Ini pengalaman kencan seksku sebelum
aku mengenal internet, tepatnya ketika aku masih duduk di bangku SMA. Sedang
teman kencanku adalah seorang guru seni lukis di SMA-ku yang masih terbilang
baru dan masih lajang. Saat itu umurku masih menginjak 19-20 tahun. Sedang guru
lukisku itu adalah guru wanita paling muda, baru 25 tahun. Semula aku
memanggilnya Bu Guru, layaknya seorang murid kepada gurunya. Tapi semenjak kami
akrab dan dia mengajariku making love, lama-lama aku memanggilnya dengan
sebutan Mbak. Tepatnya, Mbak Yani. Mau tahu ceritanya?
Sore itu ada seorang anak kecil
datang mencari ke rumah. Aku diminta datang ke rumah Mbak Yani, tetangga
kampungku, untuk memperbaiki jaringan listrik rumahnya yang rusak.
"Cepat ya, Mas. Sudah ditunggu
Mbak Yani," ujar anak SD tetangga Mbak Yani.
Dalam hati, aku sangat girang. Betapa tidak, guru seni
lukis itu rupanya makin lengket denganku. Aku sendiri tak tahu, kenapa dia
sering minta tolong untuk memperbaiki peralatan rumah tangganya. Yang jelas,
semenjak dia mengajaku melukis pergi ke lereng gunung dan making love di
semak-semak hutan, Mbak Yani makin sering mengajakku pergi. Dan sore ini dia memintaku
datang ke rumahnya lagi.
Tanpa banyak pikir aku langsung berangkat dengan
mengendarai sepeda motor. Maklum, rumahnya terbilang cukup jauh, sekitar 5km
dari rumahku. Setibanya di rumah Mbak Yani, suasana sepi. Keluarganya tampaknya
sedang pergi. Betul, ketika aku mengetuk pintu, hanya Mbak Yani yang tampak.
"Ayo, cepet masuk. Semua keluargaku sedang pergi
menghadiri acara hajatan saudara di luar kota," sambut Mbak Yani sambil
menggandeng tangganku.
Darahku mendesir ketika membuntuti lamngkah Mbak Yani.
Betapa tidak, pakaian yang dikenakan luar biasa sexy, hanya sejenis daster
pendek hingga tonjolan payudara dan pahanya terasa menggoda.
"Anu, Bud.. Listrik rumahku mati melulu. Mungkin
ada ada kabel yang konslet. Tolong betulin, ya.. Kau tak keberatan kan,"
pinta Mbak Yani kemudian.
Tanpa banyak basa-basi Mbak Yani menggandengku masuk
ke ruang tengah, kemudian masuk ke sebuah kamar.
"Nah saya curiga jaringan di kamar ini yang
rusak. Buruan kau teliti ya. Nanti keburu mahrib."
Aku hanya menuruti segala permintaannya. Setelah
merunut jaringan kabel, akhirnya aku memutuskan untuk memanjat atap kamar
melalui ranjang. Tapi aku tidak tahu persis, kamar itu tempat tidur siapa. Yang
jelas, aku sangat yakin itu bukan kamarnya bapak-ibunya. Celakanya, ketika aku
menelusuri kabel-kabel, aku belum menemukan kabel yang lecet. Semuanya beres.
Kemudian aku pindah ke kamar sebelah. Aku juga tak bisa menemukan kabel yang
lecet. Kemudian pindah ke kamar lain lagi, sampai akhirnya aku harus meneliti
kamar tidur Mbak Yani sendiri, sebuah kamar yang dipenuhi dengan aneka lukisan
sensual. Celakanya lagi, ketika hari telah gelap, aku belum bisa menemukan
kabel yang rusak. Akibatnya, rumah Mbak Yani tetap gelap total. Dan aku hanya
mengandalkan bantuan sebuah senter serta lilin kecil yang dinyalakan Mbak Yani.
Lebih celaka lagi, tiba-tiba hujan deras mengguyur
seantero kota. Tidak-bisa tidak, aku harus berhenti. Maunya aku ingin
melanjutkan pekerjaan itu besok pagi.
"Wah, maaf Mbak aku tak bisa menemukan kabel yang
rusak. Ku pikir, kabel bagian puncak atap rumah yang kurang beres. Jadi besok
aku harus bawa tangga khusus," jelasku sambil melangkah keluar kamar.
"Yah, tak apa-apa. Tapi sorry
yah. Aku.. Merepotkanmu," balas Mbak Yanti, "Itu es tehnya diminum
dulu."
Sementara menunggu hujan reda, kami
berdua bercakap-cakap berdua di ruang tengah. Cukup banyak cerita-cerita
masalah pribadi yang kami tukar, termasuk hubunganku dengan Mbak Yani selama
ini. Mbak Yani juga tidak ketinggalan menanyakan soal puisi indah tulisannya yang
dia kirimkan padaku lewat kado ulang tahunku beberapa bulan lalu.
Entah bagaimana awalnya, tahu-tahu
nada percakapan kami berubah mesra dan menjurus ke arah yang menggairahkan
jiwa. Bahkan, Mbak Yani tak segan-segan membelai wajahku, mengelus telingku dan
seterusnya. Tak sadar, tubuh kami berdua jadi berhimpitan hingga menimbulkan
rangsangan yang cukup berarti untukku. Apalagi setelah dadaku menempel erat
pada payudaranya yang berukuran tidak begitu besar namun bentuknya indah dan
kencang. Dan tak ayal lagi, penisku pun mulai berdiri mengencang. Aku tak
sadar, bahwa aku sudah terangsang oleh guru sekolahku sendiri! Namun hawa nafsu
birahi yang mulai melandaku sepertinya mengalahkan akal sehatku. Mbak Yani
sendiri juga tampaknya memiliki pikiran yang saja. Ia tidak henti-hentinya
mengulumi bibirku dengan nafsunya.
Akhirnya, nafsuku sudah tak
tertahankan lagi. Sementara bibirku dan Mbak Yani masih tetap saling memagut,
tanganku mulai menggerayangi tubuh guru sekolahku itu. Kujamah gundukan daging
kembar yang menghiasi dengan indahnya dada Mbak Yani yang masih berpakaian
lengkap. Dengan segera kuremas-remas bagian tubuh yang sensitif tersebut.
"Aaah.. Budi.. Aah.." Mbak
Yani mulai melenguh kenikmatan. Bibirnya masih tetap melahap bibirku.
Mengetahui Mbak Yani tidak
menghalangiku, aku semakin berani. Remasan-remasan tanganku pada payudaranya
semakin menjadi-jadi. Sungguh suatu kenikmatan yang baru pertama kali kualami
meremas-remas benda kembar indah nan kenyal milik guru sekolahku itu. Melalui
kain blus yang dikenakan Mbak Yani kuusap-usap ujung payudaranya yang begitu
menggiurkan itu. Tubuh Mbak Yani mulai bergerak menggelinjang.
"Uuuhh.. Mbak.." Aku
mendesah saat merasakan ada jamahan yang mendarat di selangkanganku.
Penisku pun bertambah menegang
akibat sentuhan tangan Mbak Yani ini, membuatku bagian selangkangan celana
panjangku tampak begitu menonjol. Mbak Yani juga merasakannya, membuatnya
semakin bernafsu meremas-remas penisku itu dari balik celana panjangku. Nafsu
birahi yang menggelora nampaknya semakin menenggelamkan kami berdua, sehingga
membuat kami melupakan hubungan kami sebagai guru-murid.
"Aaauuhh.. Bud.. Uuuh.."
Mbak Yani mendesis-desis dengan Yanirnya karena remasan-remasan tanganku di
payudaranya bukannya berhenti, malah semakin merajalela. Matanya terpejam
merasa kenikmatan yang begitu menghebat.
Tanganku mulai membuka satu persatu
kancing blus Mbak Yani dari yang paling atas hingga kancing terakhir. Lalu Mbak
Yani sendiri yang menanggalkan blus yang dikenakannya itu. Aku terpana sesaat melihat
tubuh guru sekolahku itu yang putih dan mulus dengan payudaranya yang membulat
dan bertengger dengan begitu indahnya di dadanya yang masih tertutup beha katun
berwarna krem kekuningan. Tetapi aku segera tersadar, bahwa pemandangan amboi
di hadapannya itu memang tersedia untukku, terlepas itu milik guru sekolahku
sendiri.
Tidak ingin membuang-buang waktu,
bibirku berhenti menciumi bibir Mbak Yani dan mulai bergerak ke bawah. Kucium
dan kujilati leher jenjang Mbak Yani, membuatnya menggerinjal-gerinjal sambil
merintih kecil. Sementara itu, tanganku kuselipkan ke balik beha Mbak Yani
sehingga menungkupi seluruh permukaan payudara sebelah kanannya. Puting susunya
yang tinggi dan mulai mengeras begitu menggelitik telapak tanganku. Segera
kuelus-elus puting susu yang indah itu dengan telapak tanganku. Kepala Mbak
Yani tersentak menghadap ke atas sambil memejamkan matanya. Tidak puas dengan
itu, ibu jari dan telunjukku memilin-milin puting susu Mbak Yani yang langsung
saja menjadi sangat keras. Memang baru kali ini aku menggeluti tubuh indah
seorang wanita. Namun memang insting kelelakianku membuatku seakan-akan sudah
mahir melakukannya.
"Uhh.. Hmm ahh.." Mbak Yani tidak dapat
menahan desahan-desahan nafsunya.
Segala gelitikan jari-jemariku yang dirasakan oleh
payudara dan puting susunya dengan bertubi-tubi, membuat nafsu birahinya
semakin membulak-bulak.
Kupegang tali pengikat beha Mbak Yani lalu kuturunkan
ke bawah. Kemudian beha itu kupelorotkan ke bawah sampai ke perut Mbak Yani.
Puting susu Mbak Yani yang sudah begitu mengeras itu langsung mencelat dan
mencuat dengan indahnya di depanku. Aku langsung saja melahap puting susu yang
sangat menggiurkan itu. Kusedot-sedot puting susu Mbak Yani. Kuingat masa
kecilku dulu saat masih menyusu pada payudara ibuku. Bedanya, tentu saja
payudara guru sekolahku ini belum dapat mengeluarkan air susu. Mbak Yani
menggeliat-geliat akibat rasa nikmat yang begitu melanda kalbunya. Lidahku
dengan mahirnya, tak ayal menggelitiki puting susunya sehingga pentil yang
sensitif itu melenting ke kiri dan ke kanan terkena hajaran lidahku.
"Oooh. Buud' desahan Mbak Yani semakin lama
bertambah keras. Untung saja rumahnya sedang sepi dan letaknya memang agak
berjauhan dari rumah yang paling dekat, sehingga tidak mungkin ada orang yang mendengarnya.
Belum puas dengan payudara dan puting susu Mbak Yani
yang sebelah kiri, yang sudah basah berlumuran air liurku, mulutku kini pindah
merambah bukit membusung sebelah kanan. Apa yang kuperbuat pada belahan indah
sebelah kiri tadi, kuperbuat pula pada yang sebelah kanan ini. Payudara sebelah
kanan milik guru sekolahku yang membulat indah itu tak luput menerima jelajahan
mulutku dengan lidahnya yang bergerak-gerak dengan Yanirnya. Kukulum ujung
payudara Mbak Yani. Lalu kujilati dan kugelitiki puting susunya yang tinggi.
Puting susu itu juga sama melenting ke kiri dan ke kanan, seperti halnya puting
susu payudaranya yang sebelah kiri tadi. Mbak Yani pun semakin merintih-rintih
karena merasakan geli dan nikmat yang menjadi-jadi berbaur menjadi satu padu.
Seperti tengah minum soft drink dengan memakai sedotan plastik, kuseruput
puting susu guru sekolahku itu.
"Aaahh.. Hmm.." Mbak Yani menjerit panjang.
Lidahku tetap tak henti-hentinya menjilati puting susu
Mbak Yani yang sudah demikian kerasnya. Sementara itu tanganku mulai bergerak
ke arah bawah. Kubuka retsleting celana jeans yang Mbak Yani kenakan. Kemudian
dengan sedikit dibantunya sambil tetap merem-melek, kutanggalkan celana jeans
itu ke bawah hingga ke mata kaki. Tubuh bagian bawah Mbak Yani sekarang hanya
dilindungi oleh selembar celana dalam dengan bahan dan warna yang seragam
dengan behanya. Meskipun begitu, tetap dapat kulihat warna kehitaman
samar-samar di bagian selangkangannya.
Ditunjang oleh nafsu birahi yang semakin menjulang
tinggi, tanpa berpikir panjang lagi, kulepas pula kain satu-satunya yang masih
menutupi tubuh Mbak Yani yang memang sintal itu. Dan akhirnya tubuh mulus guru
sekolahku itu pun terhampar bugil di depanku, siap untuk kunikmati.
Tak ayal, jari tengahku mulai menjamah bibir vagina
Mbak Yani di selangkangannya yang sudah mulai ditumbuhi bulu-bulu tipis
kehitaman walaupun belum begitu banyak. Kutelusuri sekujur permukaan bibir
vagina itu secara melingkar berulang-ulang dengan lembutnya. Tubuh Mbak Yani
yang masih terduduk di sofa melengkung ke atas dibuatnya, sehingga payudaranya
semakin membusung menjulang tinggi, yang masih tetap dilahap oleh mulut dan
bibirku dengan tanpa henti.
"Ooohh..
Jari tengahku itu berhenti pada gundukan daging kecil
berwarna kemerahan yang terletak di bibir vagina Mbak Yani yang mulai dibasahi
cairan-cairan bening. Mula-mula kuusap-usap daging kecil
yang bernama klitoris ini dengan perlahan-lahan. Lama-kelamaan kunaikkan
temponya, sehingga usapan-usapan tersebut sekarang sudah menjadi gelitikan,
bahkan tak lama kemudian bertambah lagi intensitasnya menjadi sentilan.
Klitoris Mbak Yani yang bertambah merah akibat sentuhan jariku yang bagaikan
sudah profesional, membuat tubuh pemiliknya itu semakin menggerinjal-gerinjal
tak tentu arahnya.
Melihat Mbak Yani yang tampak
semakin merangsang, aku menambah kecepatan gelitikanku pada klitorisnya. Dan
akibatnya, klitoris Mbak Yani mulai membengkak. Sementara vaginanya pun semakin
dibanjiri oleh cairan-cairan kenikmatan yang terus mengalir dari dalam lubang
keramat yang masih sempit itu.
Puas menjelajahi klitoris Mbak Yani,
jari tengahku mulai merangsek masuk perlahan-lahan ke dalam vagina guru
sekolahku itu. Setahap demi setahap kumasukkan jariku ke dalam vaginanya.
Mula-mula sebatas ruas jari yang pertama. Dengan susah payah memang, sebab
vagina Mbak Yani memang masih teramat sempit. Kemudian perlahan-lahan jariku
kutusukkan lebih dalam lagi. Pada saat setengah jariku sudah amblas ke dalam
vagina Mbak Yani, terasa ada hambatan. Seperti adanya selaput yang cukup
lentur.
"Hmm.. Bud.."
Mbak Yani merintih kecil seraya
meringis seperti menahan rasa sakit. Saat itu juga, aku langsung sadar, bahwa
yang menghambat penetrasi jari tengahku ke dalam vagina Mbak Yani adalah
selaput daranya yang masih utuh. Ternyata guru sekolahku satu-satunya itu masih
perawan. Baru aku tahu, ternyata sebandel-bandelnya Mbak Yani, ternyata guru
sekolahku itu masih sanggup memelihara kehormatannya. Aku sedikit salut
padanya. Dan untuk menghargainya, aku memutuskan tidak akan melanjutkan
perbuatanku itu.
"Bud.. Jangan berhenti.."
tanya Mbak Yani dengan nafas terengah-engah.
"Mbak, Mbak kan masih perawan.
Nanti kalau aku terusin kan Mbak bisa.."
Mbak Yani malah menjulurkan
tangannya menggapai selangkanganku. Begitu tangannya menyentuh ujung penisku
yang masih ada di dalam celana pendek yang kupakai, penisku yang tadinya sudah
mengecil, sontak langsung bergerak mengeras kembali. Ternyata sentuhan lembut
tangannya itu berhasil membuatku terangsang kembali, membuatku tidak dapat membantah
apapun lagi, bahkan aku seperti melupakan apa-apa yang kukatakan barusan.
Dengan secepat kilat, Mbak Yani
memegang kolor celana pendekku itu, lalu dengan sigap pula celanaku itu
dilucutinya sebatas lutut. Yang tersisa hanya celana dalamku. Mata Mbak Yani
tampak berbinar-binar menyaksikan onggokan yang cukup besar di selangkanganku.
Diremas-remasnya penisku dengan tangannya, membuat penisku itu semakin
bertambah keras dan bertambah panjang. Kutaksir panjangnya sekarang sudah
bertambah dua kali lipat semula. Bukan main! Semua ini akibat rangsangan yang
kuterima dari guru sekolahku itu sedemikian hebatnya.
"Mbak.. Aku buka dulu ya,"
tanyaku sambil menanggalkan celana dalamku.
Penisku yang sudah begitu tegangnya
seperti meloncat keluar begitu penutupnya terlepas.
"Aw!" Mbak Yani menjerit
kaget melihat penisku yang begitu menjulang dan siap tempur.
Namun kemudian ia meraih penisku itu
dan perlahan-lahan ia menggosok-gosok batang 'meriam'-ku itu, sehingga membuat
otot-otot yang mengitarinya bertambah jelas kelihatan dan batang penisku itu
pun menjadi laksana tonggak yang kokoh dan siap menghujam siapa saja yang
menghalanginya. Kemudian Mbak Yani menarik penisku dan membimbingnya menuju
selangkangannya sendiri. Diarahkannya penisku itu tepat ke arah lubang vaginanya.
Sekilas, aku seperti sadar. Astaga!
Mbak Yani kan guru sekolahku sendiri! Apa jadinya nanti jika aku sampai
menyetubuhinya? Apa kata orang-orang nanti mengetahui aku berhubungan seks
dengan guru sekolahku sendiri? Akhirnya aku memutuskan tidak akan melakukan
penetrasi lebih jauh ke dalam vagina Mbak Yani. Kutempelkan ujung penisku ke
bibir vagina Mbak Yani, lalu kuputar-putar mengelilingi bibir gua tersebut.
Mbak Yani menggerinjal-gerinjal merasakan sensasi yang demikian hebatnya serta
tidak ada duanya di dunia ini.
"Aaahh.. Uuuhh.." Mbak
Yani mendesah-desah dengan Yanirnya sewaktu aku sengaja menyentuhkan penisku
pada klitorisnya yang kemerahan dan kini kembali membengkak. Sementara bibirku
masih belum puas-puasnya berpetualang di payudara Mbak Yani itu dengan puting
susunya yang menggairahkan. Terlihat payudara guru sekolahku itu dan daerah
sekitarnya basah kuyup terkena jilatan dan lumatanku yang begitu menggila,
sehingga tampak mengkilap.
Aku perlahan-lahan mulai memasukkan
batang penisku ke dalam lubang vagina Mbak Yani. Sengaja aku tidak mau langsung
menusukkannya. Sebab jika sampai kebablasan, bukan tidak mungkin dapat mengoyak
selaput daranya. Aku tidak mau melakukan perbuatan itu, sebab bagaimanapun juga
Mbak Yani adalah guru sekolahku, darah dagingku sendiri!
Mbak Yani mengejan ketika kusodokkan
penisku lebih dalam lagi ke dalam vaginanya. Sewaktu kira-kira penisku amblas
hampir setengahnya, ujung 'tonggak'-ku itu ternyata telah tertahan oleh selaput
dara Mbak Yani, sehingga membuatku menghentikan hujaman penisku itu. Segera
saja kutarik penisku perlahan-lahan dari liang surgawi milik guru sekolahku
itu. Gesekan-gesekan yang terjadi antara batang penisku dengan dinding lorong
vagina Mbak Yani membuatku meringis-ringis menahan rasa nikmat yang yang tak
terhingga. Baru kali ini aku merasakan sensasi seperti ini. Lalu, kembali
kutusukkan penisku ke dalam vagina Mbak Yani sampai sebatas selaput daranya
lagi dan kutarik lagi sampai hampir keluar seluruhnya.
Begitu terus kulakukan berulang-ulang
memasukkan dan mengeluarkan setengah batang penisku ke dalam vagina Mbak Yani.
Dan temponya pun semakin lama semakin kupercepat. Gesekan-gesekan batang
penisku dengan Yaning vagina Mbak Yani semakin menggila. Rasanya tidak ada lagi
di dunia ini yang dapat menandingi kenikmatan yang sedang kurasakan dalam
permainan cintaku dengan guru sekolahku sendiri ini. Kenikmatan yang pertama
dengan kenikmatan berikutnya, disambung dengan kenikmatan selanjutnya lagi,
saling susul-menyusul tanpa henti.
Tampaknya setan mulai merajalela di
otakku seiring dengan intensitas gesekan-gesekan yang terjadi di dalam vagina
Mbak Yani yang semakin tinggi. Kenikmatan tiada taranya yang serasa tidak
kesudahan, bahkan semakin menjadi-jadi membuat aku dan Mbak Yani menjadi lupa
segala-galanya. Aku pun melupakan semua komitmenku tadi.
Dalam suatu kali saat penisku tengah
menyodok vagina Mbak Yani, aku tidak menghentikan hujamanku itu sebatas selaput
daranya seperti biasa, namun malah meneruskannya dengan cukup keras dan cepat,
sehingga batang penisku amblas seluruhnya dalam vagina Mbak Yani. Vaginanya
yang amat sempit itu berdenyut-denyut menjepit batang penisku yang tenggelam
sepenuhnya.
Mbak Yani menjerit cukup keras
kesakitan. Tetapi aku tidak menghiraukannya. Sebaliknya aku semakin bernafsu
untuk memompa penisku itu semakin dalam dan semakin cepat lagi penetrasi di
dalam vagina Mbak Yani. Tampaknya rasa sakit yang dialami guru sekolahku itu
tidak membuat aku mengurungkan perbuatan setanku. Bahkan genjotan penisku ke
dalam lubang vaginanya semakin menggila. Kurasakan, semakin cepat aku memompa
penisku, semakin hebat pula gesekan-gesekan yang terjadi antara batang penisku
itu dengan dinding vagina Mbak Yani, dan semakin tiada tandingannya kenikmatan
yang kurasakan.
Hujaman-hujaman penisku ke dalam
vagina Mbak Yani terus-menerus terjadi sambung-menyambung. Bahkan tambah lama
bertambah tinggi temponya. Mbak Yani tidak sanggup berbuat apa-apa lagi kecuali
hanya menjerit-jerit tidak karuan. Rupa-rupanya setan telah menguasai jiwa kami
berdua, sehingga kami terhanyut dalam perbuatan yang tidak sepantasnya
dilakukan oleh dua guru dan murid.
"Aaah.. Budi.. Aaahh.."
Mbak Yani menjerit panjang.
Tampaknya ia sudah seakan-akan
terbang melayang sampai langit ketujuh. Matanya terpejam sementara tubuhnya
bergetar dan menggelinjang keras. Peluh mulai membasahi tubuh kami berdua.
Kutahu, guru sekolahku itu sudah hampir mencapai orgasme. Namun aku tidak
mempedulikannya. Aku sendiri belum merasakan apa-apa. Dan lenguhan serta
jeritan Mbak Yani semakin membuat tusukan-tusukan penisku ke dalam vaginanya
bertambah menggila lagi. Mbak Yani pun bertambah keras jeritan-jeritannya.
Pokoknya suasana saat itu sudah gaduh sekali. Segala macam lenguhan, desahan,
ditambah dengan jeritan berpadu menjadi satu.
Akhirnya kurasakan sesuatu hampir
meluap keluar dari dalam penisku. Tetapi ini tidak membuatku menghentikan
penetrasiku pada vagina Mbak Yani. Tempo genjotan-genjotan penisku juga tidak
kukurangi. Dan akhirnya setelah rasanya aku tidak sanggup menahan orgasmeku,
kutarik penisku dari dalam vagina Mbak Yani secepat kilat. Kemudian dengan
tempo yang tinggi, kugosok-gosok batang penisku itu dengan tanganku. Tak lama
kemudian, cairan-cairan kental berwarna putih bagaikan layaknya senapan mesin
bermuncratan dari ujung penisku. Sebagian mengenai muka Mbak Yani. Ada pula
yang mengenai payudara dan bagian tubuhnya yang lain. Bahkan celaka! Ada pula
yang belepotan di jok sofa yang diduduki Mbak Yani.
Tak lama kemudian, kami saling
mengejang-ngejang ke puncak kepuasan bersama hingga kehabisan tenaga. Aku
terhempas ke atas sofa di samping Mbak Yani. Tubuh kami berdua sudah
bermandikan keringat dari ujung rambut ke ujung kaki.
Hmm begitu indahnya guruku..