tahu
maksudku. Ia segera
mulai menjilati kepala kemaluanku yang semakin membesar saja
dan mengkilap
oleh jilatan. Rasa geli dan nikmat bercampur jadi satu.
Birahiku
benar-benar sudah sampai di ujung, ingin segera mengikuti
naluriku untuk
segera memasukkan ke dalam liang senggamanya. Tetapi nanti
dulu, kuciumi
dulu tubuh Eva, dari mulai bibir, telinga, leher, buah dada,
perut dan
liang kewanitaannya. Kujilat-jilat klitorisnya yang membuat
dia
menggelinjang ke kanan kiri tidak karuan, pantatnya dia
angkat
tinggi-tinggi sehingga aku mempunyai ruang yang baik untuk
melakukan
kegiatanku menjilati klitorisnya yang sekilas kulihat
semakin bengkak dan
merah.
Sampai suatu saat tubuhnya makin menegang sambil berteriak
menyebutkan
sesuatu yang tidak jelas, bersamaan dengan itu membanjirlah
cairan bening
dari liang kewanitaannya. "Aku sampai Mas, aku sampai
Mas.." begitulah
ucapan yang kutangkap dengan nafas terengah-engah.
Kemudian kuambil posisi untuk menyetubuhinya, kemaluanku
yang sudah tegang
dan membesar di ujungnya kusiapkan di depan pintu gerbang
kewanitaannya.
Dengan bimbingan tangannya, kumasukkan kemaluanku sampai
habis tertelan
oleh liang kenikmatannya. Kembali ia mengerang, sambil
memelukku dengan
keras. Sejenak kudiamkan saja batang kejantananku di dalam.
Kurasakan
pijitan liang kewanitaannya sangat membuatku semakin nikmat.
Batang
kejantananku masih kudiamkan terendam di situ.
Eva mulai menggerak-gerakkan pinggulnya, sampai kusentuh
dasar kemaluannya
yang terasa seperti benjolan yang semakin keras
menyentuh-nyentuh kepala
kemaluanku. Semakin nikmat rasanya, sehingga aku sendiri
tidak tahan lagi
dengan gesekan dan pijitan dari liang senggamanya sehingga
otot-otot pada
tubuhku menegang dan bersamaan dengan itu, tanpa kusadari
keluar maniku
membasahi dan menghangatkan dasar kemaluannya. Kurasakan Eva
lagi-lagi
mencapai orgasme. Kali ini lebih panjang erangannya, semakin
kuat ia
memelukku dan gerakan tubuhnya semakin tidak teratur.
Kutancapkan
dalam-dalam kemaluanku, hingga kami saling berpelukan.
Beberapa detik
kemudian kami terkulai. Aku masih belum ingin mencabut
kemaluanku yang
bersarang dengan damai di liang sorganya. Kubalik tubuhku
sehingga ia
menjadi menindihku. Eva benar-benar puas dan sangat-sangat
kelelahan.
Beberapa menit kemudian ia sudah tertidur dengan pulas.
Kemaluanku yang
sudah melemah masih berada di dalam liang kewanitaannya.
Aku pun tertidur, dengan perasaan lega. Tengah malam kami
bangun dan
bermain lagi sampai puas. Tiap bangun bermain lagi. Sampai
akhirnya kami
benar-benar tertidur hingga jam 10 pagi. Karena di rumah
tempat kost-ku
cukup tesedia makanan instan. Sehingga hari itu kami bisa
melakukan dengan
sepuas-puasnya, dan kami merasa tidak perlu lagi memakai
baju di dalam
rumah. Memasak air, menyapu mencuci piring selalu diselingi
dengan adegan
percintaan. Sampai sore hari ia berpamitan kembali ke
Surabaya melanjutkan
kuliahnya. Sejak saat itu ia sering ke kotaku. Sampai ia
mempunyai pacar
dan menikah.