Hand phone cellulerku tiba-tiba
berbunyi. Setelah ku angkat ternyata aku mendapat kabar kalau Kroll tiba-tiba
saja masuk Rumah Sakit. Menurut keterangan yang kuterima via telepon dari Baron
Van Kroll, Ayah Ruud, terpaksa dilarikan ke rumah sakit karena infeksi usus
buntu. Dan memang
sudah 2-3 hari terakhir ini Ruud mengeluh perutnya sakit.
Dengan perasaan
sedikit panik, aku bergegas menuju ke rumah sakit dimana pacarku dirawat di
rumah sakit itu.
Sesampainya di
rumah sakit, aku mendapati Ayah Ruud yaitu Baron van Kroll tengah menunggui
Ruud yang sedang dioperasi usus buntu. Baron van Kroll lelaki setengah baya,
berusia sekitar 50 tahunan terduduk gelisah di depan ruang operasi. Ia seorang
duda yg ditinggal pergi istrinya karena selingkuh dengan laki-laki lain. Ruud
van Kroll, pacarku, adalah anaknya yang diasuhnya sejak kecil hingga kini. Aku
memanggilnya dengan sebutan Papa Baron.
Wajah Papa
Baron yang lelah tampak gembira setelah ia melihat kedatanganku di rumah sakit
itu. Sekedar basa-basi aku lalu menanyakan kondisi Ruud. Papa Baron memberi
penjelasan singkat bahwa kondisi Ruud baik-baik saja.
Waktu berlalu
dengan cepat. Tanpa terasa aku dan Papa Baron, sudah menunggui hampir 4 jam di
depan ruang Operasi. Operasi usus buntu berjalan sukses. Ruud sudah siuman dan
sudah dipindahkan ke ruang perawatan untuk menjalani penyembuhan.
Waktu sudah
menunjukkan hampir jam 12 malam. Ruud sudah tertidur dengan nyenyak di ruang
perawatan. Aku lalu pamit pada Papa Baron untuk pulang.
”Mari Papa
antar kamu pulang, Yanti”, Papa Baron, Ayah Ruud, berkata padaku dengan suara
yang sangat berwibawa.
”Gak usah,
Papa, Yanti bisa pulang sendiri kok”, jawabku sungkan. Kami memang terbiasa
memangil dengan sebutan Papa padanya. Maklum, Papa Baron biar begitu adalah
Calon Mertua, dan aku sedikit banyak agak segan juga.
”Tenanglah,
Papa juga akan pulang kok, jadi bisa antar kamu sampai apartemen”
Akhirnya, aku
pulang malam itu diantar oleh Papa Baron. Sepanjang perjalanan kami hanya
terdiam. Papa Baron mengendarai mobilnya dengan tenang. Wajahnya tampak sangat
berwibawa. Meskipun usianya sudah matang, tapi masih terlihat garis-garis
ketampanannya.
Tak lama
akhirnya mobil yang dikendarai Papa Baron sampai di depan apartemenku. Aku lalu
berbasa-basi padanya ; ”Papa mampir dulu ya di apartemenku. Papa bisa menikmati
seteguk dua teguk wiskey untuk sekedar menghangatkan badan”
Papa Baron
tampak berpikir. Ia melihat arlojinya sejenak. Ia tampak ragu-ragu. Wajahnya
sepertinya hendak menolak tawaranku. Aku sedikit memaksa, “Ayolaaaah, Papa….”
“Hmmm okelah…”
Akhirnya Papa Baron setuju mampir ke dalam apartemenku.
Sesampainya di
apartemenku, Papa Baron mengambil duduk di sofa. Gerakannya tampak santai. Aku
bergerak ke belakang untuk menuangkan dua gelas scotch-wiskey.
“Aku merasa
prihatin dengan keadaan Rudtje…Mudah-mudahan dia cepat sembuh”, kata Papa Baron
tenang sambil meneguk gelas yang berisi wiskey.
Dalam tiga
puluh menit berikutnya kami berbincang dengan tentang Ruud dan kondisi
rumahnya. Papa Baron adalah seorang pekerja. Selama ini ia menghidupi dirinya
dan Ruud dengan bekerja keras.Dan tanpa terasa kami sudah menghabiskan scotch
wiskey gelas ketiganya dan aku mulai merasa agak melayang.
Mungkin karana
pengaruh alcohol yang aku konsumsi, akhirnya aku memandangi wajah papa calon
mertuaku yang tampan. Untuk pria seusianya, aku merasa betapa Papa Baron
memiliki daya tarik yang sangat besar. Postur tubuhnya sangat gagah dan tinggi
tegap dan rambutnya berombak lebat. Matanya setajam elang yang membuat orang
gentar tatkala memandangnya. Sedikit uban yang menghiasi kepalanya menjadikan
Papa Baron semakin tampak matang sekaligus seksi.
Aku menarik
nafas dalam-dalam lalu menhembuskannya dengan perlahan.. What’s the matter with
me? Ini Calon Papa Mertuaku, Papanya Ruud, dan aku membayangkan bagaimana rasanya
bersetubuh dengannya. Gila….! Aku lalu menyingkirkan pikiran itu jauh-jauh dari benakku.
Tapi sedetik
kemudian, pikiran tersebut menyergapku lagi. Aku mencoba melawan kata hatiku
untuk tidak menggoda Calon Papa Mertuaku. Aku merasakan tetekku mulai mengeras
di balik pakaianku. Aku juga merasakan selangkanganku menjadi basah oleh birahi
dan nafasku menjadi tersengal.
Tiba-tiba
timbul pikiranku untuk mengarahkan pembicaraan ke topik seputar seks. Apakah
Papa akan merasa ‘jijik’. Sejenak aku ragu-ragu. Tapi akhirnya aku beranikan
diri juga pada akhirnya.
“Papa, aku boleh nanya?”, kataku
tersendat.
”Tanya apa,
Yanti?”, kata Papa Baron melirikku sekilas.
”Papa jangan
marah ya….”
”Gak”
”Papa kan
bertahun-tahun hidup berdua dengan Rudtje. Apa gak ingin cari istri lagi”, Kataku
memberanikan diri.
Tiba-tiba, Papa
Baron menatapku tajam, ”Maksud kamu apa Yanti?”
”Eh…eh… maaf
Pa… Yanti cuma nanya aja.
”Maksud kamu,
apa selama ini Papa menyalurkan sexnya kemana?”
”Iya…iya
Papa….” Aku menjawab gugup.
”Ah… untuk urusan
itu gampanglah…”
Aku merasakan
suara jawaban Papa Baron sedikit bergetar. Dan saat aku memandang Papa Baron,
sepertinya ada tarikan nafas yg bergetar.
Aku melihat
Papa Baron menarik nafas dengan sedikit sulit karena statement terakhirnya
tadi. Alisnya
terangkat naik saat Papa Baron sekilas melirikku, lalu pandangannya menurun ke
arah pahaku. Tapi Papa Baron hanya mengangguk dan kemudian tersenyum. Hatiku
semakin mantap, lalu sedikit menggeser posisi dudukku ke dekat Papa Baron.
“Apa papa suka
jajan?” tanyanya kembali.
Papa Baron
tidak menjawab. Ia melirikku sejenak. Dari tatapan matanya aku yakin ada
yang bergelora di dalam dadanya. Lalu aku kembali melanjutkan pertanyaanku; ”Apa Papa malam ini butuh kehangatan?”
yang bergelora di dalam dadanya. Lalu aku kembali melanjutkan pertanyaanku; ”Apa Papa malam ini butuh kehangatan?”
“Aku rasa kita
tak semestinya bicarakan ini,” kata Papa Baron dengan nervous.
Untuk beberapa saat, aku tak mampu
berkata apa-apa. Aku merasa seperti sudah berkelakuan layaknya seorang wanita
murahan di hadapan calon papa mertuaku. Aku sudah mengucapkan kata-kata rayuan
untuk menggodanya.
Tiba-tiba saja
pandanganku menyapu ke arah selangkangan Papa Baron. Hampir saja aku terkejut
begitu melihat tonjolan yang terlihat menggelembung keras. Dengan cepat aku
memalingkan pandanganku dan tersenyum sendiri. Aku sadar kalau tindakanku tadi
adalah salah. Tidak seharusnya aku menggoda Papa Baron, Papa calon mertuaku
sendiri. Tapi aku tak mampu mencegahnya. Aku harus mendapatkan pria ini. lalu
merubah posisi dudukku hingga sekarang sebelah tubuhnya bersandar pada sandaran
sofa itu. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, aku mengangkat kakiku dan
menumpangkannya di pangkuan Papa Baron.
“Kakinya Yanti lembut gak, Pa?”
Kataku manja.
“Aku…Hmm… Yanti…” Papa Baron tak mampu untuk melawan kenyataan bahwa dia sudah tergoda untuk mencicipi anggur dari cawan rayuan yang aku suguhkan dari calon manantunya ini. Perlahan Papa Baron lalu menyentuh kakiku dengan kedua tangannya yang gemetar.
“Aku…Hmm… Yanti…” Papa Baron tak mampu untuk melawan kenyataan bahwa dia sudah tergoda untuk mencicipi anggur dari cawan rayuan yang aku suguhkan dari calon manantunya ini. Perlahan Papa Baron lalu menyentuh kakiku dengan kedua tangannya yang gemetar.
“Apa Papa suka
kaki Yanti?” Kataku dengan senyum menggoda
“Yes…tentu
saja…” Suarana Papa Baron terdengar rendah dan bergetar.
“Elus saja paha Yanti kalau Papa ingin mengelusnya,” perintahku lembut, mataku tertuju pada tangan Papa Baron.
“Elus saja paha Yanti kalau Papa ingin mengelusnya,” perintahku lembut, mataku tertuju pada tangan Papa Baron.
Papa Baron
menelan ludahnya dengan susah payah dan menatap mataku “Seharusnya aku tak
boleh melakukan ini, Yanti. Kamu calon isteri anakku, Rudtje.”
“Gak ada seorangpun yang akan tahu, Papa” Aku memberikan sebuah alasan dengan suara yang lembut menghanyutkan.
“Oh, Yanti”
“Gak ada seorangpun yang akan tahu, Papa” Aku memberikan sebuah alasan dengan suara yang lembut menghanyutkan.
“Oh, Yanti”
Aku memperhatikan saat tangan Papa
Baron mulai menelusuri sepanjang paha bagian dalam dengan perlahan, lalu turun
ke bawah lutut. Sebelah tangan Papa Baron terus meraba menelusuri kehalusan
paha dan kaki jenjangku, sedangkan yang sebelahnya lagi melakukan pijatan
lembut pada kakiku yang seksi. Tangan Papa Baron terasa nikmat dan bagian tabu
dari apa yang tengah mereka lakukan ini hanya semakin menaikkan kenikmatan yang
melandaku dengan hebat. Aku menyadari kalau aku sudah menggoda calon papa
mertuaku, sesuatu yang terlarang dan tak pernah aku lakukan sebelumnya.
“Papa…” Aku menunggu sesaat hingga
perhatian Papa Baron sepenuhnya terhadapku. Mata kami saling menatap. Lalu aku
melanjutkan: “Tak ada seorangpun yang boleh tahu. Ini akan menjadi rahasia kita
berdua, Papa.”
Dengan perlahan, dan mata masih
terpaku pada mata Papa Baron, Aku mulai menyingkapkan dan menanggalkan
pakaianku satu persatu. Aku melihat mata papa Baron terbelalak lebar dan seakan
ingin menelan sekujur tubuhnya yang hanya semakin membuat nafasku seakan
tercekat. Aku lalu menaikkan kaki kiriku dan menempatkanku di atas sandaran
sofa dan kaki yang sebelahnya lagi diturunkannya berpijak di atas lantai,
hingga membuat selangkanganku terpentang lebar, menjadikan memekku terpampang
jelas di hadapan Papa Baron.
Dengan suaranya yang lirih dan
bergetar aku berkata, “Papa…tadi pagi aku baru mencukur bersih memekku, Pa. Apa
Papa suka melihat memek tanpa jembut?”
Dengan suara yang bergetar dan hampir mendesis terdengar suara Papa Baron,; “I love your pussy, Yanti!”
“Eat me, Papa! Eat my pussy!”
Dengan suara yang bergetar dan hampir mendesis terdengar suara Papa Baron,; “I love your pussy, Yanti!”
“Eat me, Papa! Eat my pussy!”
Aku sudah
sepenuhnya kehilangan kendali dan akal sehatku, tersesat dalam gairahku
terhadap Papa Baron, Papa calon mertuaku sendiri. Papa Baron mulai bergeser di
antara pahaku yang terbentang lebar dan mulai menjilat pahaku. Lidahnya itu
terasa sungguh nikmat bagitu menyapu kulit lembutku, mengirimkan sebuah
sengatan listrik kecil jauh ke dalam perutku. Jemariku menyisiri rambut Papa
Baron yang berombak tebal,mengalirkan birahi murni yang terpendar dari sekujur
tubuhku.
Lidah Papa Baron meluncur dengan mudah di sepanjang belahan bibir memekku yang telah basah dan licin hiingga pada kelentitku yang sensitive. Punggungku melengkung terangkat naik dan ditekannya kepala Papa Baron hingga wajahnya semakin terbenam dalam selangkanganku. Lidah Papa Baron mulai menelusup ke dalam lubang memekku, mengisap kelentitku dan menyapu seluruh permukaan bibir memekku dengan penuh gairah. Sebuah lenguhan kecil mulai keluar dari mulutku dan aku mulai meracau ketika lidah Papa Baron dengan intensif menaikkan kenikmatannya semakin tinggi.
Aku mulai menggoyangkan pinggulku
pelan, menggosok mulut Papa Baron dengan memekku yang basah. Kepalaku terlempar
ke kanan-kiri dihantam gelombang birahi, dan bibir bawahku kugigit erat untuk
sedikit meredakan amukan itu. Ini sungguh terasa nikmat! Papa Baron yang tampan
dan seksi sedang melahap memekku! Aku tak akan merasa cukup menikmati lidahnya
yang panas!
“Oh, yes! Oh, yes! Oh, yes!”
Jeritku. “Sangat enak, Papa! Do you like eating my pussy?”
“Oh, yeah, baby!” jawab Papa Baron dalam suara parau. “I love your pussy!
“Yesssss! Jangan coba berhenti! Eat my pussy!”
“Oh, yeah, baby!” jawab Papa Baron dalam suara parau. “I love your pussy!
“Yesssss! Jangan coba berhenti! Eat my pussy!”
Hubungan aku dan Papa Baron
sebelumnya terjalin hangat dan akrab, sepatutnya terjaga kesopanan antara papa
dan calon isteri puteranya, tapi kali ini sungguh sangat berbeda. Kenyataannya
Papa Baron sedang melahap memekku dengan begitu buas yang semestinya milik
Ruud. Hal ini sangatlah tabu tapi aku sangat menyukainya. Dan berkata kotor dan
mesum pada Papa Baron hanya semakin lebih menggairahkanku.
“Sshhh!” Aku berdesis nikmat.
“You’re such a good pussy licker!”
“Kamu suka, baby? You like having me eat your pussy?”
“Yesssss! Apa Papa suka menjilati memek calon isteri putera Papa ini?”
“Oh, fuck, yes!”
“Yessssssssss! Papaaa! Make my pussy cum! Oo Papaaaaaaaa… memek Yanti enak banget Papa… Jilat terus memek Yanti Papa…. Isep terus memek Yanti , Papa…Sedot terus, Papa… Oh…Oh…Oh…”
“Kamu suka, baby? You like having me eat your pussy?”
“Yesssss! Apa Papa suka menjilati memek calon isteri putera Papa ini?”
“Oh, fuck, yes!”
“Yessssssssss! Papaaa! Make my pussy cum! Oo Papaaaaaaaa… memek Yanti enak banget Papa… Jilat terus memek Yanti Papa…. Isep terus memek Yanti , Papa…Sedot terus, Papa… Oh…Oh…Oh…”
Papa Baron menyerang memekku tanpa
ampun. Lidah dan bibirnya melahap setiap sentimeter memekku yang semakin basah
kuyup tersebut, merangsak ke dalam lubang nonokku, dan menyapu liar kelentitku
dengan seluruh nafsunya untuk menghantarkan aku semakin mendekati orgasmeku.
Pinggulku bergoyang dengan liar diiringi erangan mesum dari mulutku. “Yanti
enak, Papaaaaaaa…. Oh…Oh… Oh… memek Yanti enak banget Papa…!” Tanganku menarik
dan memilin putingku sendiri dengan kasar hingga membuatku menjeritkan suara
racauan kenikmatan. Aku sudah hampir sampai, sudah sangat dekat. Dan tiba-tiba
saja punggungku melengkung terangkat naik dari atas sofa.
“I’M CUUUUUMMMMMIIIIINNNNNGGGGG!”
jeritanku terdengar keras membahana. “EAT MY PUSSY, PAPA! EAT MEEEEEEEEEE!”
Jeritanku terlepas dari mulutku,
menebarkan kegaduhan mesum dalam ruangan ini mengiringi tubuhku yang menggeliat
dan menghentak dan menaik-turunkan pinggulku dengan liar. Memekku menggosok
mulut lapar Papa Baron dengan keras. Gerakan cepat naik turun dan mengejat dari
pinggulku membawaku menaiki gelombang orgasme yang intens dan dahsyat. Papa
Baron memegangi pinggulku, menahannya hingga akhirnya kembali rebah di atas
sofa dengan nafas tersengal dan tubuh gemetar hebat. Mataku terbelalak lebar
memandangi Papa Baron.
“I can’t believe it!” kataku
tersengal. “Belum pernah aku orgasme seperti ini sebelumnya!”
“You are one incredible young lady,” kata Papa Baron menyeringai.
“I want you to kiss me,” pintaku manja.
“Dengan senang hati,” Papa Baron tersenyum.
“You are one incredible young lady,” kata Papa Baron menyeringai.
“I want you to kiss me,” pintaku manja.
“Dengan senang hati,” Papa Baron tersenyum.
Papa Baron menarik tubuhku dengan
lembut ke dalam pelukannya kemudian menempelkan bibirnya sendiri ke bibirku
dengan erat. Segera saja mulutku membuka untuknya dan terdengar suara erangan
kenikmatan dari mulutku yang tersumpal mulut Papa Baron. Kami saling berciuman
cukup lama dan dalam, lidah kami saling mengeksplorasi mulut masing-masing
dengan gairah menggebu. Kami saling menyentuh dan meraba, dan Papa Baron
menikmati rasa dari kelembutan tubuhku dalam dekapannya.
Tanganku mulai bergerak melucuti
pakaian Papa Baron, bergerak dengan cekatan melepaskan kancing demi kancing
baju. Papa Baron menendang lepas sepatunya, melapaskan kaus kaki, melepaskan
celana panjang dan pakaian dalamnya. Akhirnya tak lama kemuidian Papa Baron
sudah tak berpakaian lagi. Kami berdua sudah sama-sama bugil.
Aku lalu
berkata manja pada Papa Baron, ”Papa, kita ngentotnya di dalam kamaraja yuk.
Kasur di dalam kamar Yanti luas dan empuk lagi”.
Papa Baron
membopongku berjalan masuk menuju kamarku yang nyaman. Kedua lenganku
melingkari leher Papa Baron tatkala ia membopong, mirip pengantin baru yang
tidak sabar mau ngewe. Tak lama aku lalu direbahkan di atas kasur. Birahiku
sudah sangat memuncak.
Aku menatap
dengan penuh gairah pada tubuh telanjang Papa Baron. Tinggi tegap dan gagah
dengan kulit Bule orang Eropa, dada bidangnya tertutupi oleh rambut yang lebat.
Mataku turun tertuju pada batang kontolnya dan dia mengerang lirih. Sebuah
batang kejantanan yang besar dan gemuk, sama seperti punya Ruud.
“Ngentotin Yanti, Papa. Yanti udah
pengen banget minta di-ewe dan di-entot oleh Papa.” desisku mengundang. “Aku
mau masukkan kontol besar Papa ke dalam memekku! Aku mau Papa ngewein Yanti.
Aku mau Papa ngentotin Yanti sampe Yanti benar-benar puas”
“Kamu yakin?”
Tanya Papa Baron memastikan.
“Ya,” jawabku
memotong. “I need you in me! Aku ingin merasakan kontol Papa menyemburkan peju
Papa di dalam rahimku dan mengisiku dengan benih dan peju Papa!”
“Oh, baby…”,
sahut Papa Baron
Papa Baron bergerak ke antara pahaku
yang terbentang lebar dan memposisikan kepala kontolnya di depan pintu masuk
lubang memekku. Dengan perlahan Papa Baron menggerakkan kepala kontolnya naik
turun di sepanjang belahan bibir memekku untuk membasahinya dan dengan matanya
yang terpaku tepat di mataku, didorongnya batang kontol Papa Baron masuk dengan
sakali hentakan yang lembut namun mantap. Nafasku tersengal dan mengerang
kenikmatan. Papa Baron segera menyambar bibirku, melumatnya dalam sebuah ciuman
yang panjang. Kakiku yang jenjang melingkari pinggang Papa Baron saat dia mulai
mengayunkan pinggangnya, melesakkan batang kontolnya keluar masuk dalam
memekku. Tanganku melingkari leher Papa Baron dan tanganku mengusap punggung
Papa Baron saat aku menerima dengan seluruh jiwa ragaku saat kontol Papa Baron
memasuki lobang memekku.
“Papa akan mengeluarkan peju Papa
dalam memek kamu, Yanti!” erang Papa Baron dengan suara parau.
“Yes! Fill me with your hot cum!”
“Papa akan bikin kamu bunting, Yanti…! Papa akan membuat seorang bayi kecil dalam perutmu!”
“Ohhhhhhhhhh!”
“Yes! Fill me with your hot cum!”
“Papa akan bikin kamu bunting, Yanti…! Papa akan membuat seorang bayi kecil dalam perutmu!”
“Ohhhhhhhhhh!”
Papa Baron tak bisa mempercayai
pendengarannya, dia sudah mengatakan pada Calon Menantu Perempuannya kalau dia
akan membuatnya bunting. Tingkah laku berselimutkan nafsu terlarang yang
dilakukannya dengan calon menantunya yang ayu ini dan statementku yang
menginginkan benih Papa Baron menaburi rahimku sungguh sangat menggairahkan.
Aku menggeram begitu merasakan kenikmatan laksana beludru yang sangat lembut
dari dinding memekku mencengkeram erat batang kontol Papa Baron yang keras.
Perasaan bersalah yang singgah dalam hatiku di awal sudah lenyap tak berbekas.
Yang ingin kulakukan saat ini hanyalah ngentot dan ngewe sepuasnya dengan
lelaki terlarang yg bernama Papa Baron.
“Papa ingin perut kamu bunting berisi bayinya Papa?” “Oh, ya!”
“I like talking dirty to you,” Aku berkata manja, semakin membakar. “I like having you fuck my pussy even more!”
“I like fucking my slutty daughter-in-law!”
“Yesssss! I want to be your slut!”
“Kamu betinaku, Yanti!” seru Papa Baron sambil menggigit bibir bawahku. “Mulai sekarang kamu akan menjadi pelacurku, kamu jadi lonteku, Yantiiiiii!”
“Oh, papaaa!” Aku mengerang “Fuck me hard with your big papa-cock! Ngeweeeeeeeeeeee Papa…. Ngentoooooot Papa…. Yanti enak banget diewe sama Papa. Kontol Papa bikin memek Yanti enak.”
Papa Baron mulai merangsek memekku
dengan cepat dan keras. Buah zakarnya menghantam pantatku setiap kali batang
kontolnya yang keras masuk jauh ke dalam memekku. Tubuhku menggelinjang oleh
gairah, kuku-kuku panjang jemari lentikku menancap erat ke dalam punggung Papa
Baron untuk membuat pinggulnya semakin terangkat naik hingga memekku semakin
menempel erat pada batang kontol Papa Baron yang mengocoknya dengan cepat dan
keras. Tubuh kami saling menggeliat dan menghentak dalam irama ngentot
bersamaan, suara erangan, lenguhan dan nafas yang tersengal beserta suara kulit
basah yang saling menampar keras seakan menjadi musik pengiring bagi kami untuk
segera menggapai puncak kenikmatan bersama.
Tak lama
berselang, Papa Baron merasakan sebuah letupan perasaan yang memberinya tanda
kalau dia akan segera orgasme. Dia memperlambat kocokannya, menahan gerakannya
untuk beberapa saat dan meresapi kenikmatan dari rasa manis memekku lebih lama
lagi. Tapi dia tak mampu mengontrol tubuhnya lebih lama lagi. Segera dia
meneruskan hentakan dan kocokan batang kontolnya ke dalam memekku dengan sebuah
dorongan yang panjang, keras dan cepat yang membuat bibirku tak berhenti
mengeluarkan erangan dan lenguhan kenikmatan.
“Papa akan segera keluar, I’m gonna
cum, baby!”
“Yes! Cum in me! Yanti ingin merasakan peju Papa menyembur dalam memek Yanti, buat Yanti bunting, Papa! Ayo buntingin Yanti Papa…. Oh Papa…. Buntingin Yanti….! NGEWEEEEEEEEEEEEEE….” Aku teriak dan menjerit sekeras-kerasnya, tak perduli tetangga apartemenku mendengarnya.
“Yes! Cum in me! Yanti ingin merasakan peju Papa menyembur dalam memek Yanti, buat Yanti bunting, Papa! Ayo buntingin Yanti Papa…. Oh Papa…. Buntingin Yanti….! NGEWEEEEEEEEEEEEEE….” Aku teriak dan menjerit sekeras-kerasnya, tak perduli tetangga apartemenku mendengarnya.
Papa Baron memberikan dua kali
dorongan lagi ke dalam memekku yang basah, lalu batang kontolnya mengejat keras
begitu menyemburkan sebuah ledakan.
”Yantiiiii ooh
Yantiiii… peju Papa mau muncraaaaaaaaaat”
”Iya,
Papaaaa…muncratin aja… muncratin aja di dalam memek Yanti. Bikin Yanti jadi
bunting Papa…! Buntingin Yanti, Papa ooooh”, Sekali lagi aku berteriak
sekeras-kerasnya. Bahkan terdengar sperti orang menjerit histeris.
”Iya
Yantiiiii..memek kamu enak banget, nak. Peju Papa muncrat campur sama lendir
memek kamu. Biar pejunya bercampur terus kamu bunting Yanti…”
“Iya Papa…
terus entotin Yanti… ewe-in Yanti Papa….Ooooooooh”
Papa Baron
akhirnya menggeram, keras dan dalam, saat dia memuntahkan sperma ke dalam
memekku. Papa Baron menarik kontolnya keluar, kemudian melesakkannya masuk kembali dan
menahannya beberapa saat, lalu mencabutnya lagi dan melesakkannya masuk
kembali. Aku menjerit sekencang-kencangnya dan merapatkan memekku pada Papa
Baron begitu orgasmeku sendiri mulai menggulungku.
Sekujur tubuh
Papa Baron tergetar oleh birahi dan nafsu akibat orgasme yang melandanya dan
aku memberikan beberapa kali hentakan demi hentakan yang keras dan dalam lagi
sebelum akhirnya tubuh Papa Baron rubuh di atas tubuhku.
Kami berbaring dengan nafas masih
memburu cepat, lengan dan kaki kami saling terkait, mata kami terbuka dan bibir
kami saling melumat. Papa Baron berguling ke samping dan merengkuhku ke dalam
pelukannya.
”Apa Papa
capek?”, aku bertanya pada Papa Baron sambil mendekapnya.
”Istirahat dulu
10 menit ya,nak”
”Oke, Papa”
Waktu lalu
berjalan normal kembali. Detik demi detik berlalu. Kontol Papa Baron tampak
layu sebentar. Aku memandanginya dengan perasaan takjub. Aku pegang kontol Papa
Baron. Aku elus-elus dengan belaian lembut.
”Papa…”, kataku
perlahan
”Ada apa,
Yanti?” Jawab Papa Baron
”Kontol Papa
masih perkasa. Kontol Papa
bikin Yanti pengen ngewe terus”
”Kamu puas
ngewe sama Papa, Yanti?”
”Yanti sangat
puas, Papa”
”Mau lagi?”
”Papa masih
sanggup?”
Papa Baron
tidak menjawab. Ia cuma tersenyum. Tanganku kini aktif mengocok-ngocok kontol
Papa Baron. Lama-lama kontol itu tegak perkasa kembali.
”Ngewe lagi ya,
Pa…”
”Iya, Nak
Yanti….”
”Kalo ngewe,
Papa juga harus imbangin Yanti dong”
”Imbangin
bagaimana?”
”Mengimbangi
dengan ngomong yang vulgar, ngomong yang jorok, dan teriak-teriak supaya Yanti
tambah merangsang”
”Oke”, kata
Papa Baron.
”Posisi Yanti
di atas ya, Papa”
Tanpa meminta
persetujuan, aku kemudian bergerak menaiki tubuh Papa Baron yang terlentang.
Kontolnya tegak berdiri perkasa bagai mercusuar. Posisi ngentot di atas adalah
posisi ngentot kesukaanku.
Aku lalu meraih
kontol Papa Baron untuk aku masukkan ke dalam lobang memekku. Setelah seluruh
kontol Papa Baron masuk, aku mulai begerak maju-mundur.
“Oh Papa….
ngewe Papa… Ngentot Papa…”
“Iya Yanti….”
Jawab Papa Baron.
“Ngomong yang
jorok dan vulgar donk, Papa”
”Iya…iya…
Yanti…. Memek kamu nyedot-nyedot kontol Papa, sayang…”
”Ooh Papa…
Ngeweeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee Papaaaa…. Yanti enak banget Papa”
”Yanti…oooh…
Kamu perempuan bangsaaaaaaaat…. kamu perempuan jalang. Papa ngentotin kamu….
biar kamu kelojotan…. biar kamu mati keenakan karena Papa ngewein kamu… Dasar
perempuan buas… dasar perempuan doyan kontol.”
”Iya Papa…. gak apa-apa
Yanti di-ewe dan di-entotin sama Papa. Gak apa-apa Yanti dibilang perempuan
Bangsat… gak apa-apa Yanti dibilang perempuan jalan. Yang penting memek Yanti
dientot sm kontolnya Papa….! Aduuuuuh Papa…. Yanti enak banget Papaaaaaa….!
Entotin terus…ewein teruuuuusssss…. Oh…oh…oh”
“Yantiii,
sperma Papa udah mulai diujung…. bentar lagi mau ngcerot… nih…”
”Iya, papa….
Yanti bentar lagi juga mau nyampe”
”Kita ngecret
bareng-bareng ya, Nak Yanti”
”Iya…
Papa…Iya…”
”Papa mau
buntingin kamu…. Papa mau
hamilin kamu Yantiiiii”
”Iya Papa….
buntingin Yanti..Papaaaaaa….! Terus entot Yanti sampe Yanti bunting Papa.
Sampei peju papa campur sama peju Yanti. Ayo Papa…. ngecret di dalam lobang
memek Yanti, Papa…. Ooooooooh….! Bangsaaaaaaat… ngewe enaaaaak”
”Ayo Yantiiiiii
Papa buntingiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiin kamuuuuuuuuu”
”Iya
Papaaaaaaaaaa…. ayo ngecret Papa…. buntingin Yanti….Bareng ya ngecretnya. Biar
peju kita bercampur di dalam lobang memek Yantiiiiii”
Aku lalu
berteriak sekerasnya. Orgasmeku mencapai puncak yang paling tinggi.
”Papaaaaaaaaaaaa….
Kamu bangsat….. Kamu bajingan, Papaaaaa….! Memek Yanti enak banget, Papa…! Kontol
Papa bikin memek Yanti enak banget”
”Iya Yanti,
Papa juga sudah sampe nih… Kamu lonteeeee…. Kamu pelacur Yanti….Oh…Oh…Oh….
Yantiiiiiiiiii ”
Akhirnya aku
ambruk di dada Papa Baron. Aku lemas, Papa Baron pun demkian. Tapi kontol Papa
Baron masih berada di dalam memekku. Peju kami bercampur jadi satu.
Gawat, kalau
memang demikian, bisa-bisa aku jadi ”bunting” beneran nih….
Sebuah perasaan
emosional berdengung dalam kepalaku dan sekejap aku menyadari kalau kini
memiliki dua orang lelaki dalam hidupku. Benar atau salah, aku tahu kalau aku
menginginkan keduanya, anak dan orang tua ini dalam hidupku, untuk mencintai
dan menyayangi sepenuh hatiku…..
Sudah hampir sebulan sejak operasi
usus buntu, Ruudtje kini ia sudah sehat sama sekali. Tawa dan candanya sudah
mengisi kembali hari-hari kehidupanku. Bahkan aku dan Rudtjepun sudah
berkali-kali menumpahkan hasrat kami berdua, melampiaskan permainan sex kami
yang penas dan membara. Hari-hari yang begitu indah mengisi kehidupanku.
Selepas kuliah sore hari, Ruudtje
mengantar pulang ke apartmenku. Seperti biasa, kami masuk ke ruangan. Ruudtje
langsung menghidupkan laptopnya di ruangan tengah dan membuka internet,
sementara aku bergegas ke dalam kamar untuk mengganti pakaianku dengan pakaian
rumah yang santai.
Setelah berganti pakaian, aku lalu keluar
kamar dan berjalan menuju dapur. Aku masih sempat melihat aktifitas Ruudtje
yang sedang membuka situs berisi gambar-gambar dan film porno.
Sesampainya di dapur, aku lalu
mencuci piring di wastafel. Selang 15 menit kemudian akupun juga memberesi peralatan
makan yang terletak di atas meja makan. Pada saat aku memberesi meja makan, tiba-tiba saja aku
terkejut. Tubuhku didekap dengan erat dari arah belakang. Siapa lagi yang
melakukan itu kalau bukan Ruudtje tentunya. Rupanya selama aku mencuci piring,
Ruudtje terangsang dengan film dan gambar-gambar porno dari internet yang tadi
dibukanya.
”Ooh Ruudtje….”
”Yantiiiii…
kamu merangsang sekali, honey”
Tangan Ruudtje
langsung meremas ke dua tetekku dan menciumi tengkukku dari arah belakang. Aku
menggelinjang, geli bercampur rasa birahi ikut memuncak.
Bibir Ruudtje
menciumi tengkukku lalu bergerak perlahan ke belakang telingaku dan membisikkan
kata-kata lembut ; ”I love you, honey”
Dengan nafas
tersengal, aku menjawab diiringi desah bercampur rintihan : ”I love you too,
Ruudtje”
Tangan Ruudtje
terus meremas-remas tetekku. Gerakannya makin menjadi-jadi. Aku semakin
terbakar api birahi. Aku makin mendesah-desah. Pentil tetekku mengeras.
Tangan Ruudtje
lalu meloloskan pakaianku. Pakaian itu langsung melorot ke lantai. Saat itu aku
tidak memakai bra dan cd. Jadi ketika pakaianku terlepas, langsung saja tetek
dan memekku terpampang jelas.
Ruudtje lalu
mendudukkan tubuhku yang sudah bugil di atas meja makan. Tangannya dengan
trampil dan cekatan menyibak lobang memekku. Aku terduduk di atas pinggiran
meja makan sambil mengangkangkan kakiku agar Ruudtje dengan mudah mempermainkan
dan menggarap nonok dan itilku. Aku terduduk sambil mendesah-desah nikmat; ”Ooh
Ruudtje, memekku enak, honey..!”
Ruudtje dengan
lidahnya mulai menjilati memekku. Jilatannya sangat rakus dan buas. Tanganku
mengusap-usap rambut kepalanya yang menelusup di antara selangkanganku.
Tatkala
birahiku memuncak, tiba-tiba saja Ruudtje menghentikan jilatannya di memekku. Aku heran dan
berkata dengan merengek ; ”Please Honey, jangan berhentiiiiii….”
”Sebentar,
sayangku….”, Sehabis berkata itu, Ruudtje lalu bergerak ke arah mini bar. Ia mengambil
sebotol Red Wine dari dalam rak di dalam mini bar itu. Tak lama ia kembali
berjalan menghampiriku yang masih terduduk di pinggiran meja makan.
Tubuhku lalu
direbahkan di atas meja makan. Kedua kakiku otomatis mengangkang, sehingga
tampak jelas memekku terbuka menantang. Tangan Ruudtje lalu menuangkan Wine di
tangannya di atas memekku. Dalam sekejap, memekku basah oleh lelehan cairan
Wine. Lalu dengan rakus, Ruudtje menjilati memekku yang sudah basah oleh Wine.
Ya, itulah yang dinamakan ”Memek rasa wine”.
”Ooh, Ruudtje…
terus…terus jilatin memekku, sayangku…. Memekku enak banget dijilatin kayak gitu…” Aku mulai menceracau
dan seperti biasa kalau ngewe suka berteriak-teriak.
”Yes, Yanti…
Memek kamu juga
seenak rasa winenya. Ooh… memek rasa wine…”
Aku sudah
benar-benar tak tahan. Lebih dari 10 menit Ruudtje memporak-porandakan memekku.
Aku sudah begitu tinggi dilanda gejolak birahi yang tak tertahankan lagi.
Akhirnya aku berkata kepada Ruudtje kalo aku minta langsung dientot dan diewe
saja.
”Ruudtje
sayangku, aku sudah gak tahan lagi. Memekku sudah nagih minta diewe sama kontol
kamu, sayang. Memekku sudah pengen banget minta dientot, sayangku. Ayo dong
Ruudtje, ewein nonok aku. Entotin memek aku…”
”Iya my Honey…
Yes…” Ruudtje lalu melepaskan seluruh pakaiannya dengan cepat. Dalam sekejap
saja, tubuhnya sudah bugil. Kontolnya sudah ngaceng dan tegak perkasa bagai
mercusuar.
Ruudtje lalu
naik ke atas meja makan, di mana aku sudah sejak tadi terlentang. Akhirnya aku
dan Ruudtje ngewe di atas meja makan.
Ruudtje
menindih badanku. Kontolnya lalu perlahan-lahan bergerak masuk ke dalam lobang
memekku. Setelah masuk, kontol Ruudtje secara konstan bergerak keluar masuk.
Di sinilah,
seperti biasa aku mulai meracau kalau ngewe. Kebiasaanku berteriak itu susah
dihilangkan.
”Ayo Ruudtje…
ayo ngentoooooot….. ayo ngeweeeeeeeeeeee…Oooooh sayangku…. aku enak banget
diewein sama kamu. Ayo terus…terus entotin aku…. Ooooo”
”Yes…yes…yes…”
Ruudtje mengimbangi teriakanku.
”Ooh… memekku
enak bangeeeeet… terus Ruudtje… terus…”
”Yesssss,
Honeeeey”
Aku
menggelepar-gelepar. Kontol Ruudtje terus menerus menyodok nonokku tanpa henti.
”Bangsaaaaaaaaaat kau Ruudtje…. kenapa ngentot sama kamu kok enak bangeeeet?”
”Yes, honey…”
Jawab Ruudtje masih terus menggenjot memekku.
”Genjot terus
Ruudtje…Bikin aku bunting Ruudtje dengan kontol kamu, sayang. Buntingin aku
dengan air peju kamu, honey”
”Okey” Jawabnya
ngos-ngosan.
Kedua tanganku
lalu meraih wajahnya. Aku tatap wajah Ruudtje, aku pandangi dengan tatapan mata
yang tajam melotot, aku berkata dengan keras dan berteriak : ”Ruudtje, bangsat
kamu…! Kamu memang bajingan…. Ayo cepat buntingin aku….hamili aku…. bikin anak
di dalam rahimku. Ayo buntingin aku…. Buntingiiiiin aku pokoknya…. ngecrotnya
harus di dalam lobang memekku….”
Ruudtje
memandangiku tak kalah melototnya. Ia tatap mataku dan berkata dengan suara
berteriak pula ; ”Dasar perempuan lonte kamu, Yanti….! Aku pasti bikin kamu
bunting, bangsat. Dasar perempuan doyan ngentot…. perempuan doyan ngeweeeee….”
”Iya….iya… aku
perempuan doyan ngewe… emangnya kenapa? Ngewe itu enak bangsat…” Kataku tak
kalah teriaknya.
Kontol Ruudtje
terus menyodok-nyodok memekku. Aku makin menggelepar-gelepar. Sepertinya nafsuku sudah
mencapai ujung. Mendaki puncak paling tertinggi. Akhirnya aku berteriak panjang
dan sekeras-kerasnya, memecahkan seisi ruangan dapur itu, bahkan mungkin
terdengar oleh tetangga-tetangga yang tinggal satu apartemen denganku.
”NGEWEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE……”
Rudtje
meninpali pula jeritanku : ’FUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUCK”….
”Buntingiiiiiiiin
aku Ruudtje….
Buntingiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiin….! Ayo
semprot memek aku dengan peju kamu. Campurin peju kamu dan sperma aku. Jadikan
anak di dalam kandunganku. Jadikan anak….jadikan anak…. ayo bikin
anaaaaak…..Ayo kita bikin seorang anak bayi”
”Yesss Yanti….”
Ooh
Ngentooooooot….ngentoooooot…. ngentooooot…. aku sampe honey….. aku
sampeeeeeeee….. Bangsaaaaaat dientot kamu enak banget….”
Tak lama,
Ruudtje dan akupun mencapai klimaks secara bersamaan. Kontol Ruudtje
mengejat-ngejat, lalu menyemburkan paju di dalam lobang memekku. Begitupun juga
aku. Sperma di dalam memeku juga ikut muncrat, bercampur dengan peju Ruudtje.
Sekilas dalam
bathinku sempat terpikir ; ”Bagaimana kalau memang benar-benar peju kami yang
bercampur itu menjadi janin seorang bayi di dalam rahimku?”…. Aaah… aku tak
ingin berpikir terlalu jauh. Yang penting, itulah nikmatnya ngentot pada saat
mau orgasme. Kadang itu adalah luapan emosi sesaat yang belum tentu aku juga
menginginkan seorang anak bayi dalam kehidupanku. Teriakan ”Ayo buntingin aku”
itu hanyalah sebuah teriakan tak bermakna apa-apa. Teriakan emosional sesaat
yang tak dapat dipertanggungjawabkan. Just is fun aja dalam kegiatanku ngewe
dengan Ruudtje.
Ruudtje ambruk
di atas badanku. Tubuh kami
sama-sama tergeletak bugil di atas meja makan.
Lima menit
kemudian, Ruudtje bangkit dari atas meja makan. Dan pada saat itu pula
tiba-tiba handphonenya berdering di ruang depan dekat laptopnya yang masih
menyala. Dengan
telanjang bulat, Ruudtje berjalan mengambil Hpnya.
Selama Ruudtje
bertelepon, aku bangkit dari meja makan. Aku memungut pakaianku yang tergeletak
di lantai. Dan pada saat itu, Ruudtje muncul kembali. Ia bilang dapat telepon
dari dosen pembimbingnya untuk tugas kuliah. Ia bilang harus sampai di tempat
dosennya dalam dua jam ke depan. Aku menjawab, oke saja. Toh aku tak bisa
melarang Ruudtje untuk melakukan aktifitasnya.
Setelah kami
mandi bersama-sama, tentunya selama kami mandi, terjadi lagi kami ngentot ronde
kedua. Dan tentu saja
meluncur kembali kata-kata vulgar dari mulut kami berdua yaitu “Ngewe… ngentot,
buntingin aku dan lain-lain”
Selang satu jam
kemudian, Ruudtje sudah rapi berpakaian kembali. Ia membawa tas yang berisi
laptop miliknya. Aku mengantar kepergian Ruudtje sampai di depan pintu.
Kini aku
sendiri lagi di dalam apartemenku. Aku melangkah letih menuju kamar tidurku. Waktu tengah
menunjukkan pukul 8.10 malam. Aku berbaring di atas ranjang springbedku sambil
membaca buku. Mungkin karena letih, akhirnya aku tertidur dengan buku yang tadi
sempat kubaca baru beberapa halaman.
Mataku
tiba-tiba terbuka. Aku mengucek-ngucek mataku karena aku mendengar suara bel
apartemenku berbunyi terus menerus. Aku sempat melihat jam di dinding. Waktu
sudah menunjukkan pukul 10.05 malam. Aduuuh…. ternyata aku tanpa sadar sudah
tertidur sekitar 2 jam di kamarku. Aku terbangun karena bel berbunyi
terus-menerus.
Dengan langkah
malas dan gontai, aku berjalan keluar kamar. Langkahku menuju ke ruang depan
untuk membukakan pintu dan sekaligus ingin tahu siapa yang datang. Aku berpikir
mungkin Ruudtje yang datang kembali. Soalnya mungkin saja ia sudah selesai
bertemu dengan dosen pembimbingnya, lalu kembali datang ke apartemenku untuk
menginap.
Pintu kubuka.
Aku sedikit terkejut, karena di hadapanku ternyata sudah berdiri Papa Baron,
Papanya Ruudtje.
”Oh Papa”,
kataku sedikit kaget.
Papa Baron
tersenyum sambil mengangkat tangannya ke atas dan memperlihatkan bungkusan yang
berisi makanan.
”Kamu pasti
sangat lapar kan?”, kata Papa Baron.
”Kok Papa tau?”
”Iyalah… sejam
yang lalu Ruudtje menelpon Papa. Dia minta tolong supaya Papa belikan kamu makanan. Kata
Ruudtje kamu pasti kelaparan dan belum makan”
”Iya, Papa…
terima kasih….”
Aku lalu
mempersilakan Papa Baron masuk ke dalam apartemenku. Ia duduk di sofa,
sementara aku menerima bungkusan yang berisi makanan fastfood, 2 buah burger
berukuran big.
”Sorry, Papa
tadinya mau belikan kamu Chinesse Food, tapi restorannya sudah tutup.
Malam-malam gini restoran banyak yang sudah tutup. Akhirnya Papa beli makanan
yang cepat aja”
”Makasih Papa…
Papa baik sekali”
Aku melahap
burger yang dibelikan oleh calon Papa Mertuaku.
”Ruudtje
bilang, dia masih bertemu dengan dosen pembimbingnya. Mungkin gak bisa datang
ke sini lagi, katanya. Dan Papa disuruhnya membelikan makanan karena katanya dia yakin kamu pasti
belum makan malam”
”Makasih Papa”,
aku menjawab sambil mengunyah burger. Dan dalam sekejap saja, burger pertama
langsung habis kusantap yang memang pada kenyataannya aku memang sungguh lapar.
Setelah aku
menghabiskan burger pertama, Papa Baron bangkit dari duduknya. Ia tersenyum dan
berkata ; ”Papa pergi dulu ya, nak Yanti”
”Lho kok Papa
cepat-cepat mau pergi?”, Aku kaget.
”Papa masih ada
urusan”, jawab Papa Baron ringan.
Aku langsung
meraih tangannya untuk mengajaknya duduk kembali. ”Tunggu sebentar dong Papa…
Please… jangan pergi dulu Papa… Pleaseeee….!”, kataku memohon.
Papa Baron
akhirnya mengurungkan niatnya untuk pergi. Ia akhirnya duduk kembali di sofa.
“Papa minum
wine dulu ya….”, Tanpa minta persetujuannya, aku bangkit dan berjalan menuju
dapur. Wine yang tadidipakai oleh Ruudtje untuk menjilati memekku aku ambil.
Tak lama aku berjalan kembali ke ruang depan sambil membawa botol wine dan 2
buah gelas.
Aku menuangkan
wine ke 2 buah gelas. Aku sodorkan segelas kepada Papa Baron.
”Cheers…”,
Kataku
”Cheers..”,
Sambut Papa baron
Kami melakukan
toast, lalu minum wine bersama-sama.
Gelas
pertama berhasil masuk ke kerongkonganku. Aku dan Papa Baron berbincang akrab.
Banyak hal yang kami bicarakan sambiil diselingi dengan gelas wine yang kedua….
dilanjutkan dengan gelas ketiga, dilanjutkan lagi dengan gelas keempat, gelas
kelima dan sampailah pada gelas keenam.
Setengah jam
berlalu. Wajahku tampak memerah karena kadar alcohol wine menyengat dan
menghangatkan tubuhku. Begitu juga dengan wajah Papa Baron.
”Papa…..” Aku
berkata tersendat
”Ya, Nak
Yanti….”
”Papa masih
pengen buru-buru pergi?”
”Memangnya
kenapa?”, Jawab Papa Baron memandangku.
”Ah nggak…. Yanti
cuma….cuma mau…”
”Mau apa,
Nak?”
“Mau minta
tolong Papa”
“Tolong
apa?”
“Tolong
gendongin Yanti ke kamar. Soalnya Yanti gak kuat berdiri dan berjalan lagi.
Sepertinya Yanti minum wine-nya kebanyakan Papa”
Papa Baron
akhirnya berdiri. Aku yakin Papa Baron pun sebenarnya juga sempoyongan karena
pengaruh Wine. Papa Baron meraih tanganku, merengkuhku dan memapahku berjalan.
Aku merangkul leher Papa Baron tanpa sungkan lagi.
Papa Baron
membimbingku masuk ke dalam kamar tidurku. Sesampainya di kamar, tubuhku dan
tubuh Papa Baron terhempas bersama-sama di atas springbed. Tubuhku menindih
tubuh Papa Baron. Enrtah kenapa, tiba-tiba saja ada yang bergejolak dalam
tubuhku. Rasanya aku menginginkan sesuatu yang lebih dari Papa Baron. Aku
berkata pelan.
”Papa, Yanti
boleh minta tolong lagi, Papa?”
”Tolong apa
lagi, Nak Yanti?”, jawab Papa Baron dengan nafas yang mulai terasa tidak
teratur.
”Hmm… Yanti….
Yanti… pengen pegang kontol Papa boleh?”
”Hmm…”
Tanpa menunggu
jawaban lebih lanjut, tanganku meremas kontol Papa Baron yang masih dilapisi
celana.
Terdengar desah
nafas Papa Baron setelah kontolnya kuremas. Kontol Papa Baron terasa mengeras.
Perlahan-lahan, aku mulai membuka kancing celana, menurunkan retsluiting dan
memelorotkan celana. CD papa Baron pun aku pelorotkan. Kontolnya tegak
mengacung ke atas. Aku kemudian membuka seluruh pakaian Papa Baron yang
ternyata diam saja ketika semua pakaiannya aku lucuti sampai ia benar-benar
bugil.
Akupun lalu
melepaskan seluruh pakaianku. Dan tak lama kami sudah sama-sama bugil di atas
springbed di dalam kamar tidurku.
”Yanti mau
ngentot, Papa…! Papa mau kan Yanti entot. Papa berbaring aja. Biar yanti yang aktif
di atas ya, Papa. Yanti mau ngewe-in Papa….! Yanti mau ngentotin Papa. Yanti
mau kasih Papa enak”
”Iya, Yanti….
tapi….tapi…”
”Tapi apa,
Papa?”
”Kamu kan
pacarnya Ruudtje, anakku….! Gak pantas dong….”
”Ah pantas aja
Papa. Asalkan rahasia ini kita jaga berdua. Papa mau kan Yanti entotin…. Yanti
ewein?”
”Hmm…”
Aku menggumuli
tubuh bugil Papa Baron. Aku tindih dia, aku kangkangi dia. Kontolnya yang
tegak berdiri aku masukkan ke dalam lobang memekku.
“Ooooooh…
Papaaaaa…. Kontol Papa ternyata enak banget…”
Dengan irama
yang konstan aku memaju-mundurkan pantatku. Aku seperti menaiki kuda jantan yang
liar. Kontol Papa Baron yang mengacung tegak aku entot. Aku keluar-masukkan
kontolnya ke dalam lobang memekku. Kontol Papa Baron ambles ke dalam lobang
nonokku.
”Oooooh
Papaaaa….. ngeweeeeeee….ngentooooooot….”
Aku semakin
lebih cepat mengerakkan pantatku maju mudnur….
Seperti biasa,
aku mulai berteriak-teriak.
“Papaaaaa.
Ngentooooot Papaaaaaaa…. Yanti enak banget…. memek Yanti enaaaaak…! Papaaaaaaa
oooh Papaaaaaa… kontol Papa enaaaaak…”
Aku terkejut.
Tiba-tiba saja, Papa Baron menggerakkan badannya ke atas, lalu mendorong
tubuhku sampai nyaris terjengkang ke belakang. Aku jatuh terlentang ke
belakang. Papa Baron bangkit, lalu ia bergerak untuk menindih tubuhku.
”Yantiiii….
kamu lonte jalang…. Kamu perempuan doyan ngentot… doyan ngewe…. doyan
kontol….Ayo kita tuntaskan….”
”Iya Papa…. ayo
kita tuntaskaaaaaan…”
Papa Baron lalu
memasukkan kontolnya ke dalam lobang memekku. Posisiku sekarang berada di bawah. Papa
Baron menggenjot memekku dari atas.
”Oooh Papaaaaa.
Ngentoooooooottttt…..! Ayo Papa Ngeweeee….”
”Iya Yanti….
Papa ngewein kamu…. Papa ngentotin kamu….”
Kontol Papa
Baron tambah lama tambah cepat gerakannya. Birahiku memuncak. Aku teriak-teriak
histeris di dalam kamar tidurku.
”Genjot terus
Papa…. entotin Yanti…. Memek Yanti sodok terus Papa…. Sampe memek Yanti robek
juga gak apa-apa…….! Oooooh Ngeweeeee enaaaaaak… Papaaaaaaa”
”Papa juga enak
Yanti… Memek kamu enaknya luar biasa, Nak Yanti…!”
”Ayo Papa….
nanti pejunya disemprotin ke dalam lobang memekku ya, Papa….”
”Iya Yanti…
Pasti….Pasti…. Pasti Papa semprotin peju Papa ke lobang memek kamu. Biar peju
Papa bercampur sama sperma kamu…. biar jadi janin bayiiiiiii”
”Iya…
Papaaaaaa…. Ayo teros sodok memek Yanti Papaaaaa….. Ayo kita bikin seorang anak
Papaaaaa. Oooooooooooh…. NGEWEEEEEEEEEEEEEE….”
”Yanttttttiiiiiiiiii…Papa
mau ngecrotttt….”
”Iya Papa… ayo
dong ngecrot di dalam memek Yanti. Yanti juga udah mau sampe nih, Papa”
”Dasar
perempuan doyan ngeweeeee… perempuan doyan ngentooooot kamu Yanti….”, Kata Papa
Baron ngos-ngosan.
”Biarin Papa
bialng aku perempuan doyan ngewe… doyan ngentot…. yang penting ngentot itu enaaaak… Papa
juga suka kan ngentotin Yanti????’
”Iya, Papa suka
banget ngentot sama kamu Yanti….”
”Ayo Papa
sodooooook…. terus sodok Papa…. Buntingin Yanti, Papaaaaaaa…..! Ayo bikin Yanti
bunting Papaaaaa. Ayo Papa jangan ragu-ragu….”
Akhirnya kami
pun samapai juga pada klimaksnya. Aku teriak sekencang2nya.
”NGEWEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE……”
Akhirnya
selesailah pergamulan kami.
Tubuh Papa
Baron berguling ke sisi tubuhku. Aku benar2-lemas.Begitu juga dengan Papa Baron.
Dalam hati
sempat aku berpikir, hari ini aku menerima muncratan peju ke dalam lobang
memekku dari dua orang laki-laki berbeda. Laki-laki pertama bernama Ruud van
Kroll dan yang kedua bernama Baron van Kroll… dua orang laki-laki yang telah
menebarkan pejunya dalam rahimku. Aku berpikir, bagaimana jika peju2 tersebut
bercampur dengan sperma indung telurku. Pastinya akan jadilah seekor janin bayi
di dalam rahimku.
Aaah aku
ternyata begidik juga membayangkannya….! Tapi mudah-mudahan tidak terjadi.
Soalnya aku rajin mengkonsumsi obat anti kehamilan……