Saya beristri. Isteri saya berumur 35 tahun. Isteri termasuk
berukuran kecil, tinggi 156 cm, dan termasuk ramping, warna kulit kuning
langsat, dan mulus.
Saya punya kesenangan urut badan. Dan saya punya langganan
tukang pijet tunanetra. Timbul keinginan saya untuk mengurut isteri saya. Saya
mencari tukang pijat tunanetra yang rapi dan bersih. Pada akhirnya saya
menemukannya. Orangnya bersih walaupun agak hitam. Ia tinggi dan badannya besar
dan kekar. Mulai aku minta urut, dan memang aku merasakan ia lebih profesional,
pintar mengurutnya. Pokoknya setelah diurut badan saya rasanya enak. Bukan
hanya itu, bahkan ia pintar mengurut bagian urat-urat yang menimbulkan
rangsangan seksual.
Sambil diurut, saya bercerita kepadanya bahwa barang saya
tidak bisa keras dan tidak tahan lama. Malah ia berbalik mengatakan pada saya,
"Kalau saya kebalikan bapak. Malah isteri saya kewalahan melayani saya,
sampai sambat-sambat dan ampun-ampun".
"Kok bisa begitu," tanya saya.
Ia menjawab, "Mungkin karena bisa main lama sekali
sampai lima kali, mungkin juga barang saya terlalu besar dan panjang."
Saya tanya, "Berapa panjang barang kamu?"
"Saya tidak tahu, wong saya tidak bisa melihat. Yang
pokok, kalau saya main rasanya mentok, dan lagi susah masuknya kalau tidak
kasih ludah yang agak banyak."
"Kalau begitu kamu hebat, bisa memuaskan
isterimu."
"Kalau bapak?"
"Yah, saya tidak seperti kamu, mungkin karena punya
saya kecil dan pendek."
Saya mulai timbul keinginan untuk memijat isteri saya. Saya
merayu isteri agar ia mau diurut minggu depannya. Saya katakan pada isteriku,
"Mas tukang pijat itu pintar, benar-benar mengerti urat. Buktinya badan
saya enak sekali setelah diurut."
Akhirnya ia mau.
Minggu berikutnya aku jemput lagi. Mulailah saya diurut.
Sambil diurut, aku bertanya kepadanya, "Mas, mau enggak ngurut isteri
saya?"
"Kalau ibu mau, dan bapak mengizinkan, saya mau saja.
Memangnya keluhan ibu apa?"
"Ia suka pegel-pegel badannya dan kurang bersemangat
dalam seksual."
"Wah, kalau pegel-pegel itu sudah biasa, tapi kalau
kurang bersemangat itu mungkin ada kelainan urat. Harus diurut bagian-bagian
urat tertentu pak," katanya. "Apa bapak mengizinkan?"
"Ya, tidak apa-apa."
Setelah ia mengurut saya, saya panggil isteri. Saat itu
waktunya sudah agak malam.
"Ma, ayo, kamu diurut."
Isteriku masuk dengan memakai kain sarung ke kamar tempat
saya diurut, sebelah kamar utama saya. Kebetulan ada jendela yang selalu
tertutup dengan korden.
Mulailah isteri saya tengkurep. Dan saya tiduran di
sebelahnya sambil mengamati. Mas tukang pijet itu (Mas Budi) menyingkapkan kain
sarung istriku sampai di bagian betisnya, dan mengurutnya. Kemudian Mas Budi
menyingkap sarung istriku ke bagian pahanya dan mengurutnya. Aku memperhatikan
isteriku. Kayaknya ia keenakan dan cocok dengan urutannya.
Ketika Mas Budi memijat bagian pahanya dan pinggul istriku.
Isteriku nampak semakin nikmat sambil kelihatan badannya sedikit
mengeliat-geliat. Supaya isteri saya tidak canggung, saya keluar kamar dan
bilang sama Mas Budi, "Saya keluar dulu ya, Mas."
Kemudian saya masuk ke kamar saya dan mengintip dari
jendela.
Terdengar suara isteriku mendesah-desah, "Aaah....
Aaah.... Aaah....". Aku lihat istriku menggeliat-geliat, mungkin mulai
terangsang, karena ternyata Mas Budi telah menyingkap kain sarung isteriku
sampai ke bagian bawah sedikit pinggulnya. Tangan Mas Budi kelihatan
menggerayangi bagian pangkal paha isteriku sampai kelihatan CD-nya.
Tidak, ia belum berani menggerayangi ke bagian yang lebih
sensitif.
Kemudian Mas Budi pindah membuka sarung isteriku dari bagian
atas pinggulnya, dan lalu meremas-remas pinggulnya. Tangannya lalu dimasukkan
ke dalam CD-nya. Semakin mendesah-desah dan menggeliat-geliat isteriku.
Barangku pun semakin ngaceng keras.
Kemudian Mas Budi menyuruh istriku terlentang. Aku semakin
memperhatikannya. Tangan kekar Mas Budi membuka kain isteri di bagian pahanya
dan nampaklah paha mulus isteriku dan CD-nya. Ia mulai mengurut paha istriku
sambil meremas-remasnya sampai ke pangkal pahanya. Rupanya bukan begitu saja
isteriku terangsang, Mas Budi memang nampak sengaja merangsang istriku.
Kelihatan tangan kekarnya meremas-remas paha dan pangkal paha istriku sampai ke
pinggulnya.
Setelah selesai diurut dan Mas Budi pulang, aku langsung
ajak isteriku berhubungan. Karena memang saya pun sudah tidak tahan, barang
saya ngaceng keras. Dan ternyata isteriku pun sangat terangsang jauh tidak
seperti biasanya.
"Pa, kok barang Papa keras sekali?"
"Memang Mas Budi itu benar-benar tukang pijat yang
hebat mengerti urat."
"Saya juga mas. Kalau begitu, minggu depan kita urut
lagi, ya?"
"Ok.." sahutku sambil tersenyum.
Minggu berikutnya aku jemput lagi Mas Budi ke rumahnya. Aku
ketemu isterinya. Orangnya tinggi gemuk. Aku mulai membayangkan, kalau isterinya
seperti itu saja, barang punya Mas Budi mentok dan susah dimasukkan kalau tidak
dikasih ludah yang banyak. Wah, kalau begitu, barangnya benar-benar besar dan
panjang.... Bagaimana kalau itu dimasukkan ke lobang isteriku yang kecil mungil
itu. Bisa menjerit isteriku.
Setelah sampai di rumah aku mulai dipijat di kamar yang
minggu kemarin juga. Sambil ia memijatku aku bilang padanya.
"Mas hebat, benar-benar mengerti saluran-saluran urat.
Isteriku tidak seperti biasanya. Aku dan isteriku sangat menyukai pijatan Mas
Budi."
"Oh ya, terima kasih Pak kalau memang cocok pijatan
saya."
Aku bilang padanya, "Aku nanti ada pertemuan bisnis di
rumah teman saya. Tidak apa-apa walaupun tidak ada saya, tetap aja isteri saya
dipijat. Saya tidak terlalu lama kok paling sekitar 3 jam-an saya sudah
pulang."
Setelah saya dipijat saya mandi. Isteri saya menyiapkan
pakaian saya. Saya bilang pada isteri bahwa saya pergi tidak terlalu lama,
paling sekitar 3 jam-an.
Saya pura-pura keluar. Kemudian sekitar 15 menit kemudian
saya balik lagi ke rumah pelan-pelan dan masuk lewat pintu samping yang memang
saya punya kunci serepnya. Langsung saya masuk ke kamar saya pelan-pelan. Saya
buka korden pelan-pelan, lalu mengintipnya.
Isteriku dalam posisi tengkurep dan kain sarungnya sudah
tersingkap sampai ke pinggul sehingga kelihatan CD-nya. Dan Mas Budi
meremas-remas paha istriku sampai ke pangkal pahanya. Suara desahan dari mulut
istriku terdengar semakin keras dan tubuhnya pun menggeliat-geliat, membuat Mas
Budi semakin gemas. Tangannya yang kekar dengan jari-jarinya yang besar mulai
berani mengelus-elus selangkangan isteri saya.
Tidak lama kemudian Mas Budi menyuruh isteriku terlentang.
Ketika istriku sudah dalam posisi terlentang, Mas Budi mulai berani membuka
kain sarung isteriku sampai ke bagian atas. Tangannya mulai menggerayangi
bagian di dekat bibir vagina istriku. Ia menyingkap pelan-pelan CD istriku. Dan
isteriku pun diam. Nampaknya ia pun memang mengharapkannya.
Mas Budi mulai mengelus-ngelus bibir vaginanya, dan isteriku
semakin keras desirannya. Terdengar suara: "Aah... Aah... Aah" dari
mulut istriku sambil mengeliat-geliat. Isteriku nampak mulai terangsang berat,
dan kelihatan tangannya menggerayangi selangkangan Mas Budi. Dan semakin
kelihatan Mas Budi semakin berani. Ia melorotin CD isteri saya.
Ia mengelus-ngelus vagina istriku dan memasukkan jarinya ke
dalam lobangnya. Begitu jari Mas Budi dimasukkan, isteriku menjerit kecil dan
menggeliat sambil meremas penis Mas Budi dengan gemasnya. Aku panasaran, kayak
apa barangnya Mas Budi. Tidak lama kemudian Mas Budi membuka celananya. Begitu
dibuka, aku kaget. Waduh, barang Mas Budi besar sekali dan panjang! Nampak
urat-uratnya yang mengeras tegak dan kepalanya yang sangat besar.
Isteriku meremas-remasnya dengan sangat gemas karena sudah
terangsang berat. Kelihatan vaginanya membasah dengan lendir. Dan Mas Budi
dengan gemas juga mengelus dan meremas vagina istriku sambil memasukkan
jarinya. Kelihatan Mas Budi mulai meludahi lobang vaginanya. Kemudian Mas Budi
membuka kaos dan BH istriku. Kemudian ia meremas-remas teteknya sehingga
semakin tidak tahan isteriku. Mas Budi lalu membuka kaosnya sendiri.
Kini nampaklah kedua manusia yang lain jenis itu telanjang
bulat. Nampak tubuh isteriku kecil dan mulus, dan badan Mas Budi agak hitam dan
kekar. Barang saya pun ngaceng mengeras luar biasa. Mas Budi yang berbadan
tinggi, besar dan kekar itu mulai menindih isteriku yang kecil mungil.
Saya semakin penuh perhatian ingin melihat masuknya barang
gede Mas Budi ke lobang kecil istriku. Ia mulai melumasi penisnya dengan
ludahnya dan mengarahkan ke lobang vagina kecil istriku. Ia mulai menekan dan
isteriku menjerit, "Aaah... sakit, Mas."
Rupanya Mas Budi sudah sangat tidak tahan. Ia menekan
kembali dan isteriku menggigit bibirnya. Mungkin tidak tahan. Karena Mas Budi
menekan kasar, barang besar itu masuk juga, sambil terdengar rintihan isteriku.
Mas Budi mulai menggenjotnya. Isteriku menggeliat-geliat
dalam posisi ngangkang, dan Mas Budi memeluknya keras-keras, sambil terus
mengenjotnya. Makin lama lama makin keras genjotannya. Isteriku merintih-rintih
sambil menggigit bibirnya.
"Aah... oh... oh..."
Nampak Mas Budi memeluk istriku dengan gemas sekali dan
mengenjot dengan genjotan yang sangat keras sampai terdengar suara beradunya
paha-paha mereka. Prak... Prak... Prak... Dan bunyi kocokan barang gede Mas
Budi ke lobang kecil istriku. Ceprot... Ceprot... Drooot...... Sampai isteriku
terkentut-kentut. Mungkin karena menahan genjotan yang sangat keras dari Mas
Budi.
Semakin lama Mas Budi semakin keras genjotannya dan
kelihatan isteriku ditekuk-tekuk dengan pelukan yang sangat kuat. Sepertinya
Mas Budi akan segera klimaks.... Benar saja, akhirnya keduanya berhenti melemas
karena mencapai puncaknya. Tapi pantat Mas Budi tetap mendorong-dorong
memuntahkan spermanya.
Mas Budi mencium mulut istriku sambil menindih dan
memeluknya kuat-kuat. Pinggulnya pun tampak tetap menekan selangkangan istriku
walaupun aku bisa melihat air maninya sampai meleleh keluar dari vagina
istriku.
Tidak lama kemudian Mas Budi mulai lagi, dan menggenjot lagi
istriku, terus sampai 3 ronde. Akhirnya kelihatan isteriku begitu lemas lunglai
tak berdaya dalam pelukan Mas Budi yang kekar. Akibat dari pelukan dan genjotan
badan raksasa Mas Budi selama berjam-jam.
Aku sengaja memberi waktu yang cukup luang bagi mereka.
Setelah istriku mulai hilang rasa capeknya dengan tidur sejenak dan selesai
mandi bareng Mas Budi, barulah aku 'pulang' dan menemui mereka berdua yang saat
itu sedang minum teh hangat di ruang tamu dalam keadaan segar. Nampak wajah
istriku bersinar terang dan berseri-seri.
"Pa, pijatan Mas Budi memang oke sekali..." kata
istriku menyambut kedatanganku. "Biar dia datang tiap minggu saja, ya,
Pa?"
"Boleh...," sahutku sambil tersenyum. Begitu pula
Mas Budi...