Tok tok tok...Aku mendengar bunyi
ketukan pada pintu rumahku yang telah terkunci. Setiap menjelang maghrib aku
memang selalu mengunci pintu karena hanya tinggal berdua dengan anakkudi
rumah.Suamiku sehari-hari berkerja sebagai sopir angkutan yang pulang hanya
seminggu sekali keluar kota
Oh iya, perkenalkan namaku Yanti
pada saat kejadian ini umurku sekitar 38 tahun. Walaupun aku sudah menikah
sekitar 17 tahun tapi baru punya anak satu sehingga sehari-hari aku praktis hanya
berdua di rumahku. Ironisnya aku memutuskan menikah dengan suamiku ini justru
karena di jodohkan oleh kedua orang tuaku,maka awal kami menikah belum ada rasa
cinta.
Untuk melihat siapa yang datang, aku
coba intip melalui tirai ruang tamu. Ternyata yang datang adalah Yanto adik
iparku, suami dari adik iparku yang nomor satu. Sebelumnya ibuku memang sudah
menelepon bahwa ada barang untukku yang dititipkannya kepada adik iparku ini,
sehingga sewaktu-waktu akan diantarkan olehnya ke rumah.Aku segera membuka pintu
rumah untuk membuka gembok pintu pagar supaya adik iparku bisa masuk. Saat itu
sebenarnya aku sudah mengenakan daster rumah yang cukup longgar dengan tangan
terbuka tanpa memakai bra lagi di dalamnya karena memang tidak menyangka akan
ada tamu malam ini. Tapi karena aku pikir yang datang adalah adikku iparku
sendiri maka aku merasa tidak perlu ganti baju dulu seperti yang biasa aku
lakukan kalau ada tamu-tamu lainnya.'Yanto, apa kabar ? ““Maaf pintunya sudah
di kunci, kamu tau kan aku hanya tinggal berdua”“Kamu langsung dari tempat
kerja ?' Berondongku pada adik iparku sambil tanganku berusaha membuka kunci
gembok pintu pagar. 'Iya nih, saya bawa titipan dari ibu buat kakak Jawab adik
iparku sambil masuk dan kemudian membantu menutup dan mengunci kembali pintu
pagarnya.Aku kemudian mempersilahkannya masuk ke ruang tengah karena tadi aku
sedang menonton suatu acara di TV dan tidak ingin ketinggalan kelanjutannya.
Pintu ruang tamu di depan tetap aku buka, seperti yang biasa aku lakukan kalau
menerima tamu laki-laki. Maklumlah aku tinggal hanya berdua , sehingga aku
tidak ingin jadi omongan dan kecurigaan tetangga lainnya kalau kebetulan ada
yang melihatnya. Jadi walaupun yang datang adalah adik iparku sendiri, aku
tetap menjalankan 'aturanku' itu.'Mau minum apa Yan ? Teh atau kopi ? Jangan
menolak ya, kan udah repot-repot datang ke ujung dunia' Aku menawarkan minum
sambil tersenyum.
Rumahku memang agak masuk ke gang,
sehingga cukup jauh bagi Yanto untuk datang ke rumah dari kantornya yang di
tengah kota pada jam pulang kantor yang macet.'Kopi aja deh ...' Jawab Yanto
pendek sambil menghempaskan diri duduk di sofa di mana aku sebelumnya duduk
menonton TV.
Yanto badannya tinggi besar, sekitar
180 cm dengan berat badan mungkin sekitar 80 Kg, umurnya sekitar 3 tahun lebih
tua dariku dan wajah di atas rata-rata. Aku sendiri cukup mungil dengan tinggi
kurang dari 160 cm dan berat badan sekitar 40 Kg. Hal lainnya yang kontras
adalah, Yanto berkulit coklat dengan bulu-bulu yang lebat di badannya,
sedangkan aku berkulit kuning langsat. Berbeda dengan suamiku yang seorang
sopir, Yanto adalah seorang pengusaha yang ulet membangun usahanya sendiri
mulai dari nol. Walaupun kami jarang bertemu (seringnya hanya di arisan
keluarga dan kumpul-kumpul hari raya), tapi Yanto selalu menjadi teman
mengobrol yang menyenangkan karena wawasan dan pengalamannya yang sangat luas.
Kami duduk bersebelahan di sofa
sambil mengobrol tentang banyak hal dan nonton TV, sekali-sekali aku bangkit
dari kursi untuk mengambil kue-kue maupun tambahan minum baik buat aku sendiri
maupun buat Yanto. Setiap kali aku menaruh atau mengambil barang di meja,
posisiku selalu berdiri menunduk menghadap Yanto karena posisi meja yang cukup
rendah.
Sampai pada satu saat ketika sedang
menunduk lagi, tanpa sengaja mataku melirik ke arah Yanto dan melihat ekspresi
yang aneh dari Yanto, terutama saat memandang ke arah baju bagian atasku.
Sehingga secara otomatis akupun ikut melihat ke arah yang dipandangi oleh Yanto
itu.
Ya ampun … ternyata selama ini
setiap aku menunduk seluruh payudaraku yang polos tanpa bra terpampang dengan
jelas menggantung bebas melalui leher dasterku yang memang sangat lebar dan
longgar. Payudaraku tidak lah besar, tetapi masih sangat padat dan terawat baik
dengan putingnya yang masih kecil berwarna coklat terang. Mungkin karena tidak
pernah dipakai menyusui anak. Seketika itu juga aku menjadi merasa salah
tingkah, jadi aku coba kembali duduk di sebelah Yanto sambil menunduk dengan
muka yang merah padam karena rasa malu yang amat sangat. Belum lagi rasa maluku
itu hilang, tiba-tiba Yanto memelukku dari depan sambil mencoba mencium bibirku
dengan nafas yang sedikit memburu dan membuatku terdorong ke posisi setengah
berbaring di sofa.“Yantooo … Apa yang kamu lakukan ?!” Kataku setengah
berteriak dan mencoba mendorong tubuh Yanto yang sudah setengah menindihku.
Yanto sama sekali tidak menjawab,
hanya nafasnya yang makin memburu berusaha mencium bibirku terus menerus.
Karena aku selalu memalingkan muka setiap kali akan dicium, maka Yanto
mengalihkan ciumannya ke telinga dan leher sambil tangannya mulai meremas-remas
payudaraku dari luar daster.
“Yanto jangan …!!!” Itu saja yang
bisa aku katakan berulang-ulang dengan suara teriakan yang tertahan sambil
kedua tanganku berusaha berontak menjauhkannya dari tubuhku.Aku sama sekali
tidak berani berteriak keras-keras karena dengan pintu depan yang terbuka
justru jadi merasa takut terdengar tetangga dan membuat masalahnya jadi tambah
runyam karena melibatkan adik iparku sendiri. Sebaliknya keraguanku itu rupanya
membuat Yanto menjadi semakin berani dan mencoba menurunkan bagian atas
dasterku supaya bisa meremas payudaraku secara langsung. Tentu saja aku juga
melawan dengan sekuat tenaga mencegah tangannya untuk bergerak lebih jauh. Tapi
tenaganya ternyata jauh lebih besar sehingga akhirnya
…....“BREEEET …. !” Dasterku robek
sampai ke bagian perut sehingga memperlihatkan seluruh bagian atas tubuhku.
Saat itu juga aku benar-benar mengalami syok sampai seluruh badanku menjadi
lemas dan gemetaran. Akibatnya tanpa kesulitan Yanto kemudian bisa melorotkan
dasterku ke arah bawah sekaligus melepaskan celana dalamku. Dalam sekejap saja
Yanto telah membuatku benar-benar dalam keadaan telanjang bulat, tanpa sehelai
benangpun lagi yang bisa menutupi tubuhku.
Aku meringkuk tidak berdaya di sofa
yang terpikir olehku hanyalah berusaha sebisa mungkin menutupi tubuhku dengan
kedua tanganku dan mulai menangis. Melihat aku menangis sikap Yanto berubah
menjadi lebih lembut walaupun tetap tidak bekata sepatahpun dan dengan
hati-hati dia kemudian membopongku ke kamar tidur. Setelah membaringkanku di
tempat tidur, Yanto mulai membuka bajunya satu persatu sambil tetap berdiri
menatapku di samping tempat tidur.
Setelah bajunya terlepas semua,
Yanto kembali menyingkirkan tanganku yang menutupi payudara dan kemaluanku
kemudian menindihku dengan tubuhnya yang tinggi besar. Dengan menggunakan
tekanan kedua pahanya, Yanto memaksaku membuka kedua pahaku lebar-lebar. Yanto
kembali menciumi bibirku, tapi aku tetap menghindar dengan memalingkan mukaku
setiap kali bibirnya datang. Ciumannya dialihkan lagi mulai dari leherku sampai
ke payudaraku dan mengulum-ngulum putingnya sedangkan payudara yang lain dia
mainkan dengan tangannya. Di bagian bawah, kemaluanku yang terkangkang lebar,
otomatis bergesekan dengan perutnya yang ditumbuhi bulu-bulu. Rasa geli yang
aneh mulai menyerangku dan jantungku mulai berdegup kencang walaupun aku tetap
berusaha mendorong badannya yang tinggi besar itu dengan kedua tanganku.Karena
perlawananku sama sekali tidak berhasil akhirnya aku mulai putus asa dan
menyerah, badanku mulai terasa lemas kelelahan karena telah berusaha berontak.
Kedua tanganku akhirnya kubiarkan tergeletak di samping badanku dengan pasrah
dan aku hanya bisa memejamkan mata sambil berurai air mata. Walau pun begitu
entah kenapa pikiranku tetap mengikuti setiap tindakan Yanto pada tubuhku,
sehingga setiap sentuhan dan ciuman Yanto malah semakin terasa olehku.
Perlakuan Yanto yang jauh lebih
lembut dari sebelumnya membuat rasa takut dan kagetku pelan-pelan mulai mereda,
berganti dengan rasa geli dan nikmat akibat ciuman-ciuman dan
sentuhan-sentuhannya.Setelah puas mengulum-ngulum puting payudaraku, ciuman dan
jilatan Yanto mulai mengarah ke bagian bawah tubuhku. Akhirnya mulut Yanto
sampai juga ke kemaluanku, terasa lidahnya yang besar dan kasar tapi hangat
mencoba membuka belahan kemaluanku yang ditumbuhi bulu-bulu yang selalu kucukur
rapi, sedangkan kedua tangannya masih tetap sibuk meremas kedua
payudaraku.Tanpa sadar tanganku mulai meremas-remas kain sprei tempat tidur
karena mulai tidak tahan dengan gelombang serangan rasa nikmat yang makin besar
aku rasakan sampai membuat kedua lututku terasa bergetar. Yanto kemudian
menggunakan tangannya untuk membuka bagian luar bibir kemaluanku sehingga
lidahnya lebih bebas lagi mejilati bagian dalam kemaluanku. Kontur lidahnya
yang kasar seolah-olah menggosok-gosok permukaan dalam vaginaku, mempercepat
efek rangsangan yang mulai mempengaruhiku. Aku mulai gelisah karena ada sesuatu
yang terasa meledak ledak dari dalam sehingga tanpa terasa aku mulai
menggerakkan mukaku ke kiri kanan mengikuti irama jilatan lidah Yanto yang
semakin agresif memasuki kemaluanku. Bukan hanya bibir dalam kemaluanku saja
yang dijilatinya, tapi klitoriskupun tidak terlewat dimainkan dengan lidahnya.
Entah bagaimana lidah Yanto juga kurasakan bisa menerobos ke dalam liang
senggamaku yang mulai basah dan merekah.
Setelah puas dengan memainkan
lidahnya, Yanto mulai memasukkan satu jari tangannya ke dalam liang senggamaku
yang sudah semakin basah sedangkan bibir dan lidahnya mulai menghisap-hisap
klitorisku. Tanpa malu-malu lagi aku mulai bereaksi dengan mengangkat pantatku
setiap kali jari Yanto menusuk masuk ke dalam liang senggama. Satu jari … dua
jari … dan akhirnya tiga jari Yanto yang meliuk-liuk di dalam liang senggamaku
membuatku melambung ke awang-awang. Jari-jari Yanto bukan hanya menusuk, tapi
juga menyentuh, menggesek dan menekan bagian dalam liang senggamaku yang sangat
sensitif menimbulkan sensasi nikmat yang hebat. 'AAAAAAAAAHHHHHhhhhhh…..' Tanpa
sadar aku mengeluarkan lenguhan yang cukup kencang saat aku mencapai orgasmeku
yang pertama.
Kenikmatan orgasme telah membuat aku
lupa bahwa saat ini aku sedang diperkosa oleh adik iparku sendiri. Bahkan tanpa
sadar aku memegang kepala Yanto yang sedang mengisap klitorisku dan menekannya
setiap kali gelombang orgasmeku datang, seakan-akan memberi isyarat supaya
Yanto jangan menghentikan aktivitasnya yang mendatangkan gelombang rasa nikmat
yang sedang kurasakan sekarang.
Aku sangat jarang mengalami orgasme
kalau bersetubuh dengan suamiku sendiri, mungkin hal inilah yang membuatku
cepat lupa diri saat Yanto berhasil memancing orgasmeku bahkan sebelum
menyetubuhiku.Sesaat kesadaranku benar-benar hilang, seluruh pikiranku dan
perasaanku hanya dipenuhi oleh rasa nikmat dari hasil cumbuan paksa adik iparku
sendiri. Samar-samar aku melihat Yanto sudah kembali berada di atas tubuhku,
kedua kakiku direntangkannya lebar-lebar dan sedang bersiap-siap akan
memasukkan penisnya ke dalam kemaluanku.
Perlahan-lahan aku merasakan sebuah
benda yang besar dan lunak mulai memasuki liang senggamaku. Seketika aku
menjadi tersadar dan secara refleks kuulurkan tanganku memegang pangkal batang
penisnya yang masih tersisa di luar untuk menahannya masuk lebih jauh.“Yyyanto
a..a..aku i..ini masih ka..kakak kamu …” Kataku dengan tersendat karena menahan
gejolak aneh yang kembali muncul saat merasakan kehangatan penisnya yang sudah
setengah masuk di dalam liang senggamaku. “Kita bukan saudara kandung kak, jadi
apa yang kita lakukan bukanlah larangan” jawab Yanto dengan pelan tapi
terdengar seperti mencoba meyakinkanku.
Entah mengapa jawaban Yanto tersebut
terdengar olehku seperti jawaban yang melegakan buatku saat itu dan membuatku
melepaskan pegangan tanganku dari pangkal penisnya. Tapi rupanya tindakanku
tadi menyebabkan Yanto menunggu reaksiku karena walaupun penisnya sudah tidak
kupegang lagi dia tidak melanjutkan penetrasinya. Walaupun penis Yanto baru
masuk setengahnya tetapi sudah terlanjur membakar gairah berahiku yang baru
saja mengalami orgasme. Sehingga tanpa sadar aku memandang Yanto dengan tatapan
memohon untuk segera menyetubuhiku karena tentu saja saat itu tidak mungkin aku
memintanya secara terang-terangan. Selain itu dengan tanpa disadari otot-otot
liang senggamaku pun mulai berkontraksi ‘meremas-remas’ penis Yanto. Yanto
rupanya bisa menangkap isyaratku itu, penisnya dengan lembut dia teruskan masuk
memenuhi liang senggamaku yang masih sempit tapi sudah mulai basah akibat
cairan orgasmeku yang tadi. Ada sedikit rasa sakit karena mungkin belum biasa
dengan penisnya Yanto sehingga membuatku sedikit meringis menahan sakit tapi
rasa nikmat yang lebih besar membuatnya menjadi tidak terlalu terasa.
Setelah seluruh penisnya masuk,
Yanto tidak langsung memompa tapi membiarkan dinding-dinding kemaluanku
berkontraksi menyesuaikan diri dengan ukuran benda asing yang baru dikenalnya
ini. Ujung penis Yanto yang langsung bisa mencapai mulut rahimku menambah
tinggi sensasi nikmat yang segera aku rasakan. Sebelum sensasi itu habis, Yanto
mulai menggerakkan pantatnya naik turun dengan sangat perlahan sehingga aku
hampir bisa merasakan gesekan dari setiap tonjolan pada penisnya yang
menghasilkan sensasi kenikmatan yang berbeda-beda pada pergerakannya di dalam
liang senggamaku. Belakangan aku tahu bahwa penis Yanto saat ereksi dipenuhi
dengan tonjolan urat-urat pembuluh darah yang membentuk seperti akar-akar pohon
besar.Aku mulai merasakan cairan kemaluanku makin banyak keluar tanpa aku bisa
tahan lagi. Tanganku yang tadinya hanya meremas-remas seprei sekarang aku
pindahkan memeluk pinggang Yanto sedangkan kedua kakiku menjepit pinggulnya.
Aku juga mulai menyambut ciuman-ciuman Yanto di bibirku walaupun masih sangat
canggung dengan permainan lidahnya di dalam mulutku, maklum lah selama ini
suamiku hanya mencium bibirku tanpa ada permainan lidah.Tidak sampai 5 menit
kemudian aku sudah mulai mencapai orgasmeku yang kedua.
Kedua tanganku secara refleks
memegang kedua belahan pantat Yanto yang sedang perlahan memompa dan menekannya
keras-keras untuk memastikan orgasmeku tidak terputus karena perubahan posisi
penis di dalam liang senggamaku. Kedua kakiku kemudian aku silangkan untuk
membantu mengunci paha dan pinggulnya. Yanto rupanya mengerti aku kembali
mendapat orgasme sehingga dia juga menekan penisnya lebih dalam lagi sampai
beradu dengan mulut rahimku untuk menjaga puncak orgasmeku.
Setelah orgasme yang kedua ini aku
kembali merasa lemas, sehingga aku biarkan saja saat Yanto mulai merubah posisi
kakiku dan juga tubuhnya. Yanto mengambil posisi 1/2 berjongkok sedangkan
kakiku dia naikkan ke atas bahunya sehingga lututku tertekuk hampir menyentuh
payudaraku. Dalam posisi ini aku jadi bisa melihat kemaluanku sendiri dengan
penis yang tertancap ke dalam liang senggamaku.
Yanto mulai mengayunkan pantatnya
lagi, walaupun masih pelan tetapi karena dalam posisi jongkok ayunannya menjadi
terasa lebih panjang, cepat dan keras. Setiap kali penisnya terayun masuk aku
merasakannya seolah-olah penis itu dapat menghujam menembus rahimku sampai keulu
hati. Pelan pelan tapi pasti hasrat berahiku segera bangkit kembali dan aku
mulai berani mengeluarkan suara lenguhan kenikmatan walaupun masih pelan.
Melihat hal itu Yanto mulai memompa dengan lebih cepat sampai membuat seluruh
badanku terguncang-guncang dengan kerasnya.“CROK…CROK… CROK … CROK … CROK …”
terdengar bunyi becek yang keras akibat cairan kemaluanku beradu dengan pangkal
penisnya saat dipompa masuk.
Dari sudut mataku aku melihat cairan
dari kemaluan itu sampai berbuih-buih membasahi bulu-bulu kemaluanku, perutku
serta bulu-bulu penis dan perut Yanto bagian bawah. Kali ini kenikmatan yang
aku rasakan sedikit bercampur sensasi rasa ngilu membuat aku mulai
mencakar-cakar punggung Yanto setiap kali dia melakukan ayunan yang lebih
dalam.
Keringatku mulai bercucuran dengan
derasnya demikian juga keringat Yanto mulai menetes ke atas tubuhku, malah
lubang pusarku berubah menjadi danau kecil penampungan keringat kami berdua.
Yanto mulai menurunkan kecepatan pompaannya dan merubahnya menjadi ayunan pelan
yang panjang sehingga setiap kali penisnya masuk ke dalam badanku rasanya ikut
terangkat dan payudaraku terguncang-guncang.“OOOOOOOOOOOOHHHHHHHHhhhhhhhh ….”
Akhirnya aku tidak tahan lagi untuk mengeluarkan lenguhan panjang yang keras
saat mendapat orgasmeku yang ketiga sambil mencakar pantatnya untuk
melampiaskan kenikmatan luar biasa yang aku rasakan. Yanto membiarkan aku
menikmati orgasmeku dengan memutar-mutar penisnya di dalam liang senggamaku
yang sudah sangat longgar karena aku sudah begitu lemasnya sehingga otot-otot
kemaluanku sampai tidak sanggup lagi untuk mengimbangi serangan penisnya.
Pelan-pelan Yanto menurunkan kedua
kakiku yang berada di atas bahunya dan tanpa mencabut penisnya dia merapatkan
posisi kedua kakiku sehingga sekarang kedua kaki Yanto justru ada di sebelah
luar menjepit kakiku. Posisi liang senggamaku otomatis tertarik ke atas
mengikuti posisi penisnya yang sekarang menjadi lebih vertikal. Rupanya Yanto
sudah merasakan kemaluanku menjadi longgar sehingga mengurangi kenikmatan gesekan
pada penisnya tapi dia mengerti bahwa aku sudah sangat lemas akibat tiga kali
orgasme tadi. Dengan posisi ini otomatis kemaluanku dapat kembali menjepit
penisnya karena dibantu otot paha dan otot pinggulku tanpa aku harus
menggunakan otot-otot kemaluanku yang sudah kelelahan.
Seluruh badan Yanto sekarang
menempel langsung pada bagian atas tubuhku sehingga aku bisa mencium langsung
bau badannya dan keringatnya yang menimbulkan sensasi tersendiri buatku.
Setelah kejadian ini aku menjadi sering mencium-cium ketiaknya saat kami berdua
untuk mengingatkan aku pada pengalaman luar biasa hari ini.Sambil menciumi
telinga dan leherku, Yanto mulai memompa penisnya lagi dengan menggerakan
pantatnya perlahan. Gerakan penis yang naik turun secara vertikal membuat aku
merasakan seolah-olah penisnya Yanto bisa menghujam menembus sampai ke luar
lubang anusku. Sedangkan pada saat Yanto menarik penisnya aku merasakan seluruh
bibir labia minora-ku ikut tercerabut ke atas, sungguh sensasi rasa nikmat yang
tidak terkira. Selain itu Yanto kadang-kadang sengaja menggesek-gesekkan
payudaraku yang sudah sangat basah oleh keringat dengan dadanya yang bidang.
Tiba-tiba aku merasakan badan Yanto
mulai mengejang beberapa kali dan penisnya juga mulai terasa berdenyut-denyut
dengan keras di dalam liang senggamaku.“EEERRR…se..sebentar lagi ss..saya sudah
mau keluar” ujarnya“K.kamu mau saya keluarkan di dalam atau di luar ?”
lanjutnya dengan nafas yang mulai memburu “Di ..di… di dalam saja Yan” aku
ingin hamil dari sperma kamu ,sahutku tersendat sendat tanpa pikir panjang lagi
karena aku juga mulai merasakan gelombang orgasmeku yang ke empat kali akan
datang, mungkin karena terpancing oleh rangsangan dari gelombang orgasmenya
Yanto.
Untuk sesaat ada rasa takut akan
hamil akibat hubungan ini sempat terlintas di benakku, tapi perasaan ingin
mendapatkan kenikmatan persetubuhan yang lengkap dengan Yanto mengubur perasaan
takut itu dengan cepat. Apalagi statusku yang sudah punya suami sudah tentu
kalau tiba-tiba hamil bukan sesuatu yang aneh bagi orang lain.
Yanto mulai mempercepat gerakan
penisnya dan mengangkat bagian atas badannya yang tadinya menempel pada tubuhku
dengan bertumpu pada kedua tangannya. Sedangkan kedua lutut kakinya agak
sedikit ditekuk untuk mempermudah gerakan penisnya. Gerakan penisnya makin
cepat tapi mulai tidak teratur, tubuhnya juga mulai bergetar dengan kencang
sedangkan aku sendiri sudah mulai dilanda gelombang awal orgasmeku yang ke
empat.Akhirnya tubuh Yanto mengejang dengan keras dan menancapkan penisnya
dalam-dalam sambil berdenyut-denyut dengan liarnya.'ARRRRRRRGHHHHHHHHH…' Yanto
berseru tertahan. Aku merasakan adanya semprotan yang keras dan hangat dalam
liang senggamaku; sekali, dua kali, tiga kali semprotan kuat yang diikuti
belasan kali semprotan kecil sampai akhirnya berhenti setelah Yanto ambruk di
atas tubuhku.'YANTOOOOOO....OOOHHHHHHhhh' Aku ikut berteriak merasakan puncak
orgasmeku sendiri yang datang bersamaan dengan ejakulasinya Yanto. Penisnya
yang masih keras kadang-kadang berdenyut sendiri di dalam liang senggamaku
menimbulkan rasa geli dan membuatku senyum-senyum kecil merasakannya sambil
memeluk Yanto yang kelelahan diatas tubuhku.
Yanto kemudian mencium bibirku
dengan lembut, kemudian sambil tersenyum dia menatapku dan berkata :“Terima
kasih kak, semoga kamu mau memaafkan saya …”“Kamu nakal sekali sama kakakmu
sendiri …” jawabku pendek dengan nada manja sambil membalas senyumnya. Tanpa
terasa aku mengeluarkan air mata lagi, tapi kali ini bukan air mata ketakutan
tapi justru air mata kenikmatan yang bercampur rasa sesal. Entah mengapa, aku
jadi lupa bahwa persetubuhan ini sebenarnya diawali dari perkosaan oleh adik
iparku sendiri. Kenikmatan duniawi yang aku rasakan sekarang belum pernah aku
dapatkan dari 4 tahun pernikahan dengan suamiku sendiri. Rasa kagum akan figur
Yanto yang sangat berbeda dengan suamiku sendiri rupanya membuat aku sudah
punya benih-benih simpati terhadap adik iparku yang pada akhirnya melancarkan
proses “perkosaan” kali ini.“AAAAAAAAAAAAAHHHH ….” Aku kembali melenguh lagi
saat Yanto menarik penisnya dari kemaluanku dengan perlahan dan kemudian
berbaring kelelahan di sebelahku.
Yanto kemudian menggerakan tangannya
melingkari pundakku, aku menyambutnya dengan merapatkan badanku dan membenamkan
kepalaku ke dalam dadanya. Sehingga tubuh telanjang kami kembali berpelukan
dengat eratnya dan bisa saling mendengar denyut jantung masing-masing yang
masih berdegup kencang. Beberapa saat kemudian aku paksakan bangun dan melihat
seprai tempat tidurku basah oleh keringat kami berdua, malah pada bagian dekat
kemaluanku seperti terjadi genangan air yang merupakan campuran dari cairan
kemaluanku dan juga sebagian sperma Yanto yang keluar lagi. Aku lihat labia
minora kemaluanku seperti mengelembung kemerahan sehingga lobang kemaluanku
masih menganga lebar dengan lelehan sperma di bibirnya. Aku segera mengambil
daster lain yang tergantung di kamarku terus membersihkan kemaluanku di kamar
mandi sambil membawa handuk untuk Yanto yang masih bersimbah keringat di tempat
tidur. Kemudian aku menutup dan mengunci pintu depan yang dibiarkan terbuka
selama kejadian ini dan hati kecilku malah merasa bersyukur aku tidak berteriak
keras saat Yanto memulai aksinya.
Sebelum Yanto pulang kami sempat
bersetubuh lagi, tentu saja kali ini aku tidak memberikan penolakan seperti
awal persetubuhan perdana kami. Yanto ternyata orangnya sangat telaten, sambil
menyetubuhiku dia kadang menanyakan di mana saja titik-titik kenikmatanku yang
selama ini aku sendiri tidak mengerti dan langsung dipraktekkan.
Sejak saat itu Yanto menjadi sering
mengunjungiku atau mengajakku dalam perjalanan bisnisnya. Hubungan kami hampir
seperti pengantin baru, setiap ronde kami melakukannya minimal dua kali dan
bila sedang menginap bersama bisa sampai empat kali dalam sehari. Rupanya aku hamil lagi karena Yanto telah berusaha “menyiramiku” dengan
spermanya bertubi-tubi di masa suburku karena sangat ingin punya anak dariku
padahal dari istrinya yang juga adikku dia mudah sekali mendapatkan anak.
Dua tahun setelah “diperkosa” Yanto,
aku menuntut cerai kepada suamiku atas kemauanku sendiri walaupun tadinya aku
sempat berpikir untuk mempertahankannya kalau Yanto berhasil menghamiliku. Dan
ternyata benar beberapa bulan kemudian aku hamil berkat hubungan gelapku dengan
adik iparku,aku senang karena yang ku impikan jadi kenyataan,dan setelah anak
itu lahir,berselang dua tahun kemudianYanto memaksa untuk menikahiku sebagai
istri keduanya, tentu saja tanpa sepengetahuan keluarga kami. Beberapa teman
dekat kami yang sengaja diminta datang sebagai saksi pernikahan, awalnya merasa
sangat kaget tapi akhirnya berusaha bisa menerimanya.Hubunganku dengan adik
iparku ini berlangsung terus sampai sekarang dan aku memang telah memilih
menjadi istri dari adik iparku sendiri.aku sangat bahagia karena bias
terlaksana untuk hidup bersama dengan adik iparku sendiri.