BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Cari Blog Ini

yanti dan papa mertuanya


-->

Hand phone cellulerku tiba-tiba berbunyi. Setelah ku angkat ternyata aku mendapat kabar kalau Kroll tiba-tiba saja masuk Rumah Sakit. Menurut keterangan yang kuterima via telepon dari Baron Van Kroll, Ayah Ruud, terpaksa dilarikan ke rumah sakit karena infeksi usus buntu. Dan memang sudah 2-3 hari terakhir ini Ruud mengeluh perutnya sakit.
Dengan perasaan sedikit panik, aku bergegas menuju ke rumah sakit dimana pacarku dirawat di rumah sakit itu.
Sesampainya di rumah sakit, aku mendapati Ayah Ruud yaitu Baron van Kroll tengah menunggui Ruud yang sedang dioperasi usus buntu. Baron van Kroll lelaki setengah baya, berusia sekitar 50 tahunan terduduk gelisah di depan ruang operasi. Ia seorang duda yg ditinggal pergi istrinya karena selingkuh dengan laki-laki lain. Ruud van Kroll, pacarku, adalah anaknya yang diasuhnya sejak kecil hingga kini. Aku memanggilnya dengan sebutan Papa Baron.
Wajah Papa Baron yang lelah tampak gembira setelah ia melihat kedatanganku di rumah sakit itu. Sekedar basa-basi aku lalu menanyakan kondisi Ruud. Papa Baron memberi penjelasan singkat bahwa kondisi Ruud baik-baik saja.
Waktu berlalu dengan cepat. Tanpa terasa aku dan Papa Baron, sudah menunggui hampir 4 jam di depan ruang Operasi. Operasi usus buntu berjalan sukses. Ruud sudah siuman dan sudah dipindahkan ke ruang perawatan untuk menjalani penyembuhan.
Waktu sudah menunjukkan hampir jam 12 malam. Ruud sudah tertidur dengan nyenyak di ruang perawatan. Aku lalu pamit pada Papa Baron untuk pulang.
”Mari Papa antar kamu pulang, Yanti”, Papa Baron, Ayah Ruud, berkata padaku dengan suara yang sangat berwibawa.
”Gak usah, Papa, Yanti bisa pulang sendiri kok”, jawabku sungkan. Kami memang terbiasa memangil dengan sebutan Papa padanya. Maklum, Papa Baron biar begitu adalah Calon Mertua, dan aku sedikit banyak agak segan juga.
”Tenanglah, Papa juga akan pulang kok, jadi bisa antar kamu sampai apartemen”
Akhirnya, aku pulang malam itu diantar oleh Papa Baron. Sepanjang perjalanan kami hanya terdiam. Papa Baron mengendarai mobilnya dengan tenang. Wajahnya tampak sangat berwibawa. Meskipun usianya sudah matang, tapi masih terlihat garis-garis ketampanannya.
Tak lama akhirnya mobil yang dikendarai Papa Baron sampai di depan apartemenku. Aku lalu berbasa-basi padanya ; ”Papa mampir dulu ya di apartemenku. Papa bisa menikmati seteguk dua teguk wiskey untuk sekedar menghangatkan badan”
Papa Baron tampak berpikir. Ia melihat arlojinya sejenak. Ia tampak ragu-ragu. Wajahnya sepertinya hendak menolak tawaranku. Aku sedikit memaksa, “Ayolaaaah, Papa….”
“Hmmm okelah…” Akhirnya Papa Baron setuju mampir ke dalam apartemenku.
Sesampainya di apartemenku, Papa Baron mengambil duduk di sofa. Gerakannya tampak santai. Aku bergerak ke belakang untuk menuangkan dua gelas scotch-wiskey.
“Aku merasa prihatin dengan keadaan Rudtje…Mudah-mudahan dia cepat sembuh”, kata Papa Baron tenang sambil meneguk gelas yang berisi wiskey.
Dalam tiga puluh menit berikutnya kami berbincang dengan tentang Ruud dan kondisi rumahnya. Papa Baron adalah seorang pekerja. Selama ini ia menghidupi dirinya dan Ruud dengan bekerja keras.Dan tanpa terasa kami sudah menghabiskan scotch wiskey gelas ketiganya dan aku mulai merasa agak melayang.
Mungkin karana pengaruh alcohol yang aku konsumsi, akhirnya aku memandangi wajah papa calon mertuaku yang tampan. Untuk pria seusianya, aku merasa betapa Papa Baron memiliki daya tarik yang sangat besar. Postur tubuhnya sangat gagah dan tinggi tegap dan rambutnya berombak lebat. Matanya setajam elang yang membuat orang gentar tatkala memandangnya. Sedikit uban yang menghiasi kepalanya menjadikan Papa Baron semakin tampak matang sekaligus seksi.
Aku menarik nafas dalam-dalam lalu menhembuskannya dengan perlahan.. What’s the matter with me? Ini Calon Papa Mertuaku, Papanya Ruud, dan aku membayangkan bagaimana rasanya bersetubuh dengannya. Gila….! Aku lalu menyingkirkan pikiran itu jauh-jauh dari benakku.
Tapi sedetik kemudian, pikiran tersebut menyergapku lagi. Aku mencoba melawan kata hatiku untuk tidak menggoda Calon Papa Mertuaku. Aku merasakan tetekku mulai mengeras di balik pakaianku. Aku juga merasakan selangkanganku menjadi basah oleh birahi dan nafasku menjadi tersengal.
Tiba-tiba timbul pikiranku untuk mengarahkan pembicaraan ke topik seputar seks. Apakah Papa akan merasa ‘jijik’. Sejenak aku ragu-ragu. Tapi akhirnya aku beranikan diri juga pada akhirnya.
“Papa, aku boleh nanya?”, kataku tersendat.
”Tanya apa, Yanti?”, kata Papa Baron melirikku sekilas.
”Papa jangan marah ya….”
”Gak”
”Papa kan bertahun-tahun hidup berdua dengan Rudtje. Apa gak ingin cari istri lagi”, Kataku memberanikan diri.
Tiba-tiba, Papa Baron menatapku tajam, ”Maksud kamu apa Yanti?”
”Eh…eh… maaf Pa… Yanti cuma nanya aja.
”Maksud kamu, apa selama ini Papa menyalurkan sexnya kemana?”
”Iya…iya Papa….” Aku menjawab gugup.
”Ah… untuk urusan itu gampanglah…”
Aku merasakan suara jawaban Papa Baron sedikit bergetar. Dan saat aku memandang Papa Baron, sepertinya ada tarikan nafas yg bergetar.
Aku melihat Papa Baron menarik nafas dengan sedikit sulit karena statement terakhirnya tadi. Alisnya terangkat naik saat Papa Baron sekilas melirikku, lalu pandangannya menurun ke arah pahaku. Tapi Papa Baron hanya mengangguk dan kemudian tersenyum. Hatiku semakin mantap, lalu sedikit menggeser posisi dudukku ke dekat Papa Baron.
“Apa papa suka jajan?” tanyanya kembali.
Papa Baron tidak menjawab. Ia melirikku sejenak. Dari tatapan matanya aku yakin ada
yang bergelora di dalam dadanya. Lalu aku kembali melanjutkan pertanyaanku; ”Apa Papa malam ini butuh kehangatan?”
“Aku rasa kita tak semestinya bicarakan ini,” kata Papa Baron dengan nervous.
Untuk beberapa saat, aku tak mampu berkata apa-apa. Aku merasa seperti sudah berkelakuan layaknya seorang wanita murahan di hadapan calon papa mertuaku. Aku sudah mengucapkan kata-kata rayuan untuk menggodanya.
Tiba-tiba saja pandanganku menyapu ke arah selangkangan Papa Baron. Hampir saja aku terkejut begitu melihat tonjolan yang terlihat menggelembung keras. Dengan cepat aku memalingkan pandanganku dan tersenyum sendiri. Aku sadar kalau tindakanku tadi adalah salah. Tidak seharusnya aku menggoda Papa Baron, Papa calon mertuaku sendiri. Tapi aku tak mampu mencegahnya. Aku harus mendapatkan pria ini. lalu merubah posisi dudukku hingga sekarang sebelah tubuhnya bersandar pada sandaran sofa itu. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, aku mengangkat kakiku dan menumpangkannya di pangkuan Papa Baron.
“Kakinya Yanti lembut gak, Pa?” Kataku manja.
“Aku…Hmm… Yanti…” Papa Baron tak mampu untuk melawan kenyataan bahwa dia sudah tergoda untuk mencicipi anggur dari cawan rayuan yang aku suguhkan dari calon manantunya ini.
Perlahan Papa Baron lalu menyentuh kakiku dengan kedua tangannya yang gemetar.
“Apa Papa suka kaki Yanti?” Kataku dengan senyum menggoda
“Yes…tentu saja…” Suarana Papa Baron terdengar rendah dan bergetar.
“Elus saja paha Yanti kalau Papa ingin mengelusnya,” perintahku lembut, mataku tertuju pada tangan Papa Baron.
Papa Baron menelan ludahnya dengan susah payah dan menatap mataku “Seharusnya aku tak boleh melakukan ini, Yanti. Kamu calon isteri anakku, Rudtje.”
“Gak ada seorangpun yang akan tahu, Papa” Aku memberikan sebuah alasan dengan suara yang lembut menghanyutkan.
“Oh, Yanti”
Aku memperhatikan saat tangan Papa Baron mulai menelusuri sepanjang paha bagian dalam dengan perlahan, lalu turun ke bawah lutut. Sebelah tangan Papa Baron terus meraba menelusuri kehalusan paha dan kaki jenjangku, sedangkan yang sebelahnya lagi melakukan pijatan lembut pada kakiku yang seksi. Tangan Papa Baron terasa nikmat dan bagian tabu dari apa yang tengah mereka lakukan ini hanya semakin menaikkan kenikmatan yang melandaku dengan hebat. Aku menyadari kalau aku sudah menggoda calon papa mertuaku, sesuatu yang terlarang dan tak pernah aku lakukan sebelumnya.
“Papa…” Aku menunggu sesaat hingga perhatian Papa Baron sepenuhnya terhadapku. Mata kami saling menatap. Lalu aku melanjutkan: “Tak ada seorangpun yang boleh tahu. Ini akan menjadi rahasia kita berdua, Papa.”
Dengan perlahan, dan mata masih terpaku pada mata Papa Baron, Aku mulai menyingkapkan dan menanggalkan pakaianku satu persatu. Aku melihat mata papa Baron terbelalak lebar dan seakan ingin menelan sekujur tubuhnya yang hanya semakin membuat nafasku seakan tercekat. Aku lalu menaikkan kaki kiriku dan menempatkanku di atas sandaran sofa dan kaki yang sebelahnya lagi diturunkannya berpijak di atas lantai, hingga membuat selangkanganku terpentang lebar, menjadikan memekku terpampang jelas di hadapan Papa Baron.
Dengan suaranya yang lirih dan bergetar aku berkata, “Papa…tadi pagi aku baru mencukur bersih memekku, Pa. Apa Papa suka melihat memek tanpa jembut?”
Dengan suara yang bergetar dan hampir mendesis terdengar suara Papa Baron,; “I love your pussy, Yanti!”
“Eat me, Papa! Eat my pussy!”
Aku sudah sepenuhnya kehilangan kendali dan akal sehatku, tersesat dalam gairahku terhadap Papa Baron, Papa calon mertuaku sendiri. Papa Baron mulai bergeser di antara pahaku yang terbentang lebar dan mulai menjilat pahaku. Lidahnya itu terasa sungguh nikmat bagitu menyapu kulit lembutku, mengirimkan sebuah sengatan listrik kecil jauh ke dalam perutku. Jemariku menyisiri rambut Papa Baron yang berombak tebal,mengalirkan birahi murni yang terpendar dari sekujur tubuhku.

Lidah Papa Baron meluncur dengan mudah di sepanjang belahan bibir memekku yang telah basah dan licin hiingga pada kelentitku yang sensitive. Punggungku melengkung terangkat naik dan ditekannya kepala Papa Baron hingga wajahnya semakin terbenam dalam selangkanganku. Lidah Papa Baron mulai menelusup ke dalam lubang memekku, mengisap kelentitku dan menyapu seluruh permukaan bibir memekku dengan penuh gairah. Sebuah lenguhan kecil mulai keluar dari mulutku dan aku mulai meracau ketika lidah Papa Baron dengan intensif menaikkan kenikmatannya semakin tinggi.
Aku mulai menggoyangkan pinggulku pelan, menggosok mulut Papa Baron dengan memekku yang basah. Kepalaku terlempar ke kanan-kiri dihantam gelombang birahi, dan bibir bawahku kugigit erat untuk sedikit meredakan amukan itu. Ini sungguh terasa nikmat! Papa Baron yang tampan dan seksi sedang melahap memekku! Aku tak akan merasa cukup menikmati lidahnya yang panas!
“Oh, yes! Oh, yes! Oh, yes!” Jeritku. “Sangat enak, Papa! Do you like eating my pussy?”
“Oh, yeah, baby!” jawab Papa Baron dalam suara parau. “I love your pussy!
“Yesssss! Jangan coba berhenti! Eat my pussy!”
Hubungan aku dan Papa Baron sebelumnya terjalin hangat dan akrab, sepatutnya terjaga kesopanan antara papa dan calon isteri puteranya, tapi kali ini sungguh sangat berbeda. Kenyataannya Papa Baron sedang melahap memekku dengan begitu buas yang semestinya milik Ruud. Hal ini sangatlah tabu tapi aku sangat menyukainya. Dan berkata kotor dan mesum pada Papa Baron hanya semakin lebih menggairahkanku.
“Sshhh!” Aku berdesis nikmat. “You’re such a good pussy licker!”
“Kamu suka, baby? You like having me eat your pussy?”
“Yesssss! Apa Papa suka menjilati memek calon isteri putera Papa ini?”
“Oh, fuck, yes!”
“Yessssssssss! Papaaa! Make my pussy cum! Oo Papaaaaaaaa… memek Yanti enak banget Papa… Jilat terus memek Yanti Papa….
Isep terus memek Yanti , Papa…Sedot terus, Papa… Oh…Oh…Oh…”
Papa Baron menyerang memekku tanpa ampun. Lidah dan bibirnya melahap setiap sentimeter memekku yang semakin basah kuyup tersebut, merangsak ke dalam lubang nonokku, dan menyapu liar kelentitku dengan seluruh nafsunya untuk menghantarkan aku semakin mendekati orgasmeku. Pinggulku bergoyang dengan liar diiringi erangan mesum dari mulutku. “Yanti enak, Papaaaaaaa…. Oh…Oh… Oh… memek Yanti enak banget Papa…!” Tanganku menarik dan memilin putingku sendiri dengan kasar hingga membuatku menjeritkan suara racauan kenikmatan. Aku sudah hampir sampai, sudah sangat dekat. Dan tiba-tiba saja punggungku melengkung terangkat naik dari atas sofa.
“I’M CUUUUUMMMMMIIIIINNNNNGGGGG!” jeritanku terdengar keras membahana. “EAT MY PUSSY, PAPA! EAT MEEEEEEEEEE!”
Jeritanku terlepas dari mulutku, menebarkan kegaduhan mesum dalam ruangan ini mengiringi tubuhku yang menggeliat dan menghentak dan menaik-turunkan pinggulku dengan liar. Memekku menggosok mulut lapar Papa Baron dengan keras. Gerakan cepat naik turun dan mengejat dari pinggulku membawaku menaiki gelombang orgasme yang intens dan dahsyat. Papa Baron memegangi pinggulku, menahannya hingga akhirnya kembali rebah di atas sofa dengan nafas tersengal dan tubuh gemetar hebat. Mataku terbelalak lebar memandangi Papa Baron.
“I can’t believe it!” kataku tersengal. “Belum pernah aku orgasme seperti ini sebelumnya!”
“You are one incredible young lady,” kata Papa Baron menyeringai.
“I want you to kiss me,” pintaku manja.
“Dengan senang hati,” Papa Baron tersenyum.
Papa Baron menarik tubuhku dengan lembut ke dalam pelukannya kemudian menempelkan bibirnya sendiri ke bibirku dengan erat. Segera saja mulutku membuka untuknya dan terdengar suara erangan kenikmatan dari mulutku yang tersumpal mulut Papa Baron. Kami saling berciuman cukup lama dan dalam, lidah kami saling mengeksplorasi mulut masing-masing dengan gairah menggebu. Kami saling menyentuh dan meraba, dan Papa Baron menikmati rasa dari kelembutan tubuhku dalam dekapannya.
Tanganku mulai bergerak melucuti pakaian Papa Baron, bergerak dengan cekatan melepaskan kancing demi kancing baju. Papa Baron menendang lepas sepatunya, melapaskan kaus kaki, melepaskan celana panjang dan pakaian dalamnya. Akhirnya tak lama kemuidian Papa Baron sudah tak berpakaian lagi. Kami berdua sudah sama-sama bugil.
Aku lalu berkata manja pada Papa Baron, ”Papa, kita ngentotnya di dalam kamaraja yuk. Kasur di dalam kamar Yanti luas dan empuk lagi”.
Papa Baron membopongku berjalan masuk menuju kamarku yang nyaman. Kedua lenganku melingkari leher Papa Baron tatkala ia membopong, mirip pengantin baru yang tidak sabar mau ngewe. Tak lama aku lalu direbahkan di atas kasur. Birahiku sudah sangat memuncak.
Aku menatap dengan penuh gairah pada tubuh telanjang Papa Baron. Tinggi tegap dan gagah dengan kulit Bule orang Eropa, dada bidangnya tertutupi oleh rambut yang lebat. Mataku turun tertuju pada batang kontolnya dan dia mengerang lirih. Sebuah batang kejantanan yang besar dan gemuk, sama seperti punya Ruud.
“Ngentotin Yanti, Papa. Yanti udah pengen banget minta di-ewe dan di-entot oleh Papa.” desisku mengundang. “Aku mau masukkan kontol besar Papa ke dalam memekku! Aku mau Papa ngewein Yanti. Aku mau Papa ngentotin Yanti sampe Yanti benar-benar puas”
“Kamu yakin?” Tanya Papa Baron memastikan.
“Ya,” jawabku memotong. “I need you in me! Aku ingin merasakan kontol Papa menyemburkan peju Papa di dalam rahimku dan mengisiku dengan benih dan peju Papa!”
“Oh, baby…”, sahut Papa Baron
Papa Baron bergerak ke antara pahaku yang terbentang lebar dan memposisikan kepala kontolnya di depan pintu masuk lubang memekku. Dengan perlahan Papa Baron menggerakkan kepala kontolnya naik turun di sepanjang belahan bibir memekku untuk membasahinya dan dengan matanya yang terpaku tepat di mataku, didorongnya batang kontol Papa Baron masuk dengan sakali hentakan yang lembut namun mantap. Nafasku tersengal dan mengerang kenikmatan. Papa Baron segera menyambar bibirku, melumatnya dalam sebuah ciuman yang panjang. Kakiku yang jenjang melingkari pinggang Papa Baron saat dia mulai mengayunkan pinggangnya, melesakkan batang kontolnya keluar masuk dalam memekku. Tanganku melingkari leher Papa Baron dan tanganku mengusap punggung Papa Baron saat aku menerima dengan seluruh jiwa ragaku saat kontol Papa Baron memasuki lobang memekku.
“Papa akan mengeluarkan peju Papa dalam memek kamu, Yanti!” erang Papa Baron dengan suara parau.
“Yes! Fill me with your hot cum!”
“Papa akan bikin kamu bunting, Yanti…! Papa akan membuat seorang bayi kecil dalam perutmu!”
“Ohhhhhhhhhh!”
Papa Baron tak bisa mempercayai pendengarannya, dia sudah mengatakan pada Calon Menantu Perempuannya kalau dia akan membuatnya bunting. Tingkah laku berselimutkan nafsu terlarang yang dilakukannya dengan calon menantunya yang ayu ini dan statementku yang menginginkan benih Papa Baron menaburi rahimku sungguh sangat menggairahkan. Aku menggeram begitu merasakan kenikmatan laksana beludru yang sangat lembut dari dinding memekku mencengkeram erat batang kontol Papa Baron yang keras. Perasaan bersalah yang singgah dalam hatiku di awal sudah lenyap tak berbekas. Yang ingin kulakukan saat ini hanyalah ngentot dan ngewe sepuasnya dengan lelaki terlarang yg bernama Papa Baron.

“Papa ingin perut kamu bunting berisi bayinya Papa?”
“Oh, ya!”
“I like talking dirty to you,” Aku berkata manja, semakin membakar. “I like having you fuck my pussy even more!”
“I like fucking my slutty daughter-in-law!”
“Yesssss! I want to be your slut!”
“Kamu betinaku, Yanti!” seru Papa Baron sambil menggigit bibir bawahku. “Mulai sekarang kamu akan menjadi pelacurku, kamu jadi lonteku, Yantiiiiii!”
“Oh, papaaa!” Aku mengerang “Fuck me hard with your big papa-cock! Ngeweeeeeeeeeeee Papa…. Ngentoooooot Papa…. Yanti enak banget diewe sama Papa. Kontol Papa bikin memek Yanti enak.”
Papa Baron mulai merangsek memekku dengan cepat dan keras. Buah zakarnya menghantam pantatku setiap kali batang kontolnya yang keras masuk jauh ke dalam memekku. Tubuhku menggelinjang oleh gairah, kuku-kuku panjang jemari lentikku menancap erat ke dalam punggung Papa Baron untuk membuat pinggulnya semakin terangkat naik hingga memekku semakin menempel erat pada batang kontol Papa Baron yang mengocoknya dengan cepat dan keras. Tubuh kami saling menggeliat dan menghentak dalam irama ngentot bersamaan, suara erangan, lenguhan dan nafas yang tersengal beserta suara kulit basah yang saling menampar keras seakan menjadi musik pengiring bagi kami untuk segera menggapai puncak kenikmatan bersama.
Tak lama berselang, Papa Baron merasakan sebuah letupan perasaan yang memberinya tanda kalau dia akan segera orgasme. Dia memperlambat kocokannya, menahan gerakannya untuk beberapa saat dan meresapi kenikmatan dari rasa manis memekku lebih lama lagi. Tapi dia tak mampu mengontrol tubuhnya lebih lama lagi. Segera dia meneruskan hentakan dan kocokan batang kontolnya ke dalam memekku dengan sebuah dorongan yang panjang, keras dan cepat yang membuat bibirku tak berhenti mengeluarkan erangan dan lenguhan kenikmatan.
“Papa akan segera keluar, I’m gonna cum, baby!”
“Yes! Cum in me! Yanti ingin merasakan peju Papa menyembur dalam memek Yanti, buat Yanti bunting, Papa!
Ayo buntingin Yanti Papa…. Oh Papa…. Buntingin Yanti….! NGEWEEEEEEEEEEEEEE….” Aku teriak dan menjerit sekeras-kerasnya, tak perduli tetangga apartemenku mendengarnya.
Papa Baron memberikan dua kali dorongan lagi ke dalam memekku yang basah, lalu batang kontolnya mengejat keras begitu menyemburkan sebuah ledakan.
”Yantiiiii ooh Yantiiii… peju Papa mau muncraaaaaaaaaat”
”Iya, Papaaaa…muncratin aja… muncratin aja di dalam memek Yanti. Bikin Yanti jadi bunting Papa…! Buntingin Yanti, Papa ooooh”, Sekali lagi aku berteriak sekeras-kerasnya. Bahkan terdengar sperti orang menjerit histeris.
”Iya Yantiiiii..memek kamu enak banget, nak. Peju Papa muncrat campur sama lendir memek kamu. Biar pejunya bercampur terus kamu bunting Yanti…”
“Iya Papa… terus entotin Yanti… ewe-in Yanti Papa….Ooooooooh”
Papa Baron akhirnya menggeram, keras dan dalam, saat dia memuntahkan sperma ke dalam memekku. Papa Baron menarik kontolnya keluar, kemudian melesakkannya masuk kembali dan menahannya beberapa saat, lalu mencabutnya lagi dan melesakkannya masuk kembali. Aku menjerit sekencang-kencangnya dan merapatkan memekku pada Papa Baron begitu orgasmeku sendiri mulai menggulungku.
Sekujur tubuh Papa Baron tergetar oleh birahi dan nafsu akibat orgasme yang melandanya dan aku memberikan beberapa kali hentakan demi hentakan yang keras dan dalam lagi sebelum akhirnya tubuh Papa Baron rubuh di atas tubuhku.
Kami berbaring dengan nafas masih memburu cepat, lengan dan kaki kami saling terkait, mata kami terbuka dan bibir kami saling melumat. Papa Baron berguling ke samping dan merengkuhku ke dalam pelukannya.
”Apa Papa capek?”, aku bertanya pada Papa Baron sambil mendekapnya.
”Istirahat dulu 10 menit ya,nak”
”Oke, Papa”
Waktu lalu berjalan normal kembali. Detik demi detik berlalu. Kontol Papa Baron tampak layu sebentar. Aku memandanginya dengan perasaan takjub. Aku pegang kontol Papa Baron. Aku elus-elus dengan belaian lembut.
”Papa…”, kataku perlahan
”Ada apa, Yanti?” Jawab Papa Baron
”Kontol Papa masih perkasa. Kontol Papa bikin Yanti pengen ngewe terus”
”Kamu puas ngewe sama Papa, Yanti?”
”Yanti sangat puas, Papa”
”Mau lagi?”
”Papa masih sanggup?”
Papa Baron tidak menjawab. Ia cuma tersenyum. Tanganku kini aktif mengocok-ngocok kontol Papa Baron. Lama-lama kontol itu tegak perkasa kembali.
”Ngewe lagi ya, Pa…”
”Iya, Nak Yanti….”
”Kalo ngewe, Papa juga harus imbangin Yanti dong”
”Imbangin bagaimana?”
”Mengimbangi dengan ngomong yang vulgar, ngomong yang jorok, dan teriak-teriak supaya Yanti tambah merangsang”
”Oke”, kata Papa Baron.
”Posisi Yanti di atas ya, Papa”
Tanpa meminta persetujuan, aku kemudian bergerak menaiki tubuh Papa Baron yang terlentang. Kontolnya tegak berdiri perkasa bagai mercusuar. Posisi ngentot di atas adalah posisi ngentot kesukaanku.
Aku lalu meraih kontol Papa Baron untuk aku masukkan ke dalam lobang memekku. Setelah seluruh kontol Papa Baron masuk, aku mulai begerak maju-mundur.
“Oh Papa…. ngewe Papa… Ngentot Papa…”
“Iya Yanti….” Jawab Papa Baron.
“Ngomong yang jorok dan vulgar donk, Papa”
”Iya…iya… Yanti…. Memek kamu nyedot-nyedot kontol Papa, sayang…”
”Ooh Papa… Ngeweeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee Papaaaa…. Yanti enak banget Papa”
”Yanti…oooh… Kamu perempuan bangsaaaaaaaat…. kamu perempuan jalang. Papa ngentotin kamu…. biar kamu kelojotan…. biar kamu mati keenakan karena Papa ngewein kamu… Dasar perempuan buas… dasar perempuan doyan kontol.”
”Iya Papa…. gak apa-apa Yanti di-ewe dan di-entotin sama Papa. Gak apa-apa Yanti dibilang perempuan Bangsat… gak apa-apa Yanti dibilang perempuan jalan. Yang penting memek Yanti dientot sm kontolnya Papa….! Aduuuuuh Papa…. Yanti enak banget Papaaaaaa….! Entotin terus…ewein teruuuuusssss…. Oh…oh…oh”
“Yantiii, sperma Papa udah mulai diujung…. bentar lagi mau ngcerot… nih…”
”Iya, papa…. Yanti bentar lagi juga mau nyampe”
”Kita ngecret bareng-bareng ya, Nak Yanti”
”Iya… Papa…Iya…”
”Papa mau buntingin kamu…. Papa mau hamilin kamu Yantiiiii”
”Iya Papa…. buntingin Yanti..Papaaaaaa….! Terus entot Yanti sampe Yanti bunting Papa. Sampei peju papa campur sama peju Yanti. Ayo Papa…. ngecret di dalam lobang memek Yanti, Papa…. Ooooooooh….! Bangsaaaaaaat… ngewe enaaaaak”
”Ayo Yantiiiiii Papa buntingiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiin kamuuuuuuuuu”
”Iya Papaaaaaaaaaa…. ayo ngecret Papa…. buntingin Yanti….Bareng ya ngecretnya. Biar peju kita bercampur di dalam lobang memek Yantiiiiii”
Aku lalu berteriak sekerasnya. Orgasmeku mencapai puncak yang paling tinggi.
”Papaaaaaaaaaaaa…. Kamu bangsat….. Kamu bajingan, Papaaaaa….! Memek Yanti enak banget, Papa…! Kontol Papa bikin memek Yanti enak banget”
”Iya Yanti, Papa juga sudah sampe nih… Kamu lonteeeee…. Kamu pelacur Yanti….Oh…Oh…Oh…. Yantiiiiiiiiii ”
Akhirnya aku ambruk di dada Papa Baron. Aku lemas, Papa Baron pun demkian. Tapi kontol Papa Baron masih berada di dalam memekku. Peju kami bercampur jadi satu.
Gawat, kalau memang demikian, bisa-bisa aku jadi ”bunting” beneran nih….
Sebuah perasaan emosional berdengung dalam kepalaku dan sekejap aku menyadari kalau kini memiliki dua orang lelaki dalam hidupku. Benar atau salah, aku tahu kalau aku menginginkan keduanya, anak dan orang tua ini dalam hidupku, untuk mencintai dan menyayangi sepenuh hatiku…..
Sudah hampir sebulan sejak operasi usus buntu, Ruudtje kini ia sudah sehat sama sekali. Tawa dan candanya sudah mengisi kembali hari-hari kehidupanku. Bahkan aku dan Rudtjepun sudah berkali-kali menumpahkan hasrat kami berdua, melampiaskan permainan sex kami yang penas dan membara. Hari-hari yang begitu indah mengisi kehidupanku.
Selepas kuliah sore hari, Ruudtje mengantar pulang ke apartmenku. Seperti biasa, kami masuk ke ruangan. Ruudtje langsung menghidupkan laptopnya di ruangan tengah dan membuka internet, sementara aku bergegas ke dalam kamar untuk mengganti pakaianku dengan pakaian rumah yang santai.
Setelah berganti pakaian, aku lalu keluar kamar dan berjalan menuju dapur. Aku masih sempat melihat aktifitas Ruudtje yang sedang membuka situs berisi gambar-gambar dan film porno.
Sesampainya di dapur, aku lalu mencuci piring di wastafel. Selang 15 menit kemudian akupun juga memberesi peralatan makan yang terletak di atas meja makan. Pada saat aku memberesi meja makan, tiba-tiba saja aku terkejut. Tubuhku didekap dengan erat dari arah belakang. Siapa lagi yang melakukan itu kalau bukan Ruudtje tentunya. Rupanya selama aku mencuci piring, Ruudtje terangsang dengan film dan gambar-gambar porno dari internet yang tadi dibukanya.
”Ooh Ruudtje….”
”Yantiiiii… kamu merangsang sekali, honey”
Tangan Ruudtje langsung meremas ke dua tetekku dan menciumi tengkukku dari arah belakang. Aku menggelinjang, geli bercampur rasa birahi ikut memuncak.
Bibir Ruudtje menciumi tengkukku lalu bergerak perlahan ke belakang telingaku dan membisikkan kata-kata lembut ; ”I love you, honey”
Dengan nafas tersengal, aku menjawab diiringi desah bercampur rintihan : ”I love you too, Ruudtje”
Tangan Ruudtje terus meremas-remas tetekku. Gerakannya makin menjadi-jadi. Aku semakin terbakar api birahi. Aku makin mendesah-desah. Pentil tetekku mengeras.
Tangan Ruudtje lalu meloloskan pakaianku. Pakaian itu langsung melorot ke lantai. Saat itu aku tidak memakai bra dan cd. Jadi ketika pakaianku terlepas, langsung saja tetek dan memekku terpampang jelas.
Ruudtje lalu mendudukkan tubuhku yang sudah bugil di atas meja makan. Tangannya dengan trampil dan cekatan menyibak lobang memekku. Aku terduduk di atas pinggiran meja makan sambil mengangkangkan kakiku agar Ruudtje dengan mudah mempermainkan dan menggarap nonok dan itilku. Aku terduduk sambil mendesah-desah nikmat; ”Ooh Ruudtje, memekku enak, honey..!”
Ruudtje dengan lidahnya mulai menjilati memekku. Jilatannya sangat rakus dan buas. Tanganku mengusap-usap rambut kepalanya yang menelusup di antara selangkanganku.
Tatkala birahiku memuncak, tiba-tiba saja Ruudtje menghentikan jilatannya di memekku. Aku heran dan berkata dengan merengek ; ”Please Honey, jangan berhentiiiiii….”
”Sebentar, sayangku….”, Sehabis berkata itu, Ruudtje lalu bergerak ke arah mini bar. Ia mengambil sebotol Red Wine dari dalam rak di dalam mini bar itu. Tak lama ia kembali berjalan menghampiriku yang masih terduduk di pinggiran meja makan.
Tubuhku lalu direbahkan di atas meja makan. Kedua kakiku otomatis mengangkang, sehingga tampak jelas memekku terbuka menantang. Tangan Ruudtje lalu menuangkan Wine di tangannya di atas memekku. Dalam sekejap, memekku basah oleh lelehan cairan Wine. Lalu dengan rakus, Ruudtje menjilati memekku yang sudah basah oleh Wine. Ya, itulah yang dinamakan ”Memek rasa wine”.
”Ooh, Ruudtje… terus…terus jilatin memekku, sayangku…. Memekku enak banget dijilatin kayak gitu…” Aku mulai menceracau dan seperti biasa kalau ngewe suka berteriak-teriak.
”Yes, Yanti… Memek kamu juga seenak rasa winenya. Ooh… memek rasa wine…”
Aku sudah benar-benar tak tahan. Lebih dari 10 menit Ruudtje memporak-porandakan memekku. Aku sudah begitu tinggi dilanda gejolak birahi yang tak tertahankan lagi. Akhirnya aku berkata kepada Ruudtje kalo aku minta langsung dientot dan diewe saja.
”Ruudtje sayangku, aku sudah gak tahan lagi. Memekku sudah nagih minta diewe sama kontol kamu, sayang. Memekku sudah pengen banget minta dientot, sayangku. Ayo dong Ruudtje, ewein nonok aku. Entotin memek aku…”
”Iya my Honey… Yes…” Ruudtje lalu melepaskan seluruh pakaiannya dengan cepat. Dalam sekejap saja, tubuhnya sudah bugil. Kontolnya sudah ngaceng dan tegak perkasa bagai mercusuar.
Ruudtje lalu naik ke atas meja makan, di mana aku sudah sejak tadi terlentang. Akhirnya aku dan Ruudtje ngewe di atas meja makan.
Ruudtje menindih badanku. Kontolnya lalu perlahan-lahan bergerak masuk ke dalam lobang memekku. Setelah masuk, kontol Ruudtje secara konstan bergerak keluar masuk.
Di sinilah, seperti biasa aku mulai meracau kalau ngewe. Kebiasaanku berteriak itu susah dihilangkan.
”Ayo Ruudtje… ayo ngentoooooot….. ayo ngeweeeeeeeeeeee…Oooooh sayangku…. aku enak banget diewein sama kamu. Ayo terus…terus entotin aku…. Ooooo”
”Yes…yes…yes…” Ruudtje mengimbangi teriakanku.
”Ooh… memekku enak bangeeeeet… terus Ruudtje… terus…”
”Yesssss, Honeeeey”
Aku menggelepar-gelepar. Kontol Ruudtje terus menerus menyodok nonokku tanpa henti. ”Bangsaaaaaaaaaat kau Ruudtje…. kenapa ngentot sama kamu kok enak bangeeeet?”
”Yes, honey…” Jawab Ruudtje masih terus menggenjot memekku.
”Genjot terus Ruudtje…Bikin aku bunting Ruudtje dengan kontol kamu, sayang. Buntingin aku dengan air peju kamu, honey”
”Okey” Jawabnya ngos-ngosan.
Kedua tanganku lalu meraih wajahnya. Aku tatap wajah Ruudtje, aku pandangi dengan tatapan mata yang tajam melotot, aku berkata dengan keras dan berteriak : ”Ruudtje, bangsat kamu…! Kamu memang bajingan…. Ayo cepat buntingin aku….hamili aku…. bikin anak di dalam rahimku. Ayo buntingin aku…. Buntingiiiiin aku pokoknya…. ngecrotnya harus di dalam lobang memekku….”
Ruudtje memandangiku tak kalah melototnya. Ia tatap mataku dan berkata dengan suara berteriak pula ; ”Dasar perempuan lonte kamu, Yanti….! Aku pasti bikin kamu bunting, bangsat. Dasar perempuan doyan ngentot…. perempuan doyan ngeweeeee….”
”Iya….iya… aku perempuan doyan ngewe… emangnya kenapa? Ngewe itu enak bangsat…” Kataku tak kalah teriaknya.
Kontol Ruudtje terus menyodok-nyodok memekku. Aku makin menggelepar-gelepar. Sepertinya nafsuku sudah mencapai ujung. Mendaki puncak paling tertinggi. Akhirnya aku berteriak panjang dan sekeras-kerasnya, memecahkan seisi ruangan dapur itu, bahkan mungkin terdengar oleh tetangga-tetangga yang tinggal satu apartemen denganku.
”NGEWEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE……”
Rudtje meninpali pula jeritanku : ’FUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUCK”….
”Buntingiiiiiiiin aku Ruudtje…. Buntingiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiin….! Ayo semprot memek aku dengan peju kamu. Campurin peju kamu dan sperma aku. Jadikan anak di dalam kandunganku. Jadikan anak….jadikan anak…. ayo bikin anaaaaak…..Ayo kita bikin seorang anak bayi”
”Yesss Yanti….”
Ooh Ngentooooooot….ngentoooooot…. ngentooooot…. aku sampe honey….. aku sampeeeeeeee….. Bangsaaaaaat dientot kamu enak banget….”
Tak lama, Ruudtje dan akupun mencapai klimaks secara bersamaan. Kontol Ruudtje mengejat-ngejat, lalu menyemburkan paju di dalam lobang memekku. Begitupun juga aku. Sperma di dalam memeku juga ikut muncrat, bercampur dengan peju Ruudtje.
Sekilas dalam bathinku sempat terpikir ; ”Bagaimana kalau memang benar-benar peju kami yang bercampur itu menjadi janin seorang bayi di dalam rahimku?”…. Aaah… aku tak ingin berpikir terlalu jauh. Yang penting, itulah nikmatnya ngentot pada saat mau orgasme. Kadang itu adalah luapan emosi sesaat yang belum tentu aku juga menginginkan seorang anak bayi dalam kehidupanku. Teriakan ”Ayo buntingin aku” itu hanyalah sebuah teriakan tak bermakna apa-apa. Teriakan emosional sesaat yang tak dapat dipertanggungjawabkan. Just is fun aja dalam kegiatanku ngewe dengan Ruudtje.
Ruudtje ambruk di atas badanku. Tubuh kami sama-sama tergeletak bugil di atas meja makan.
Lima menit kemudian, Ruudtje bangkit dari atas meja makan. Dan pada saat itu pula tiba-tiba handphonenya berdering di ruang depan dekat laptopnya yang masih menyala. Dengan telanjang bulat, Ruudtje berjalan mengambil Hpnya.
Selama Ruudtje bertelepon, aku bangkit dari meja makan. Aku memungut pakaianku yang tergeletak di lantai. Dan pada saat itu, Ruudtje muncul kembali. Ia bilang dapat telepon dari dosen pembimbingnya untuk tugas kuliah. Ia bilang harus sampai di tempat dosennya dalam dua jam ke depan. Aku menjawab, oke saja. Toh aku tak bisa melarang Ruudtje untuk melakukan aktifitasnya.
Setelah kami mandi bersama-sama, tentunya selama kami mandi, terjadi lagi kami ngentot ronde kedua. Dan tentu saja meluncur kembali kata-kata vulgar dari mulut kami berdua yaitu “Ngewe… ngentot, buntingin aku dan lain-lain”
Selang satu jam kemudian, Ruudtje sudah rapi berpakaian kembali. Ia membawa tas yang berisi laptop miliknya. Aku mengantar kepergian Ruudtje sampai di depan pintu.
Kini aku sendiri lagi di dalam apartemenku. Aku melangkah letih menuju kamar tidurku. Waktu tengah menunjukkan pukul 8.10 malam. Aku berbaring di atas ranjang springbedku sambil membaca buku. Mungkin karena letih, akhirnya aku tertidur dengan buku yang tadi sempat kubaca baru beberapa halaman.
Mataku tiba-tiba terbuka. Aku mengucek-ngucek mataku karena aku mendengar suara bel apartemenku berbunyi terus menerus. Aku sempat melihat jam di dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul 10.05 malam. Aduuuh…. ternyata aku tanpa sadar sudah tertidur sekitar 2 jam di kamarku. Aku terbangun karena bel berbunyi terus-menerus.
Dengan langkah malas dan gontai, aku berjalan keluar kamar. Langkahku menuju ke ruang depan untuk membukakan pintu dan sekaligus ingin tahu siapa yang datang. Aku berpikir mungkin Ruudtje yang datang kembali. Soalnya mungkin saja ia sudah selesai bertemu dengan dosen pembimbingnya, lalu kembali datang ke apartemenku untuk menginap.
Pintu kubuka. Aku sedikit terkejut, karena di hadapanku ternyata sudah berdiri Papa Baron, Papanya Ruudtje.
”Oh Papa”, kataku sedikit kaget.
Papa Baron tersenyum sambil mengangkat tangannya ke atas dan memperlihatkan bungkusan yang berisi makanan.
”Kamu pasti sangat lapar kan?”, kata Papa Baron.
”Kok Papa tau?”
”Iyalah… sejam yang lalu Ruudtje menelpon Papa. Dia minta tolong supaya Papa belikan kamu makanan. Kata Ruudtje kamu pasti kelaparan dan belum makan”
”Iya, Papa… terima kasih….”
Aku lalu mempersilakan Papa Baron masuk ke dalam apartemenku. Ia duduk di sofa, sementara aku menerima bungkusan yang berisi makanan fastfood, 2 buah burger berukuran big.
”Sorry, Papa tadinya mau belikan kamu Chinesse Food, tapi restorannya sudah tutup. Malam-malam gini restoran banyak yang sudah tutup. Akhirnya Papa beli makanan yang cepat aja”
”Makasih Papa… Papa baik sekali”
Aku melahap burger yang dibelikan oleh calon Papa Mertuaku.
”Ruudtje bilang, dia masih bertemu dengan dosen pembimbingnya. Mungkin gak bisa datang ke sini lagi, katanya. Dan Papa disuruhnya membelikan makanan karena katanya dia yakin kamu pasti belum makan malam”
”Makasih Papa”, aku menjawab sambil mengunyah burger. Dan dalam sekejap saja, burger pertama langsung habis kusantap yang memang pada kenyataannya aku memang sungguh lapar.
Setelah aku menghabiskan burger pertama, Papa Baron bangkit dari duduknya. Ia tersenyum dan berkata ; ”Papa pergi dulu ya, nak Yanti”
”Lho kok Papa cepat-cepat mau pergi?”, Aku kaget.
”Papa masih ada urusan”, jawab Papa Baron ringan.
Aku langsung meraih tangannya untuk mengajaknya duduk kembali. ”Tunggu sebentar dong Papa… Please… jangan pergi dulu Papa… Pleaseeee….!”, kataku memohon.
Papa Baron akhirnya mengurungkan niatnya untuk pergi. Ia akhirnya duduk kembali di sofa.
“Papa minum wine dulu ya….”, Tanpa minta persetujuannya, aku bangkit dan berjalan menuju dapur. Wine yang tadidipakai oleh Ruudtje untuk menjilati memekku aku ambil. Tak lama aku berjalan kembali ke ruang depan sambil membawa botol wine dan 2 buah gelas.
Aku menuangkan wine ke 2 buah gelas. Aku sodorkan segelas kepada Papa Baron.
”Cheers…”, Kataku
”Cheers..”, Sambut Papa baron
Kami melakukan toast, lalu minum wine bersama-sama.
Gelas pertama berhasil masuk ke kerongkonganku. Aku dan Papa Baron berbincang akrab. Banyak hal yang kami bicarakan sambiil diselingi dengan gelas wine yang kedua…. dilanjutkan dengan gelas ketiga, dilanjutkan lagi dengan gelas keempat, gelas kelima dan sampailah pada gelas keenam.
Setengah jam berlalu. Wajahku tampak memerah karena kadar alcohol wine menyengat dan menghangatkan tubuhku. Begitu juga dengan wajah Papa Baron.
”Papa…..” Aku berkata tersendat
”Ya, Nak Yanti….”
”Papa masih pengen buru-buru pergi?”
”Memangnya kenapa?”, Jawab Papa Baron memandangku.
”Ah nggak…. Yanti cuma….cuma mau…”
”Mau apa, Nak?”
“Mau minta tolong Papa”
“Tolong apa?”
“Tolong gendongin Yanti ke kamar. Soalnya Yanti gak kuat berdiri dan berjalan lagi. Sepertinya Yanti minum wine-nya kebanyakan Papa”
Papa Baron akhirnya berdiri. Aku yakin Papa Baron pun sebenarnya juga sempoyongan karena pengaruh Wine. Papa Baron meraih tanganku, merengkuhku dan memapahku berjalan. Aku merangkul leher Papa Baron tanpa sungkan lagi.
Papa Baron membimbingku masuk ke dalam kamar tidurku. Sesampainya di kamar, tubuhku dan tubuh Papa Baron terhempas bersama-sama di atas springbed. Tubuhku menindih tubuh Papa Baron. Enrtah kenapa, tiba-tiba saja ada yang bergejolak dalam tubuhku. Rasanya aku menginginkan sesuatu yang lebih dari Papa Baron. Aku berkata pelan.
”Papa, Yanti boleh minta tolong lagi, Papa?”
”Tolong apa lagi, Nak Yanti?”, jawab Papa Baron dengan nafas yang mulai terasa tidak teratur.
”Hmm… Yanti…. Yanti… pengen pegang kontol Papa boleh?”
”Hmm…”
Tanpa menunggu jawaban lebih lanjut, tanganku meremas kontol Papa Baron yang masih dilapisi celana.
Terdengar desah nafas Papa Baron setelah kontolnya kuremas. Kontol Papa Baron terasa mengeras. Perlahan-lahan, aku mulai membuka kancing celana, menurunkan retsluiting dan memelorotkan celana. CD papa Baron pun aku pelorotkan. Kontolnya tegak mengacung ke atas. Aku kemudian membuka seluruh pakaian Papa Baron yang ternyata diam saja ketika semua pakaiannya aku lucuti sampai ia benar-benar bugil.
Akupun lalu melepaskan seluruh pakaianku. Dan tak lama kami sudah sama-sama bugil di atas springbed di dalam kamar tidurku.
”Yanti mau ngentot, Papa…! Papa mau kan Yanti entot. Papa berbaring aja. Biar yanti yang aktif di atas ya, Papa. Yanti mau ngewe-in Papa….! Yanti mau ngentotin Papa. Yanti mau kasih Papa enak”
”Iya, Yanti…. tapi….tapi…”
”Tapi apa, Papa?”
”Kamu kan pacarnya Ruudtje, anakku….! Gak pantas dong….”
”Ah pantas aja Papa. Asalkan rahasia ini kita jaga berdua. Papa mau kan Yanti entotin…. Yanti ewein?”
”Hmm…”
Aku menggumuli tubuh bugil Papa Baron. Aku tindih dia, aku kangkangi dia. Kontolnya yang tegak berdiri aku masukkan ke dalam lobang memekku.
“Ooooooh… Papaaaaa…. Kontol Papa ternyata enak banget…”
Dengan irama yang konstan aku memaju-mundurkan pantatku. Aku seperti menaiki kuda jantan yang liar. Kontol Papa Baron yang mengacung tegak aku entot. Aku keluar-masukkan kontolnya ke dalam lobang memekku. Kontol Papa Baron ambles ke dalam lobang nonokku.
”Oooooh Papaaaa….. ngeweeeeeee….ngentooooooot….”
Aku semakin lebih cepat mengerakkan pantatku maju mudnur….
Seperti biasa, aku mulai berteriak-teriak.
“Papaaaaa. Ngentooooot Papaaaaaaa…. Yanti enak banget…. memek Yanti enaaaaak…! Papaaaaaaa oooh Papaaaaaa… kontol Papa enaaaaak…”
Aku terkejut. Tiba-tiba saja, Papa Baron menggerakkan badannya ke atas, lalu mendorong tubuhku sampai nyaris terjengkang ke belakang. Aku jatuh terlentang ke belakang. Papa Baron bangkit, lalu ia bergerak untuk menindih tubuhku.
”Yantiiii…. kamu lonte jalang…. Kamu perempuan doyan ngentot… doyan ngewe…. doyan kontol….Ayo kita tuntaskan….”
”Iya Papa…. ayo kita tuntaskaaaaaan…”
Papa Baron lalu memasukkan kontolnya ke dalam lobang memekku. Posisiku sekarang berada di bawah. Papa Baron menggenjot memekku dari atas.
”Oooh Papaaaaa. Ngentoooooooottttt…..! Ayo Papa Ngeweeee….”
”Iya Yanti…. Papa ngewein kamu…. Papa ngentotin kamu….”
Kontol Papa Baron tambah lama tambah cepat gerakannya. Birahiku memuncak. Aku teriak-teriak histeris di dalam kamar tidurku.
”Genjot terus Papa…. entotin Yanti…. Memek Yanti sodok terus Papa…. Sampe memek Yanti robek juga gak apa-apa…….! Oooooh Ngeweeeee enaaaaaak… Papaaaaaaa”
”Papa juga enak Yanti… Memek kamu enaknya luar biasa, Nak Yanti…!”
”Ayo Papa…. nanti pejunya disemprotin ke dalam lobang memekku ya, Papa….”
”Iya Yanti… Pasti….Pasti…. Pasti Papa semprotin peju Papa ke lobang memek kamu. Biar peju Papa bercampur sama sperma kamu…. biar jadi janin bayiiiiiii”
”Iya… Papaaaaaa…. Ayo teros sodok memek Yanti Papaaaaa….. Ayo kita bikin seorang anak Papaaaaa. Oooooooooooh…. NGEWEEEEEEEEEEEEEE….”
”Yanttttttiiiiiiiiii…Papa mau ngecrotttt….”
”Iya Papa… ayo dong ngecrot di dalam memek Yanti. Yanti juga udah mau sampe nih, Papa”
”Dasar perempuan doyan ngeweeeee… perempuan doyan ngentooooot kamu Yanti….”, Kata Papa Baron ngos-ngosan.
”Biarin Papa bialng aku perempuan doyan ngewe… doyan ngentot…. yang penting ngentot itu enaaaak… Papa juga suka kan ngentotin Yanti????’
”Iya, Papa suka banget ngentot sama kamu Yanti….”
”Ayo Papa sodooooook…. terus sodok Papa…. Buntingin Yanti, Papaaaaaaa…..! Ayo bikin Yanti bunting Papaaaaa. Ayo Papa jangan ragu-ragu….”
Akhirnya kami pun samapai juga pada klimaksnya. Aku teriak sekencang2nya.
”NGEWEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE……”
Akhirnya selesailah pergamulan kami.
Tubuh Papa Baron berguling ke sisi tubuhku. Aku benar2-lemas.Begitu juga dengan Papa Baron.
Dalam hati sempat aku berpikir, hari ini aku menerima muncratan peju ke dalam lobang memekku dari dua orang laki-laki berbeda. Laki-laki pertama bernama Ruud van Kroll dan yang kedua bernama Baron van Kroll… dua orang laki-laki yang telah menebarkan pejunya dalam rahimku. Aku berpikir, bagaimana jika peju2 tersebut bercampur dengan sperma indung telurku. Pastinya akan jadilah seekor janin bayi di dalam rahimku.
Aaah aku ternyata begidik juga membayangkannya….! Tapi mudah-mudahan tidak terjadi. Soalnya aku rajin mengkonsumsi obat anti kehamilan……