Kejadiannya ketika aku sdh berkeluarga dan sudah memiliki 1 anak umur +2
thn, usiaku kala itu 30 thn. Kami baru pindah ke sebuah kompleks perumahan di
kota S yg masih sangat baru. Belum banyak penghuni yg menempatinya, malahan di
gang rumahku (yg terdiri dari 12 rumah) baru 2 rumah yg ditempati, yaitu
rumahku dan rumah Pras. Pras juga sudah beristri, namanya Alina, tapi biasa
dipanggil Lina. Mereka belum punya anak sekalipun sudah menikah lebih dari 2
thn. Rumah Pras hanya berjarak 2 rumah dari rumahku. Karena tidak ada tetangga
yang lain, kami jadi cepat sekali akrab. Aku dan Pras jadi seperti sahabat
lama, kebetulan kami seumuran dan hobi kami sama, catur. Lina, yang berumur 26
thn, juga sangat dekat dgn istriku, Winda. Mereka hampir tiap hari saling
curhat tentang apa saja, dan soal seks juga sering mereka perbincangkan. Biasa
mereka berbincang di teras depan rumahku kalau sore sambil Winda menyuapi Aria,
anak kami. Mereka sama sekali tidak tahu kalau aku sering "menguping"
rumpian mereka dari kamarku. Aku jadi banyak tahu tentang kehidupan seks Lina
dan suaminya. Intinya Lina kurang "happy" soal urusan ranjang ini dgn
Pras. Bukannya Pras ada kelainan, tapi dia senangnya tembak langsung tanpa
pemanasan dahulu, sangat konservatif tanpa variasi dan sangat egois. Begitu
sudah ejakulasi ya sudah, dia tidak peduli dgn istrinya lagi. Sehingga Lina
sangat jarang mencapai kepuasan dgn Pras. Sebaliknya istriku cerita ke Lina
kalau dia sangat "happy" dgn kehidupan seksnya. Dan memang, sekalipun
aku bukan termasuk "pejantan tangguh", tapi aku hampir selalu bisa
memberikan kepuasan kepada istriku. Mereka saling berbagi cerita dan kadang
sangat mendetail malah. Sering Lina secara terbuka menyatakan iri pada istriku
dan hanya ditanggapi dgn tawa ter-kekeh2 oleh Winda. Wajah Lina cukup cantik,
sekalipun tidak secantik istriku memang, tapi bodinya sungguh sempurna, padat
berisi. Kulitnya yang putih juga sangat mulus. Dan dalam berpakaian Lina
termasuk wanita yang "berani" sekalipun masih dalam batas2 kesopanan.
Sering aku secara tak sadar menelan ludah mengaggumi tubuh Lina, diluar tahu
istriku tentu saja. Sayang sekali tubuh yang demikian menggiurkan jarang
mendapat siraman kepuasan seksual, sering aku berpikiran kotor begitu. Tapi
semuanya masih bisa aku tangkal dgn akal sehatku. Jum'at petang itu kebetulan
aku sendirian di rumah. Winda, dan Aria tentu saja, paginya pulang ke rumah
orangtuanya di M, karena hari Minggunya adik bungsunya menikah. Rencananya
Sabtu pagi akan akan menyusul ke M. Kesepian di rumah sendirian, setelah mandi
aku melangkahkan kaki ke rumah Pras. Maksud hati ingin mengajak dia main catur,
seperti yang sering kami lakukan kalau tidak ada kegiatan. Rumah Pras sepi2
saja. Aku hampir mengurungkan niatku untuk mengetuk pintu, karena aku pikir
mereka sedang pergi. Tapi lamat2 aku dengar ada suara TV. Aku ketuk pintu
sambil memanggil "Pras .. Pras," Beberapa saat kemudian terdengar
suara gerendel dan pintu terbuka. Aku sempat termangu sepersekian detik. Di
depanku berdiri sesosok perempuan cantik tanpa make-up dgn rambut yang masih
basah tergerai sebahu. Dia mengenakan daster batik mini warna hijau tua dgn
belahan dada rendah, tanpa lengan yang memeperlihatkan pundak dan lengan yang
putih dan sangat mulus. "Eh .. Mas Benny. Masuk Mas," sapaan ramah
Lina menyadarkan aku bahwa yang membukakan pintu adalah Lina. Sungguh aku belum
pernah melihat Lina secantik ini. Biasanya rambutnya selalu diikat dengan ikat
rambut, tak pernah dibiarkan tergerai seperti ini. "Nnng a Pras mana
Lin?" "Wah Mas Pras luar kota Mas." "Tumben Lin dia tugas
luar kota. Kapan pulang?" "Iya Mas, kebetulan ada acara promosi di Y,
jadi dia harus ikut, sampai Minggu baru pulang. Mas Benny ada perlu ama Mas
Pras?" "Enggak kok, cuman pengin ngajak catur aja. Lagi kesepian nih,
Winda ama Aria ke M." "Wah kalo cuman main catur ama Lina aja
Mas." Sebetulnya aku sudah ingin menolak dan balik kanan pulang ke rumah.
Tapi entah bisikan darimana yang membuat aku berani mengatakan: "Emang
Lina bisa catur?" "Eit jangan menghina Mas, biar Lina cewek belum
tentu kalah lho ama Mas." kata Lina sambil tersenyum yang menambah manis
wajahnya. "Ya bolehlah, aku pengin menjajal Lina," kataku dgn nada
agak nakal. Lagi2 Lina tersenyum menjawab godaanku. Dia membuka pintu lebih
lebar dan mempersilahkan aku duduk di kursi tamu. "Sebentar ya Mas, Lina
ambil minuman. Mas susun dulu caturnya." Lina melenggang ke ruang tengah.
Aku semakin leluasa memperhatikannya dari belakang. Kain daster yang longgar
itu ternyata tak mampu memnyembunyikan lekuk tubuh Lina yang begitu padat.
Goyangan kedua puncak pantatnya yg berisi tampak jelas ketika Lina melangkah.
Mataku terus melekat sampai Lina menghilang di pintu dapur. Buru2 aku ambil
catur dari rak pajangan dan aku susun di atas meja tamu. Pas ketika aku selesai
menyusun biji catur, Lina melangkah sambil membawa baki yang berisi 2 cangkir
teh dan sepiring kacang goreng kegemaran aku dan Pras kalau lagi main catur.
Ketika Lina membungkuk meletakkan baki di meja, mau tak mau belahan dada
dasterya terbuka dan menyingkap dua bukit payudara yang putih dan sangat padat.
Darahku berdesir kencang, ternyata Lina tidak memakai bra! Tampaknya Lina tak
sadar kalau sudah "mentraktir" aku dgn pemandangan yang menggiurkan
itu. Dgn wajar di duduk di kursi sofa di seberang meja. "Siapa jalan
duluan Mas?" "Lina kan putih, ya jalan duluan dong," kataku
sambil masih ber-debar2. Beberapa saat kami mulai asik menggerakkan buah catur.
Ternyata memang benar, Lina cukup menguasai permaian ini. Beberapa kali langkah
Lina membuat aku harus berpikir keras. Lina pun tampakya kerepotan dgn
langkah2ku. Beberapa kali dia tampak memutar otak. Tanpa sadar kadang2 dia
membungkuk di atas meja yg rendah itu dgn kedua tangannya bertumpu di pinggir
meja. Posisi ini tentu saja membuat belahan dasternya terbuka lebar dan kedua
payudaranya yang aduhai itu menjadi santapan empuk kedua mataku. Konsentrasiku
mulai buyar. Satu dua kali dalam posisi seperti itu Lina mengerling kepadaku
dan memergoki aku sedang menikmati buah dadanya. Entah memang dia begitu tenggelam
dalam berpikir atau memang sengaja, dia sama sekali tidak mencoba menutup
dasternya dgn tangannya, seperti layaknya reaksi seorang wanita dalam kondisi
ini. Aku semakin berani menjelajah sekitar wilayah dadanya dengan sapuan
pandanganku. Aku betul2 terpesona, sehingga permaian caturku jadi kacau dan dgn
mudah ditaklukkan oleh Lina. "Cckk cckk cckk Lina memang hebat, aku ngaku
kalah deh." "Ah dasar Mas aja yang ngalah dan nggak serius mainnya.
Konsentrasi dong Mas," jawab Lina sambil tersenyum menggoda. "Ayo
main lagi, Lina belum puas nih." Ada sedikit nada genit di suara Lina.
Kami main lagi, tapi kali ini aku mencoba lebih konsentrasi. Permainan berjalan
lbh seru, sehingga suatu saat ketika sedang berpikir, tanpa sengaja tanganku
menjatuhkan biji catur yg sudah "mati" ke lantai. Dengan mata masih
menatap papan catur aku mencoba mengambil biji catur tsb dari lantai dgn tangan
kananku. Rupa2nya Lina juga melakukan hal yg sama, sehingga tanpa sengaja
tangan kami saling bersenggolan di lantai. Entah siapa yang memulainya, tapi
kami saling meremas lembut jari tangan di sisi meja sambil masih duduk di kursi
masing2. Aku melihat ke arah Lina, dia masih dalam posisi duduk membungkuk tapi
matanya terpejam. Jari2 tangan kirinya masih terus meremas jari tangan kananku.
Aku menjulurkan kepalaku dan mencium dahi Lina dgn sangat mesra. Dia sedikit
terperanjat dengan "langkah"ku ini, tapi hanya sepersekian detik
saja. Matanya masih memejam dan bibirnya yg padat sedikit terbuka dan melenguh
pelan, "oooohhh a" Aku tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku kulum
lembut bibir Lina dengan bibirku, dia menyambutnya dgn mengulum balik bibirku
sambil tangan kanannya melingkar di belakang leherku. Kami saling berciuman dgn
posisi duduk berseberangan dibatasi oleh meja. Kulumam bibir Lina ke bibirku
berubah menjadi lumatan. Bibirku disedot pelan, dan lidahnya mulai menyeberang
ke mulutku. Aku pun menyambutnya dgn permainan lidahku. Merasa tidak nyaman
dalam posisi ini, dgn sangat terpaksa aku lepaskan ciuman Lina. Aku bangkit
berdiri, berjalan mengitari meja dan duduk di sisi kiri Lina. Belum sedetik aku
duduk Lina sudah memeluk aku dan bibirnya yg kelihatan jadi lebih sensual
kembali melumat kedua bibirku. Lidahnya terus menjelajah seluruh isi mulutku
sepanjang yg bisa dia lakukan. Aku pun tak mau kalah bereaksi. Harus aku akui
bahwa aku belum pernah berciuman begini "hot", bahkan dgn istriku
sekalipun. Rasanya seumur hidup kami berciuman begini, sampai akhirnya Lina
agak mengendorkan "serangan"nya. Kesempatan itu aku gunakan untuk
mengubah arah seranganku. Aku ciumi sisi kiri leher Lina yang putih jenjang
merangsang itu. Rintih kegelian yg keluar dari mulut Lina dan bau sabun yg
harum semakin memompa semangatku. Ciumanku aku geser ke belakang telinga Lina,
sambil sesekali menggigit lembut cuping telinganya. Lina semakin menggelinjang
penuh kegelian bercampur kenikmatan. "Aaaahhhh a aaaahhhhh," rintihan
pelan yang keluar dari mulut Lina yang terbuka lebar seakan musik nan merdu di
telingaku. Lengan kananku kemudian aku rangkulkan ke lehar Lina. Tangan kananku
mulai menelusup di balik dasternya dan merayap pelan menuju puncak buah dada
Lina yg sebelah kanan. Wow a payudara Lina, yang sedari tadi aku nikmati dgn
sapuan mataku, ternyata sangat padat. Bentuknya sempurna, ukurannya cukup besar
karena tanganku tak mampu mengangkup seluruhnya. Jari2ku mulai menari di
sekitar puting susu Lina yang sudah tegak menantang. Dengan ibu jari dan
telunjukku aku pelintir lembut puting yang mungil itu. Lina kembali
menggelinjang kegelian, namun tanpa reaksi penolakan sedikitpun. Dia menolehkan
wajahnya ke kiri, dgn mata yang masih terpejam dia melumat bibirku. Kami
kembali berciuman dgn panasnya sambil tanganku terus bergerilya di payudara
kanannya. Reaksi kenikmatan Lina dia salurkan melalui ciuman yg semakin ganas
dan sesekali gigitan lembut di bibirku. Tangan kiriku aku gerakkan ke paha kiri
Lina. Darahku semakin mengalir deras ketika aku rasakan kelembutan kulit paha
mulus Lina. Lambat namun pasti, usapan tanganku aku arahkan semakin keatas
mendekati pangkal pahanya. Ketika jariku mulai menyentuh celana dalam Lina di
sekitar bukit kemaluannya, aku menghentikan gerakanku. Tangan kiriku aku
kembali turunkan, aku usap lembut pahanya mulai dari atas lutut. Gerakan ini
aku ulang beberapa kali sambil tangan kananku masih memelintir puting kanan
Lina dan mulut kami masih saling berpagutan. Ciuman Lina semakin mengganas
pertanda dia mengharapkan lebih dari gerakan tangan kiriku. Aku pun mulai
meraba bukit kemaluannya yang masih terbalut celana dalam itu. Entah hanya perasaanku
atau memang demikian, aku rasakan denyut lembut dari alat kemaluan Lina. Dengan
jari tengah tangan kiriku, aku tekan pelan tepat di tengah bukit nan empuk itu.
Denyutan itu semakin terasa. Aku juga rasakan kehangatan disana. "Aaahh a
Mas Ben a aahhh .. iya .. iya," Lina melenguh sambil sedikit meronta dan
kedua tangannnya menyingkap daster mininya serta menurunkan celana dalamnya
sampai ke lututnya. Serta merta mataku bisa menatap leluasa kemaluan Lina.
Bukitnya menyembul indah, bulu2nya cukup tebal sekalipun tidak panjang
bergerombol hanya di bagian atas. Di antara kedua gundukan daging mulus itu
terlihat celah sempit yang kentara sekali berwarna merah kecoklatan. Sedetik
dua detik aku sempat terpana dengan pemandangan indah yg terhampar di depan
mataku ini. Kemudian jari2 tangan kiriku mulai membelai semak2 yg terasa sangat
lembut itu. Betul2 lembut bulu2 Lina, aku tak pernah mambayangkan ada bulu
pubis selembut ini, hampir selembut rambut bayi. Lina mereaksi belaianku dengan
menciumi leher dan telinga kananku. Kedua tangannya semakin erat memeluk aku.
Tangan kananku dari tadi tak berhenti me-remas2 buah dada Lina yang sangat
berisi itu. Jari2ku mulai mengusap lembut bukit kemaluan Lina yang sangat halus
itu. Perlahan aku sisipkan jari tengah kiriku di celah sempit itu. Aku rasakan
sediit lembab dan agak berlendir. Aku menyusup lebih dalam lagi sampai aku
menemukan klitoris Lina yg sangat mungil dengan ujung jariku. Dgn gerakan
memutar lembut aku usap benda kecil yang nikmat itu. "Ahhhh a iya a Mas ..
Ben a ahhhh .. ahhhh." Jari tengahku aku tekan sedikit lebih kuat ke
klitoris Lina, sambil aku gosokkan naik turun. Lina meresponsnya dengan membuka
lebar kedua pahanyan, namun gerakannya terhalang celana dalam yg masih
bertengger di kedua lututnya. Sejenak aku hentikan gosokan jariku, aku gunakan
tangan kiriku untuk menurunkan benda yang menghalangi gerakan Lina itu. Lina
membantu dgn mengangkat kaki kirinya sehingga celana dalamnya terlepas dari
kaki kirinya. Sekarang benda itu hanya menggantung di lutut kanan Lina dan
gerankan Lina sudah tak terhalang lagi. Dgn leluasa Lina membuka lebar kedua
pahanya. Dari sudut pandang yang sangat sempit aku masih bisa mengintip bibir
kemaluan Lina yang begitu tebal merangsang, hampir sama tebal dan sensualnya
dgn bibir atas Lina yang masih menciumi leherku. Jariku sekarang leluasa
menjelajah seluruh kemaluan Lina yang sudah sangat licin berlendir itu. Aku
gosok2 klitoris Lina dgn lebih kuat sambil sesekali mengusap ujung liang
kenikmatannya dan aku gesek keatas kearah klitorisnya. Aku tahu ini bagian yang
sangat sensitif dari tubuh wanita, tak terkecuali wanita molek yg di sampingku
ini. Lina menggelinjang semakin hebat. "Aaaaaahhhhh a. Mas .. Mas a..
ahhhhh .. terus a ahhhhh," pintanya sambil merintih. Intensitas gosokanku
semakin aku tingkatkan. Aku mulai mengorek bagian luar lubang senggama Lina.
"Iya a ahhh a iya .. Mas .. Mas .. Mas Ben." Lina sudah lupa apa yang
harus dia lakukan. Dia hanya tergolek bersandar di sofa yang empuk itu.
Kepalanya terdongak kebelakang, matanya tertutup rapat. Mulutnya terbuka lebar
sambil tak henti mengeluarkan erangan penuh kenikmatan. Tangannya terkulai
lemas di samping tubuhnya tak lagi memelukku. Tangan kananku pun sudah berhenti
bekerja karena merangkul erat Lina agar dia tidak melorot ke bawah. Daster Lina
sudah terbuka sampai ke perutnya, menyingkap kulit yang sangat putih mulus tak
bercacat. Celana dalam Lina masih menggantung di lutut kanannya. Pahanya
menganngkang maksimal. Jariku masih menari-nari di seluruh bagian luar kemaluan
Lina, yang semakin aku pandang semakin indah itu. Aku sengaja belum nenyentuh
bagian dalam lubang surganya. Kepala Lina sekarang meng-geleng2 kiri kanan dgn
liarnya. Rambut basahnya yang sudah mulai kering tergerai acak2an, malah
menambah keayuan wajah Lina. "Mas a Mas a. ahhhhh a. enak a. ahhhh nggak
tahaaann .. ahhhh." Aku tahu Lina sudah hampir mencapai puncak kenikmatan
birahinya. Dengan lembut aku mulai tusukkan jari tengahku ke dalam lubang
vaginanya yg sudah sangat basah itu. Aku sorongkan sampai seluruh jariku
tertelan lubang Lina yang cukup sempit itu. Aku tarik perlahan sambil sedikit
aku bengkokkan keatas sehingga ujung jariku menggesek lembut dinding atas
vagina Lina. Gerakan ini aku lakukan berulang kali, masuk lurus keluar bengkok,
masuk lurus keluar bengkok, begitu seterusnya. Tak sampai 10 kali gerakan ini,
Tiba2 Tubuh Lina menjadi kaku, kedua tangannnya mencengkeram erat pinggiran
sofa. Kepalanya semakin mendongak kebelakang. Mulutnya terbuka lebar. Gerakanku
aku percepat dan aku tekan lebih dalam lagi.
"Aaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhh." Lina melenguh dalam satu tarikan nafas
yang panjang. Tubuhnya sedikit menggigil. Aku bisa merasakan jari tanganku
makin terjepit kontraksi otot vagina Lina, dan bersaman dgn itu aku rasakan
kehangatan cairan yg menyiram jariku. Lina telah mencapai orgasmenya. Aku tidak
menghentikan gerakan jariku, hanya sedikit mengurangi kecepatannya. Tubuh Lina
masih menggigil dan menegang. Mulutnya terbuka tapi tak ada suara yg keluar
sepatahpun, hanya hembusan nafas kuat dan pendek2 yg dia keluarkan lewat
mulutnya. Kondisi demikian berlangsung selama beberapa saat. Kemudian tubuh
Lina berangsur melemas, aku pun memperlambat gerakan jariku sampai akhirnya dgn
sangat perlahan aku cabut dari liang kenikmatan Lina. Mata Lina masih terpejam
rapat, bibirnya masih sedikit ternganga. Dgn lembut dan pelan aku dekatkan
bibirku ke mulut Lina. Aku cium mesra bibirnya yang sangat sensual itu. Lina
pun menyambut dgn tak kalah mesranya. Kami berciuman bak sepasang kekasih yg
saling jatuh cinta. Agak berbeda dgn ciuman yg menggelora seperti sebelumnya.
"Nikmat Lin?" Dgn lembut aku berbisik di telinga Lina. "Mas Ben
a ah a Lina blm pernah merasakan kenikmatan seperti tadi .. sungguh Mas. Mas
Ben sangat pinter a Makasih Mas a Winda sungguh beruntung punya suami
Mas." "Aku yg beruntung Lin, bisa memberi kepuasan kepada wanita
secantik dan semulus kamu." "Ah Mas Ben bisa aja a Lina jadi
malu." Seluruh kejadian tadi sekalipun terasa sangat lama, tapi aku tahu
sesungguhnay tak lebih dari 5 menit. Oh, ternyata Lina wanita yang cepat
mencapai orgasme, asal tahu bagaimana caranya. Sungguh tolol dan egois Pras
kalau sampai tidak bisa memuaskan istrinya ini. Aku berpikir dalam hati. Lina
kemudian sadar akan kondisinya saat itu. Dasternya awut2an, kemaluannya masih
terbuka lebar, dan celana dalamnya tersangkut di lutunya. Dia segera duduk
tegak, menurunkan dasternya sehingga menutup pangkal pahanya. Gerakan yang sia2
sebetulnya karena aku sudah melihat segalanya. Akhirnya dia bangkit berdiri.
"Lina mau cuci dulu Mas." "Aku ikut dong Lin, ntar aku
cuciin," aku menggodanya. "Ihhh Mas Ben genit." Sambil berkata
demikian dia menggamit tanganku dan menarikku ka kamarnya. Aku tahu ada kamar
mandi kecil disana, sama persis seperti rumahku. Sampai di kamar Lina aku berkata:
"Aku copot pakaianku dulu ya Lin, biar nggak basah." Lina tdk berkata
apa2 tetapi mendekati aku dan membantu melepas kancing celanaku semantara aku
melepaskan kaosku. Aku lepaskan juga celanaku dan aku hanya memakai celana
dalam saja. Lina melirik ke arah celana dalamku, atau lebih tepatnya ke arah
benjolan berbentuk batang yg ada di balik celana dalamku. Aku maju selangkah
dan mengangkat ujung bawah daster Lina sampai keatas dan Lina mengangkat kedua
tangannya sehingga dasternya mudah terlepas. Baru sekarang aku bisa melihat dgn
jelas tubuh mulus Lina. Sungguh tubuh wanita yang sempurna, semuanya begitu
indah dan proporsional, jauh melampaui khayalanku sebelumnya. Payudara yang
dari tadi hanya aku intip dan raba sekarang terpampang dgn jelas di hadapanku.
Bentuknya bundar kencang, cukup besar, tapi masih proporsional dgn ukuran tubuh
Lina yg sexy itu. Putingnya sangat kecil bila dibanding ukuran bukit buah
dadanya sendiri. Warna putingnya coklat agak tua, sungguh kontras dgn warna
kulit Lina yg begitu putih. Perut Lina sungguh kecil dan rata, tak tampak
sedikitpun timbunan lemak disana. Pinggulnya sungguh indah dan pantatnya sangat
sexy, padat dan sangat mulus. Pahanya sangat mulus dan padat, betisnya tidak
terlampau besar dan pergelangan kakinya sangat kecil. Rupa2 Lina sadar kalau
aku sedang mengagumi tubuhnya. Dgn agak malu2 di berkata: "Mas curang a
Lina udah telanjang tapi Mas belum buka celana dalamnya." Tanpa menunggu
reaksiku, Lina maju selangkah, agak membungkuk dan memelorotkan celana dalamku.
Aku membantunya dgn melangkah keluar dari celana ku. Tongkat kejantananku yg
sedari tadi sudah berdiri tegak langsung menyentak seperti mainan badut keluar
dari kotaknya. Kami berdua berdiri berhadapan sambil bertelanjang bulat saling
memandangi. Tak tahan aku hanya melihat tubuh molek Lina, aku maju langusng aku
peluk erat tubuh Lina. Kulit tubuhku langsung bersentuhan dgn kulit halus tubuh
Lina tanpa sehelai benangpun yang menghalangi. "Kamu cantik dan seksi
sekali Lin." "Ah Mas Ben ngeledek aja." "Bener kok
Lin." Sambil berkata demikian aku rangkul Lina lalu aku bimbing masuk ke
kamar mandi. Aku semprotkan sedikit air dgn shower ke kemauluan Lina yg masih
berlendir itu. Kemudian tangan kananku aku lumuri dgn sabun, aku peluk Lina
dari belakang dan aku sabuni seluruh kemaluan Lina dgn lembut. Rupanya Lina
suka dgn apa yg aku lakukan, dia merapatkan punggungnya ke tubuhku sehingga
penisku menempel rapat ke pantatnya. Dgn gerakan lambat dan teratur aku
menggosok selangkangan Lina dgn sabun. Lina mengimbanginya dgn mengggerakkan
pinggulnya seirama dgn gerakanku. Gesekan tubuhku dgn kulit halus mulus Lina
seakan membawaku ke puncak surga dunia. Akhirnya selesai juga aku membantu Lina
mencuci selangkangannya dan mengeringkan diri dgn handuk. Sambil saling rangkul
kami kembali ke kamar dan berbaring bersisian di tempat tidur. Kami saling
berpelukan dan berciuman penuh kemesraan. Aku raba seluruh permukaan tubuh
mulus Lina, betul2 halus dan sempurna. Lina pun beraksi mengelus batang
kejantananku yang semakin menegang itu. Aku ingin memberikan Lina kepuasan
sebanyak mungkin malam ini. Aku ingin Lina merasakan kenikmatan yang belum
pernah dia rasakan sebelumnya dgn seorang pria. Dan aku merasa sangat beruntung
bisa melakukan itu krn, dari cerita Lina ke Winda, aku tahu tak ada pria lain
yg pernah menyentuhnya kecuali Pras, dan sekarang aku. Tubuh telanjang Lina aku
telentangkan, kemudian aku melorot mendekati kakinya. Aku mulai menciumi
betisnya, perlahan keatas ke pahanya yang mulus. Aku nikmati betul setiap inci
kulit paha mulus dan halusnya dgn sapuan bibir dan lidahku. Akhirnya mulutku
mulai mendekati pangkal pahanya. "Ahhhhh Mas Ben a. ah .. jangan .. nanti
Lina nggak tahan lagi .. ah." Sekalipun mulutnya berkata
"jangan" namun Lina justru membuka kedua pahanya semakin lebar seakan
menyambut baik serangan mulutku itu. "Nikmati saja Lin a. aku akan
memberikan apa yg tdk pernah diberikan Pras padamu." Aku meneruskan
jilatan dan ciumanku ke daerah selangkangan Lina yg sudah menganga lebar. Aku
lihat jelas bibir vaginanya yg begitu tebal dan sensual. Perlahan aku katupkan
kedua bibirku ke bibir bawah Lina. Sambil "berciuman" aku julurkan
lidahku mengorek ujung liang senggama Lina yg merangsang dan wangi itu.
"Ahhhh a. Mas Ben a aaaaahhh .. please .. please." Begitu mudahnya
kata2 Lina berubah dari "jangan" menjadi "please". Bibirku
aku geser sedikit keatas sehingga menyentuh klitorisnya yg berwarna pink itu.
Perlahan aku julurkan lidahku dan aku menjilatinya ber-kali2. Sekarang Lina
bereaksi tepat seperti yang aku duga. Dia membuka selangkangannya semakin lebar
dan menekuk lututnya serta mengangkat pantatnya. Aku segera memegang pantatnya
sambil me-remas2nya. Lidahku semakin leluasa menari di klitoris Lina.
"Aaaaaahhhhhh a. enak Mas a. enak a. ahhhh .. iya a. ahhhh ahhhhh."
Hanya itu yang keluar dari mulut Lina menggambarkan apa yg sedang dia rasakan
saat ini. Aku semakin meningkatkan kegiatan mulutku, aku katupkan kedua bibirku
ke klitoris Lina yg begitu mungil, Aku sedot lambat2 benda sebesar kacang hijau
itu. "Maaaaasss a. nggak tahaaaan a ahhhhh .. Maassss." Dari
pengalamanku tadi memasturbasi Lina dgn jari aku tahu pertahanan Lina tinggal
setipis kertas. Lalu aku rubah taktik ku. Aku lepaskan tangan kananku dari
pantat Lina, kemudian jari tengahku kembali beraksi menggosok klitorisnya.
Lidahku aku julurkan mengorek seluruh lubang kenikmatan Lina sejauh yg aku
bisa. Sungguh luar biasa respon Lina. Tubuhnya menegang membuat pantat dan
selangkangannya semakin terangkat, kedua tangannya mencengkeram kain sprei.
"AAAaaaaahhhhh a maaaaaaaaaaaaaassssssss." Bersamaan dgn erangan Lina
aku rasakan ada cairan hangat dan agak asin yg keluar dari liang vaginanya dan
langsung membasahi lidahku. Aku julurkan lidahku semakin dalam dan semakin
banyak cairan yg bisa aku rasakan. Tiba2 Lina memberontak, segera menarik aku
mendekatinya. Tangan kananku dia pegang dan sentuhkan ke kemaluannya. Sambil
matanya masih terpejam, dia memeluk aku dan langsung mencium bibirku yang masih
belepotan dgn lendir kenikmatannya. Aku tahu apa yg dia mau. Aku biarkan bibir
dan lidahnya menari di mulutku menyapu semua sisa lendir yg ada disana. Jari
tanganku aku benamkan kedalam vaginanya dan aku gerakkan masuk keluar dgn
cepat. Tubuh Lina kembali menggigil dan vaginanya mengeluarkan cairan lagi.
Rupanya itu adalah sisa orgasmenya. Kami masih berciuman sampai tubuh Lina
mulai melemas. perlahan aku angkat tangan kananku dari selangkangannya, aku
peluk dia dgn lembut. Bibirku perlahan aku lepaskan dari cengkeraman mulut
Lina. Tubuh Lina tergolek lemah seakan tanpa tulang. Matanya sedikit terbuka
menatap mesra ke arahku. Bibirnya sedikit menyungging senyum penuh kepuasan.
"Mas a. itu tadi luar biasa Mas a Lina belum pernah digituin a Mas Ben
hebat .. makasih Mas a Lina hutang banyak ama Mas Ben." "Lin aku juga
sangat senang kok bisa membuat Lina puas seperti itu." Sambil aku kecup
lembut keningnya. Mata Lina berbinar penuh rasa terima kasih. Aku merasakan
kenikmatan bathin yg luar biasa saat itu. Kami berbaring telentang bersebelahan
untuk beberapa saat. Penisku masih tegang berdiri, tapi aku tidak hiraukan
karena nanti pasti akan dapat giliran juga. Lina bangkit dari tempat tidur dan
berjalan ke kamar mandi. Kali ini aku biarkan di membersihkan dirinya sendiri.
Aku tetap berbaring sambil mengenangkan keindahan yg baru aku alami. Tak berapa
lama Lina sudah kembali dan dia langsung berbaring di sampingku. Matanya
menatap lekat ke penisku seakan dia baru sadar ada benda itu disana. "Mas
Ben pengin diapain?" Lina bertanya manja. "Terserah kamu Lin,
biasanya ama Pras gimana dong?" Aku coba memancing "Biasa ya langsung
dimasukin aja Mas. Lina jarang puas ama dia." "Oh a terus Lina
penginnya gimana?" "Ya kayak ama Mas Ben tadi, Lina puas banget. a
Lina pengin cium punya Mas Ben boleh nggak?" "Emang Lina belum
pernah?" "Belum Mas," agak jengah dia menjawab, "Mas Pras
nggak pernah mau." "Ya silahkan kalau Lina mau." Tanpa menunggu
komando Lina segera merangkak mengarahkan kepalanya mendekati selangkanganku.
Dia pegang batang penisku, dia mengamati dari dekat sambil sedikit melakukan
gerakan mengocok. Sangat kaku dan canggung. "Ayo Lin ,, aku ngak apa2 kok.
Kalau Lina suka, lakuin apa yg Lina mau." Dgn penuh keraguan Lina
mendekatkan mulutnya ke kepala penisku. Pelan2 dia buka bibirnya dan memasukkan
helmku kedalam mulutnya. Hanya sampai sebatas leher kemudian dia sedot
perlahan. Dia tetap melakukan itu untuk beberapa saat tanpa perubahan. Tentu
saja aku tidak bisa merasakan sensasi yg seharusnya. Rupanya dia benar2 belum
pernah melakukan oral ke penis lelaki. Dgn lembut aku pegang tangan kiri Lina.
Aku genggam jemarinya yg lentik dan aku tarik mendekat ke mulutku. Aku pegang
telunjuknya kemudian aku masukkan ke dalam mulutku. Aku gerakkan masuk keluar
dgn lambat sambil sesekali aku jilat dgn lidahku saat jari lentiknya masih
dalam mulutku. Lina segera paham bahwa aku sedang memberi "bimbingan"
bagaimana seharusnya yg dia lakukan. Tanpa ragu dia mempraktekkan apa yg aku
lakukan dgn jarinya. Batang penisku dimasukkan kedalam mulutnya, kemudian
kepalanya di-angguk2kan sehingga senjataku tergesek keluar masuk mulutnya yg
sensual itu. Sekalipun masih agak canggung tapi aku mulai bisa merasakan
"pelayanan" yg diberikan Lina kepadaku. Semakin lama dia semakin
tenang dan tdk kaku lagi. Kadang dia mainkan lidahnya di sekeliling kepala
penisku dalam mulutnya. Wow .. dlm sekejap Lina sudah mulai ahli dalam oral
sex. Sepertinya Lina sendiri mulai bisa merasakan sensasi dari apa yg dia
lakukan dgn mulut dan lidahnya. Dia mulai berani bereksperiman. Kadang dia
keluarkan penisku dari mulutnya, menciumi batangnya kemudian memasukkannya
kembali. Sesekali dia hanya menghisap kepalanya sambil mengocok batang
kemaluanku. Aku mulai merasakan rangsangan dan ikut menikmati permainan mulut
Lina. "Gimana Lin rasanya?" "Masa Lina merasakan rangsangan yg
luar biasa, Penisnya Mas enak .. Lina suka." Aku bangkit berdiri di atas
kasur sambil bersandar di dinding kepala ranjang. Lina langsung tahu harus
bagaimana. Dia duduk bersimpuh di hadapanku dan kembali menghisap penisku.
Kepalanya tetap digerakkan maju mundur. Dan sekarang dia menemukan cara baru.
dia menjepit batang penisku diantara kedua bibirnya yg terkatup. Kemudian dia
meng-angguk2kan kepalanya. Wow a sungguh Lina cepat belajar dalam hal beginian.
Batang dan kepala penisku dia gesek degn bibir tebalnya yg terkatup. Aku
membantu dia dengan menggerakkan pantatku maju mundur. "Ohhh Lin a.
mulutmu enak sekali a terus Lin." "Mas Ben suka? Winda sering ya
giniin Mas Ben?" "Iya Lin a tapi aku lebih suka kamu a bibirmu seksi
sekali .. ooohhh Lin .. Winda juga suka .. isep bolaku dan jilati semuanya Lin
.. ohhh." Lina rupanya nggak mau kalah, dia segera melepaskan batang
penisku dari mulutnya dan mulai menjilati dan menghisap bola kembarku.
Tangannya sambil mengocok batang kelakianku. Oh sungguh nikmat. Aku belai rambut
Lina dan aku usap kepalanya. Lina suka sekali dan dia masih terus menggerayangi
seluruh selangkanganku dgn lidahnya. Rasanya sungguh nikmat. Kemudian kami
berganti posisi. Aku kembali tidur telentang dan Lina aku minta merangkak
diatasku dengan posisi kepala terbalik. Kami di posisi 69 dan ini adalah salah
satu favoritku. Lina sekarang sudah cukup mahir dalam oral sex. Dia segera
mengulum batang penisku, aku pun mulai menjilati baginanya. Dengan posisi ini
liang kenikmatan Lina sangat terbuka dihadapanku dan aku lebih leluasa
menikmati dgn bibir dan lidahku. Aku jilat dan hisap klitoris Lina yg sudah
menantang dan jariku mengorek liang senggamanya. Sesekali aku cuimi bibir
vaginanya yang begitu merangsang. Lina pun tak mau kalah, dia melakukan segala
cara yg dia tahu terhadap tongkat kejantananku. Dia mainkan pakai lidah, dia
kocok sambil dia hisap, dia mainkan kepala penisku mengitari kedua bibirnya.
Sungguh nikmat sekali. Tak terlalu lama aku mulai merasakan bahwa Lina sudah
tdk bisa menahan lagi, Pantatnya mulai bergoyang limbung kegelian, namun aku
menjilati terus klitorisnya sambil jariku me-nusuk2 liang kenikmatannya.
Akhirnya Lina sampai juga di puncak nikmatnya. Tubuhnya menegang, gerakan
anggukan kepalanya sambil menghisap penisku semakin menggila. Tubuhnya
gemetaran tapi dia tetap tak rela melepas penisku dari mulutnya. Aku semakin
giat mencium klitorisnya dan mengorek vaginanya dgn jariku. Tubuh Lina tiba2
mematung dan aku rasakan cairan hangat meleleh keluar dari liang senggamanya.
Aku langsung menutup lubang vagina Lina dgn mulutku dan membiarkan cairan
kenikmatannya membasahi lidahku. Rasanya asin tapi sama sekali tidak amis
sehingga aku tak ragu menelan cairan itu sampai tandas. Kemudian perlahan aku
mulai lagi menciumi dan menjilati seluruh permukaan vagina Lina. Otot Lina
sudah agak mengendur juga. Dia mulai lagi melakukan segala eksperimen dgn mulut
dan lidahnya ke penisku. Kami mulai lagi dari awal. Perlahan namun pasti, Lina
mulai mendaki lagi puncak kenikmatan birahinya. Aku tangkupkan kedua tanganku
ke bukit pantat Lina dan mulai membelai dan meremas lembut. Lina menanggapinya
dgn sedotan panjang di penisku. Lidahku kembali menelusuri segala penjuru
selangkangan Lina. Beberapa saat kemudian aku mulai merasakan tubuh Lina
kembali gemetaran. Aku cium bibir bawahnya dan aku sorongkan lidahku sedalam
munggkin ke dalam guanya yg merangsang. Aku juga mulai merasa kalau
pertahananku mulai goyah dan bendunganku akan segera ambrol. Lina mempercepat
gerakan kepalanya dan akupun menghisap makin kuat vaginanya. Aku sudah tak kuat
menahan amarah spermaku dan a "Croooottsss crooots croots." Lahar
hangatku menyembur didalam mulut Lina. Untuk sedetik Lina agak kaget tapi dia
cepat tanggap. Dia segera mempercepat gerakan kepalanya sambil menelan seluruh
air maniku. "Croots .. croots." Sisa maniku kembali menyembur, dan
kali ini Lina menyambutnya dgn hisapan kuat di penisku, seakan ingin menyedot
apa yg masih tersisa didalam sana. Aku merasakan nikmat yg luar biasa. Ekspresi
kenikmatan ini aku lampiaskan dengan semakin gila menjilati dan menyedot vagina
Lina. Rupanya Lina juga sudah hampir mancapai klimaksnya. Belaian lidahku di
mulut vaginanya membuat puncak itu semakin cepat tercapai. Akhirnya sekali lagi
tubuh Lina menegang dan cairan hangat kembali meleleh dari kawahnya. Lidahku
kembali menerima siraman lendir kenikmatan itu yg segera aku telan. Beberapa
saat kemudian, dgn enggan Lina bangkit dan berbaring telentang disampingku.
Penisku, walaupun masih berdiri, tapi sudah tidak setegak tadi. Lina memelukku
dgn manja dan kami berciuman dgn mesra. "Lin a gimana? .. puas? a sorry
tadi aku nggak tahan keluar di mulut kamu." "Lina puas sekali Mas ..
sampai dua kali gitu lho a. Lina suka sperma Mas Ben a asin2 gimana gitu.
Kapan2 boleh minta lagi dong Mas," Lina mulai keluar kenesnya. "Boleh
aja Lin ,,, asal disisain buat Winda .. hehehe," Lina mencubit genit
lenganku. "Ihhh a Mas Ben a paling bisa deh a emang Mas sering gaya gituan
dgn Winda?" Aku tahu Winda juga sering bercerita soal kegiatan sex kami ke
Lina jadi aku yakin Lina sudah tahu juga. "Enggak lah a ini baru pertama
dgn kamu Lin." "Ah Mas bohong .. Winda kan sering cerita ke Lina,
katanya Mas Ben pinter ngeseks. Makanya diam2 Lina pengin main ama Mas."
"Udah kesampian kan keinginanmu Lin." "Iya sih a tapi Mas jangan
marah ya a Lina sering bayangin kita main bertiga dgn Winda .. Mas mau
nggak?" Kaget juga kau mendengar keinginan Lina ini. Jujur saja aku juga
sering berfantasi membayangkan alangkah nikmatnya bercinta dgn Winda dan Lina
sekaligus. Tapi tentu saja aku tak pernah berani ngomong dgn Winda. Bisa pecah
Perang Dunia III, lagi pula itu kan hanya fantasi liar saja. "Mau sih Lin
.. tapi kan nggak mungkin a Winda pasti marah besar." "Iya ya a Winda
kan orangnya agak alim." Kami terus berbincang hal2 demikian sampai kira2
10 menit. Kemudian dgn malas kami ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Di
kamar mandi kami saling menyabuni dan saling membersihkan tubuh kami. Aku jadi
semakin mengagumi tubuh Lina. Tak ada segumpal lemakpun di tubuhnya dan
semuanya padat berisi. Setelah mengeringkan diri kami kembali ke atas ranjang
dan berpelukan mesra. Sambil saling berciuman aku mulai menggerayangi tubuh
molek Lina, Tak bosan2nya aku meremas dan mengusap buah dadanya yg sangat segar
itu. Perlahan aku mulai menghujani leher dan pundak Lina dgn ciumanku. Tak
sampai disitu saja, mulutku mulai aku arahkan ke dada Lina. Buah dadanya yg
tegak mulai aku cium dan aku gigit2 lembut. Lina sangat menyukai apa yg aku
lakukan. "Ahhhh a iya Mas a. disitu Mas a ahhhhh Lina terangsang
Mas." Lidahku menjilati puting susunya yg mungil dan keras itu. Lina
semakin menggelinjang. Tangannya menyusup ke bawah ke selangkanganku.
Dipegangnya batang kemaluanku yg masih agak lemas. Dia permainkan penisku dgn
jari2nya yg lentik. Mau tak mau burungku mulai hidup kembali. Lina dgn lembut
mengocok tongkat kelakianku. Sambil masih mengulum putingnya, tangan kananku
kembali bergerilya di daerah kemaluan Lina. Jariku aku rapatkan dan aku tekan
bukit kemaluan Lina sembari aku gerakkan memutar. Dia juga menimpali dgn
menggoyangkan pantatnya dgn gerakan memutar yg seirama. "Mas a. aaahhhh
Mas a. enak Mas a ahhh terus a iya." Sambil mendesah dia menarik pantatku
mendekat ke kepalanya. Akhirnya aku terpaksa melepaskan hisapanku di putingnya
dan duduk berlutut di sisinya. Lina terus menekan pantatku sampai akhirnya
mulutnya mencapai batang kemaluanku yg sudah tegak menantang. Tangan kiriku aku
tampatkan dibelakang kepalanya untuk menyangga kepalanya yg agak terangkat.
Penisku kembali dia kulum dan jilati. "Oooh Lin a enak Lin a aku suka Lin
a" Aku pun menggerakkan pantatku maju mundur. Lina membuka lebar mulutnya
dan menjulurkan lidahnya sehingga batang penisku meluncur masuk keluar mulutnya
ter-gesek2 lidahnya. Sungguh luar biasa apa yang aku rasakan saat itu. Sementara
itu tangan kananku terus menekan dan memutar bukit vagina Lina. Kadang jariku
aku selipkan ke celah sempit diantara kedua bukit itu dan mengusap klitoris
Lina. "Ahhh Mas a Lina nggak tahan Mas a ahhhhh .. iya a. aaahhhh."
Aku segera merubah posisi. Kedua tangan Lina aku letakkan di belakang lututnya
dan membuka kedua lututnya. Aku angkat pahanya sehingga liang vaginanya
menganga menghadap ke atas. Lina menahan dengan kedua tangan di belakang
lututnya. Aku duduk bersimpuh di hadapan lubang kemaluan Lina. Penisku aku
arahkan ke lubang yg sudah menganga itu. Aku tusukan kepala penisku ke mulut
lubang dan aku tahan disana. kemudian dgn tangan kananku aku gerakkan penisku
memutari mulut liang senggama Lina. "Maassss .. ahhhhh a nggak tahan a ayo
a ahhhhhh." Aku sengaja tdk mau terlalu cepat menusukkan batang
kejantananku ke gua kenikmatan Lina. Aku gesek2an kepala penisku ke klitoris
Lina. Dia semakin menggelinjang menahan nikmat. Akhirnya tanggul Lina bobol
juga. Tak heran, dengan gosokan jari saja dia tadi bisa mencapai orgasme
apalagi ini dgn kepala penisku, tentu rangsangannya lebih dahsyat.
"Aaaaaaahhhhhhhhhhhhhh ahhhhhhhhhhhhh Massssssss." Rintihan itu
sekaligus menandai melelehnya cairan bening dari liang vaginanya. Lina kembali
mengalami puncak orgasme hanya dgn gosokan di klitorisnya. Kali ini aku
masukkan batang penisku seluruhnya kedalam gua kenikmatannya. Aku berbaring
telungkup diatas tubuh molek Lina sambil menumpkan berat badanku di kedua
sikuku. Aku cium lembut mulutnya yg masih terbuka sedikit. Lina membalas
ciumanku dan mengulum bibirku. Aku biarkan senjataku terbenam dalam lendir
kehangatannya. Di telinganya aku bisikan: "Lin a nikmat ya a"
"Oh Mas a Lina sampai nggak tahan a nikmat Mas .." Perlahan dgn
gerakan yg sangat lembut aku mulai memompa batang penisku ke dalam lubang
senggama Lina yg sudah basah kuyup. Aku tahu Lina pasti bisa orgasme lagi dan
kali ini aku ingin merasakan semburan lumpur panas di batang kemaluanku.
"Ayo Lin a. nikmati lagi a jangan ditahan .. aku akan pelan2."
"Ahhhh .. iya Mas a. Lina pengin lagi .. ahhhhh." Masih dgn sangat
pelan aku pompa terus tongkat kelakianku ke liang vagina Lina yg ternyata masih
sempit untuk ukuran wanita yang sudah menikah 2 thn. Buah dada Lina yg
menyembul tegak meng-gesek2 dadaku ketika aku turun naik. Sungguh sensasi yang
luar biasa. Sengaja aku gesekkan dadaku ke payudaranya. "Aaaahhhhh a
ahhhhhhh a iya a ahhhhh .. Lina terangsang lagi Mas a iya a. ." Kali ini
aku pompa sedikit lebih kuat dan cepat. Lina menanggapinya dgn memutar pantatnya
sehingga penisku rasanya seperti di peras2 dalam liang vaginanya. Gerakkan Lina
semakin liar, Tangannya sudah tidak lagi menahan lutut tapi memegang pantatku
dan menekannya dengan keras ke tubuhnya. "Aaaaahhhhhh a. Mas a..
aaaahhhhhhh" Aku semakin kencang dan dalam memompa pantatku. Mata Lina
sudah terpejam rapat, kepalanya meng-geleng2 liar ke kiri ke kanan seperti yang
dia lakukan di sofa tadi. Gerakannya semakin ganas dan a
"Aaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh hhhhhhhhhhhhhhhh aaa" Dia melenguh
panjang sambil menegangkan seluruh otot di tubuhnya. Aku menekan dalam2 penisku
ke lubang senggamanya. Jelas aku rasakan aliran hangat di sekujur batang
kemaluanku. Tubuh Lina maish terbujur kaku. Aku pun menghentikan seluruh
gerakanku sambil terus menekan liang vaginanya dgn penisku. Beberapa saat
sepertinya waktu terhenti. Tidak ada suara, tidak ada gerakan dari kami berdua.
Aku memberi kesempatan kepada Lina untuk menikmati klimaks yg barusan dia
dapat. Akhirnya badan Lina mulai mengendur. Tangannya membelai lembut kapalaku.
Bibirnya mencari bibirku untuk dihadiahi ciuman yang sangat lembut dan panjang.
"Mas a. Lina sungguh nikmat a. Mas Ben jago deh a Mas belum keluar
ya?" "Jangan pikirkan aku Lin a. yang penting Lina bisa menikmati
kepuasan." Kemudian dgn lambat aku mulai memompa lagi. Liang senggama Lina
terasa sangat licin dan agak sedikit longgar. Selama beberapa saat aku terus
memompa lambat2. "Aaaahhhhhh a iya .. iya a. Mas a. Lina mau lagi .. iya a
ahhhh" Lina kembali memutar pantatnya mengiringi irama pompaanku. Dia
mulai men-desah2 penuh kenikmatan.Aku cabut batang kemaluanku dari vagina Lina.
Aku lalu berbaring telentang di sebelahnya. "Kamu diatas Lin." Lina
segera berjongkok diatas selangkanganku, Aku arahkan kepala penisku ke
lubangnya. Lina kemudian duduk diatas tubuhku dan bertumpu pada kedua lututnya.
Pantatnya mulai bergerak maju mundur. "Ayo Lin a kamu sekarang yg atur ..
ohhh iya nikmat Lin." Lina semakin bersemangat memajumundurkan pantatnya.
Kedua payudaranya berguncang indah dihadapanku. Secara reflek kedua tanganku
meremas bukit daging yg mulus itu. Tangan Lina dia letakkan dibelakang
pantatnya sehingga tubuhnya agak meliuk kebelakang membuat dadanya semakin
membusung. "Ohhh Lin a susumu sexy sekali a terus Lin a ohhhh a lebih
keras Lin." "Aaaaahhhh Mas a Lina sudah mau sampai lagi a ahhhhh
ahhhhhh Mas" "Ayo Lin a. terus Lin a cepat a. ohhhhh iya .. iya Lin a
memekmu enak sekali." "Mas .. ahhhh a Lina nggak tahan a puasi Lina
lagi mas .. ahhhh." Gerakan pantat Lina semakin cepat dan semakin cepat.
Aku merasa penisku ter-gesek2 dinding vagina Lina yg sempit dan licin itu.
Dengan sekuat tenaga aku mencoba menahan agar aku tidak ejakulasi. Pertahananku
semakin rapuh. "Lin a oooohhhh Lin a. aku nggak tahan a ohhh Lin a. enak a
enak." "Ahhhh a ayo .. Mas a.. Lina juga udah nggak tahan a sekarang
mas .. ahhh sekarang." Tepat pada detik itu bendunganku ambrol tak mampu
menahan terjangan spermaku yg menyemprot kuat. "Oooooooohhhhhhh Lin a..
crooots crooots croots" "Aaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhh Mas a. ahhhhhhhhhhh
.." Kami mencapai puncak kenikmatan ber-sama2. Penisku terasa hangat dan
aku yakin Lina juga merasakan hal yg sama di dalam vaginanya. Lina masih duduk
diatasku tapi sudah kaku tak bergerak. Vaginanya dihujamkan dalam melahap
seluruh batang kemaluanku. "Oooohhh Lin a. nikmat sekali .. makasih Lin ..
kamu pinter membuat aku puas." Akugapai tubuh Lina dan aku tarik
menelungkup diatas tubuhku. Buah dadanya yg masih keras menghimpit dadaku. Aku
ciumin seluruh wajahnya yang mulai ditetesi keringat. "Mas a ahhhhh a Lina
sungguh puas Mas a " Kemudian kami berbaring sambil berpelukan. Badan kami
mulai terasa penat tapi bathin kami sangat puas. Hari sudah beranjak malam.
Diselingi makan malam berdua, kami memadu kasih beberapa kali lagi. Atau lebih
tepatnya Lina mengalami orgasme beberapa kali lagi sedangkan aku hanya sekali
lagi ejakulasi, Segala gaya kami coba, bahkan aku sempat "membimbing"
Lina untuk memuaskan dirinya sendiri dengan jari2nya yg lentik itu. Aku betul2
puas dan senang bisa membuat wanita secantik Lina bisa mencapai sekian kali
orgasme. Tak terasa jarum jam terus bergeser dan jam setengah sebelas malam aku
meninggalkan rumah Lina. Sebetulnya Lina meminta aku bisa bermalam menemani
dia, tatapi aku ingat keesokan harinya aku masih harus menyetir lebih dari 4
jam ke kota M menyusul istri dan anakku tercinta. Maaf Winda, aku telah mereguk
madu kepuasan bersama sahabatmu, Alina.