BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Cari Blog Ini

liarnya ibu guruku



Ini pengalaman kencan seksku sebelum aku mengenal internet, tepatnya ketika aku masih duduk di bangku SMA. Sedang teman kencanku adalah seorang guru seni lukis di SMA-ku yang masih terbilang baru dan masih lajang. Saat itu umurku masih menginjak 19-20 tahun. Sedang guru lukisku itu adalah guru wanita paling muda, baru 25 tahun. Semula aku memanggilnya Bu Guru, layaknya seorang murid kepada gurunya. Tapi semenjak kami akrab dan dia mengajariku making love, lama-lama aku memanggilnya dengan sebutan Mbak. Tepatnya, Mbak Yani. Mau tahu ceritanya?

Sore itu ada seorang anak kecil datang mencari ke rumah. Aku diminta datang ke rumah Mbak Yani, tetangga kampungku, untuk memperbaiki jaringan listrik rumahnya yang rusak.

"Cepat ya, Mas. Sudah ditunggu Mbak Yani," ujar anak SD tetangga Mbak Yani.

Dalam hati, aku sangat girang. Betapa tidak, guru seni lukis itu rupanya makin lengket denganku. Aku sendiri tak tahu, kenapa dia sering minta tolong untuk memperbaiki peralatan rumah tangganya. Yang jelas, semenjak dia mengajaku melukis pergi ke lereng gunung dan making love di semak-semak hutan, Mbak Yani makin sering mengajakku pergi. Dan sore ini dia memintaku datang ke rumahnya lagi.

Tanpa banyak pikir aku langsung berangkat dengan mengendarai sepeda motor. Maklum, rumahnya terbilang cukup jauh, sekitar 5km dari rumahku. Setibanya di rumah Mbak Yani, suasana sepi. Keluarganya tampaknya sedang pergi. Betul, ketika aku mengetuk pintu, hanya Mbak Yani yang tampak.

"Ayo, cepet masuk. Semua keluargaku sedang pergi menghadiri acara hajatan saudara di luar kota," sambut Mbak Yani sambil menggandeng tangganku.

Darahku mendesir ketika membuntuti lamngkah Mbak Yani. Betapa tidak, pakaian yang dikenakan luar biasa sexy, hanya sejenis daster pendek hingga tonjolan payudara dan pahanya terasa menggoda.

"Anu, Bud.. Listrik rumahku mati melulu. Mungkin ada ada kabel yang konslet. Tolong betulin, ya.. Kau tak keberatan kan," pinta Mbak Yani kemudian.

Tanpa banyak basa-basi Mbak Yani menggandengku masuk ke ruang tengah, kemudian masuk ke sebuah kamar.

"Nah saya curiga jaringan di kamar ini yang rusak. Buruan kau teliti ya. Nanti keburu mahrib."

Aku hanya menuruti segala permintaannya. Setelah merunut jaringan kabel, akhirnya aku memutuskan untuk memanjat atap kamar melalui ranjang. Tapi aku tidak tahu persis, kamar itu tempat tidur siapa. Yang jelas, aku sangat yakin itu bukan kamarnya bapak-ibunya. Celakanya, ketika aku menelusuri kabel-kabel, aku belum menemukan kabel yang lecet. Semuanya beres. Kemudian aku pindah ke kamar sebelah. Aku juga tak bisa menemukan kabel yang lecet. Kemudian pindah ke kamar lain lagi, sampai akhirnya aku harus meneliti kamar tidur Mbak Yani sendiri, sebuah kamar yang dipenuhi dengan aneka lukisan sensual. Celakanya lagi, ketika hari telah gelap, aku belum bisa menemukan kabel yang rusak. Akibatnya, rumah Mbak Yani tetap gelap total. Dan aku hanya mengandalkan bantuan sebuah senter serta lilin kecil yang dinyalakan Mbak Yani.

Lebih celaka lagi, tiba-tiba hujan deras mengguyur seantero kota. Tidak-bisa tidak, aku harus berhenti. Maunya aku ingin melanjutkan pekerjaan itu besok pagi.

"Wah, maaf Mbak aku tak bisa menemukan kabel yang rusak. Ku pikir, kabel bagian puncak atap rumah yang kurang beres. Jadi besok aku harus bawa tangga khusus," jelasku sambil melangkah keluar kamar.
"Yah, tak apa-apa. Tapi sorry yah. Aku.. Merepotkanmu," balas Mbak Yanti, "Itu es tehnya diminum dulu."

Sementara menunggu hujan reda, kami berdua bercakap-cakap berdua di ruang tengah. Cukup banyak cerita-cerita masalah pribadi yang kami tukar, termasuk hubunganku dengan Mbak Yani selama ini. Mbak Yani juga tidak ketinggalan menanyakan soal puisi indah tulisannya yang dia kirimkan padaku lewat kado ulang tahunku beberapa bulan lalu.

Entah bagaimana awalnya, tahu-tahu nada percakapan kami berubah mesra dan menjurus ke arah yang menggairahkan jiwa. Bahkan, Mbak Yani tak segan-segan membelai wajahku, mengelus telingku dan seterusnya. Tak sadar, tubuh kami berdua jadi berhimpitan hingga menimbulkan rangsangan yang cukup berarti untukku. Apalagi setelah dadaku menempel erat pada payudaranya yang berukuran tidak begitu besar namun bentuknya indah dan kencang. Dan tak ayal lagi, penisku pun mulai berdiri mengencang. Aku tak sadar, bahwa aku sudah terangsang oleh guru sekolahku sendiri! Namun hawa nafsu birahi yang mulai melandaku sepertinya mengalahkan akal sehatku. Mbak Yani sendiri juga tampaknya memiliki pikiran yang saja. Ia tidak henti-hentinya mengulumi bibirku dengan nafsunya.

Akhirnya, nafsuku sudah tak tertahankan lagi. Sementara bibirku dan Mbak Yani masih tetap saling memagut, tanganku mulai menggerayangi tubuh guru sekolahku itu. Kujamah gundukan daging kembar yang menghiasi dengan indahnya dada Mbak Yani yang masih berpakaian lengkap. Dengan segera kuremas-remas bagian tubuh yang sensitif tersebut.

"Aaah.. Budi.. Aah.." Mbak Yani mulai melenguh kenikmatan. Bibirnya masih tetap melahap bibirku.

Mengetahui Mbak Yani tidak menghalangiku, aku semakin berani. Remasan-remasan tanganku pada payudaranya semakin menjadi-jadi. Sungguh suatu kenikmatan yang baru pertama kali kualami meremas-remas benda kembar indah nan kenyal milik guru sekolahku itu. Melalui kain blus yang dikenakan Mbak Yani kuusap-usap ujung payudaranya yang begitu menggiurkan itu. Tubuh Mbak Yani mulai bergerak menggelinjang.

"Uuuhh.. Mbak.." Aku mendesah saat merasakan ada jamahan yang mendarat di selangkanganku.

Penisku pun bertambah menegang akibat sentuhan tangan Mbak Yani ini, membuatku bagian selangkangan celana panjangku tampak begitu menonjol. Mbak Yani juga merasakannya, membuatnya semakin bernafsu meremas-remas penisku itu dari balik celana panjangku. Nafsu birahi yang menggelora nampaknya semakin menenggelamkan kami berdua, sehingga membuat kami melupakan hubungan kami sebagai guru-murid.

"Aaauuhh.. Bud.. Uuuh.." Mbak Yani mendesis-desis dengan Yanirnya karena remasan-remasan tanganku di payudaranya bukannya berhenti, malah semakin merajalela. Matanya terpejam merasa kenikmatan yang begitu menghebat.

Tanganku mulai membuka satu persatu kancing blus Mbak Yani dari yang paling atas hingga kancing terakhir. Lalu Mbak Yani sendiri yang menanggalkan blus yang dikenakannya itu. Aku terpana sesaat melihat tubuh guru sekolahku itu yang putih dan mulus dengan payudaranya yang membulat dan bertengger dengan begitu indahnya di dadanya yang masih tertutup beha katun berwarna krem kekuningan. Tetapi aku segera tersadar, bahwa pemandangan amboi di hadapannya itu memang tersedia untukku, terlepas itu milik guru sekolahku sendiri.

Tidak ingin membuang-buang waktu, bibirku berhenti menciumi bibir Mbak Yani dan mulai bergerak ke bawah. Kucium dan kujilati leher jenjang Mbak Yani, membuatnya menggerinjal-gerinjal sambil merintih kecil. Sementara itu, tanganku kuselipkan ke balik beha Mbak Yani sehingga menungkupi seluruh permukaan payudara sebelah kanannya. Puting susunya yang tinggi dan mulai mengeras begitu menggelitik telapak tanganku. Segera kuelus-elus puting susu yang indah itu dengan telapak tanganku. Kepala Mbak Yani tersentak menghadap ke atas sambil memejamkan matanya. Tidak puas dengan itu, ibu jari dan telunjukku memilin-milin puting susu Mbak Yani yang langsung saja menjadi sangat keras. Memang baru kali ini aku menggeluti tubuh indah seorang wanita. Namun memang insting kelelakianku membuatku seakan-akan sudah mahir melakukannya.

"Uhh.. Hmm ahh.." Mbak Yani tidak dapat menahan desahan-desahan nafsunya.

Segala gelitikan jari-jemariku yang dirasakan oleh payudara dan puting susunya dengan bertubi-tubi, membuat nafsu birahinya semakin membulak-bulak.

Kupegang tali pengikat beha Mbak Yani lalu kuturunkan ke bawah. Kemudian beha itu kupelorotkan ke bawah sampai ke perut Mbak Yani. Puting susu Mbak Yani yang sudah begitu mengeras itu langsung mencelat dan mencuat dengan indahnya di depanku. Aku langsung saja melahap puting susu yang sangat menggiurkan itu. Kusedot-sedot puting susu Mbak Yani. Kuingat masa kecilku dulu saat masih menyusu pada payudara ibuku. Bedanya, tentu saja payudara guru sekolahku ini belum dapat mengeluarkan air susu. Mbak Yani menggeliat-geliat akibat rasa nikmat yang begitu melanda kalbunya. Lidahku dengan mahirnya, tak ayal menggelitiki puting susunya sehingga pentil yang sensitif itu melenting ke kiri dan ke kanan terkena hajaran lidahku.

"Oooh. Buud' desahan Mbak Yani semakin lama bertambah keras. Untung saja rumahnya sedang sepi dan letaknya memang agak berjauhan dari rumah yang paling dekat, sehingga tidak mungkin ada orang yang mendengarnya.

Belum puas dengan payudara dan puting susu Mbak Yani yang sebelah kiri, yang sudah basah berlumuran air liurku, mulutku kini pindah merambah bukit membusung sebelah kanan. Apa yang kuperbuat pada belahan indah sebelah kiri tadi, kuperbuat pula pada yang sebelah kanan ini. Payudara sebelah kanan milik guru sekolahku yang membulat indah itu tak luput menerima jelajahan mulutku dengan lidahnya yang bergerak-gerak dengan Yanirnya. Kukulum ujung payudara Mbak Yani. Lalu kujilati dan kugelitiki puting susunya yang tinggi. Puting susu itu juga sama melenting ke kiri dan ke kanan, seperti halnya puting susu payudaranya yang sebelah kiri tadi. Mbak Yani pun semakin merintih-rintih karena merasakan geli dan nikmat yang menjadi-jadi berbaur menjadi satu padu. Seperti tengah minum soft drink dengan memakai sedotan plastik, kuseruput puting susu guru sekolahku itu.

"Aaahh.. Hmm.." Mbak Yani menjerit panjang.

Lidahku tetap tak henti-hentinya menjilati puting susu Mbak Yani yang sudah demikian kerasnya. Sementara itu tanganku mulai bergerak ke arah bawah. Kubuka retsleting celana jeans yang Mbak Yani kenakan. Kemudian dengan sedikit dibantunya sambil tetap merem-melek, kutanggalkan celana jeans itu ke bawah hingga ke mata kaki. Tubuh bagian bawah Mbak Yani sekarang hanya dilindungi oleh selembar celana dalam dengan bahan dan warna yang seragam dengan behanya. Meskipun begitu, tetap dapat kulihat warna kehitaman samar-samar di bagian selangkangannya.

Ditunjang oleh nafsu birahi yang semakin menjulang tinggi, tanpa berpikir panjang lagi, kulepas pula kain satu-satunya yang masih menutupi tubuh Mbak Yani yang memang sintal itu. Dan akhirnya tubuh mulus guru sekolahku itu pun terhampar bugil di depanku, siap untuk kunikmati.

Tak ayal, jari tengahku mulai menjamah bibir vagina Mbak Yani di selangkangannya yang sudah mulai ditumbuhi bulu-bulu tipis kehitaman walaupun belum begitu banyak. Kutelusuri sekujur permukaan bibir vagina itu secara melingkar berulang-ulang dengan lembutnya. Tubuh Mbak Yani yang masih terduduk di sofa melengkung ke atas dibuatnya, sehingga payudaranya semakin membusung menjulang tinggi, yang masih tetap dilahap oleh mulut dan bibirku dengan tanpa henti.

"Ooohh..

Jari tengahku itu berhenti pada gundukan daging kecil berwarna kemerahan yang terletak di bibir vagina Mbak Yani yang mulai dibasahi cairan-cairan bening. Mula-mula kuusap-usap daging kecil yang bernama klitoris ini dengan perlahan-lahan. Lama-kelamaan kunaikkan temponya, sehingga usapan-usapan tersebut sekarang sudah menjadi gelitikan, bahkan tak lama kemudian bertambah lagi intensitasnya menjadi sentilan. Klitoris Mbak Yani yang bertambah merah akibat sentuhan jariku yang bagaikan sudah profesional, membuat tubuh pemiliknya itu semakin menggerinjal-gerinjal tak tentu arahnya.

Melihat Mbak Yani yang tampak semakin merangsang, aku menambah kecepatan gelitikanku pada klitorisnya. Dan akibatnya, klitoris Mbak Yani mulai membengkak. Sementara vaginanya pun semakin dibanjiri oleh cairan-cairan kenikmatan yang terus mengalir dari dalam lubang keramat yang masih sempit itu.

Puas menjelajahi klitoris Mbak Yani, jari tengahku mulai merangsek masuk perlahan-lahan ke dalam vagina guru sekolahku itu. Setahap demi setahap kumasukkan jariku ke dalam vaginanya. Mula-mula sebatas ruas jari yang pertama. Dengan susah payah memang, sebab vagina Mbak Yani memang masih teramat sempit. Kemudian perlahan-lahan jariku kutusukkan lebih dalam lagi. Pada saat setengah jariku sudah amblas ke dalam vagina Mbak Yani, terasa ada hambatan. Seperti adanya selaput yang cukup lentur.

"Hmm.. Bud.."

Mbak Yani merintih kecil seraya meringis seperti menahan rasa sakit. Saat itu juga, aku langsung sadar, bahwa yang menghambat penetrasi jari tengahku ke dalam vagina Mbak Yani adalah selaput daranya yang masih utuh. Ternyata guru sekolahku satu-satunya itu masih perawan. Baru aku tahu, ternyata sebandel-bandelnya Mbak Yani, ternyata guru sekolahku itu masih sanggup memelihara kehormatannya. Aku sedikit salut padanya. Dan untuk menghargainya, aku memutuskan tidak akan melanjutkan perbuatanku itu.

"Bud.. Jangan berhenti.." tanya Mbak Yani dengan nafas terengah-engah.
"Mbak, Mbak kan masih perawan. Nanti kalau aku terusin kan Mbak bisa.."

Mbak Yani malah menjulurkan tangannya menggapai selangkanganku. Begitu tangannya menyentuh ujung penisku yang masih ada di dalam celana pendek yang kupakai, penisku yang tadinya sudah mengecil, sontak langsung bergerak mengeras kembali. Ternyata sentuhan lembut tangannya itu berhasil membuatku terangsang kembali, membuatku tidak dapat membantah apapun lagi, bahkan aku seperti melupakan apa-apa yang kukatakan barusan.

Dengan secepat kilat, Mbak Yani memegang kolor celana pendekku itu, lalu dengan sigap pula celanaku itu dilucutinya sebatas lutut. Yang tersisa hanya celana dalamku. Mata Mbak Yani tampak berbinar-binar menyaksikan onggokan yang cukup besar di selangkanganku. Diremas-remasnya penisku dengan tangannya, membuat penisku itu semakin bertambah keras dan bertambah panjang. Kutaksir panjangnya sekarang sudah bertambah dua kali lipat semula. Bukan main! Semua ini akibat rangsangan yang kuterima dari guru sekolahku itu sedemikian hebatnya.

"Mbak.. Aku buka dulu ya," tanyaku sambil menanggalkan celana dalamku.

Penisku yang sudah begitu tegangnya seperti meloncat keluar begitu penutupnya terlepas.

"Aw!" Mbak Yani menjerit kaget melihat penisku yang begitu menjulang dan siap tempur.

Namun kemudian ia meraih penisku itu dan perlahan-lahan ia menggosok-gosok batang 'meriam'-ku itu, sehingga membuat otot-otot yang mengitarinya bertambah jelas kelihatan dan batang penisku itu pun menjadi laksana tonggak yang kokoh dan siap menghujam siapa saja yang menghalanginya. Kemudian Mbak Yani menarik penisku dan membimbingnya menuju selangkangannya sendiri. Diarahkannya penisku itu tepat ke arah lubang vaginanya.

Sekilas, aku seperti sadar. Astaga! Mbak Yani kan guru sekolahku sendiri! Apa jadinya nanti jika aku sampai menyetubuhinya? Apa kata orang-orang nanti mengetahui aku berhubungan seks dengan guru sekolahku sendiri? Akhirnya aku memutuskan tidak akan melakukan penetrasi lebih jauh ke dalam vagina Mbak Yani. Kutempelkan ujung penisku ke bibir vagina Mbak Yani, lalu kuputar-putar mengelilingi bibir gua tersebut. Mbak Yani menggerinjal-gerinjal merasakan sensasi yang demikian hebatnya serta tidak ada duanya di dunia ini.

"Aaahh.. Uuuhh.." Mbak Yani mendesah-desah dengan Yanirnya sewaktu aku sengaja menyentuhkan penisku pada klitorisnya yang kemerahan dan kini kembali membengkak. Sementara bibirku masih belum puas-puasnya berpetualang di payudara Mbak Yani itu dengan puting susunya yang menggairahkan. Terlihat payudara guru sekolahku itu dan daerah sekitarnya basah kuyup terkena jilatan dan lumatanku yang begitu menggila, sehingga tampak mengkilap.

Aku perlahan-lahan mulai memasukkan batang penisku ke dalam lubang vagina Mbak Yani. Sengaja aku tidak mau langsung menusukkannya. Sebab jika sampai kebablasan, bukan tidak mungkin dapat mengoyak selaput daranya. Aku tidak mau melakukan perbuatan itu, sebab bagaimanapun juga Mbak Yani adalah guru sekolahku, darah dagingku sendiri!

Mbak Yani mengejan ketika kusodokkan penisku lebih dalam lagi ke dalam vaginanya. Sewaktu kira-kira penisku amblas hampir setengahnya, ujung 'tonggak'-ku itu ternyata telah tertahan oleh selaput dara Mbak Yani, sehingga membuatku menghentikan hujaman penisku itu. Segera saja kutarik penisku perlahan-lahan dari liang surgawi milik guru sekolahku itu. Gesekan-gesekan yang terjadi antara batang penisku dengan dinding lorong vagina Mbak Yani membuatku meringis-ringis menahan rasa nikmat yang yang tak terhingga. Baru kali ini aku merasakan sensasi seperti ini. Lalu, kembali kutusukkan penisku ke dalam vagina Mbak Yani sampai sebatas selaput daranya lagi dan kutarik lagi sampai hampir keluar seluruhnya.

Begitu terus kulakukan berulang-ulang memasukkan dan mengeluarkan setengah batang penisku ke dalam vagina Mbak Yani. Dan temponya pun semakin lama semakin kupercepat. Gesekan-gesekan batang penisku dengan Yaning vagina Mbak Yani semakin menggila. Rasanya tidak ada lagi di dunia ini yang dapat menandingi kenikmatan yang sedang kurasakan dalam permainan cintaku dengan guru sekolahku sendiri ini. Kenikmatan yang pertama dengan kenikmatan berikutnya, disambung dengan kenikmatan selanjutnya lagi, saling susul-menyusul tanpa henti.

Tampaknya setan mulai merajalela di otakku seiring dengan intensitas gesekan-gesekan yang terjadi di dalam vagina Mbak Yani yang semakin tinggi. Kenikmatan tiada taranya yang serasa tidak kesudahan, bahkan semakin menjadi-jadi membuat aku dan Mbak Yani menjadi lupa segala-galanya. Aku pun melupakan semua komitmenku tadi.

Dalam suatu kali saat penisku tengah menyodok vagina Mbak Yani, aku tidak menghentikan hujamanku itu sebatas selaput daranya seperti biasa, namun malah meneruskannya dengan cukup keras dan cepat, sehingga batang penisku amblas seluruhnya dalam vagina Mbak Yani. Vaginanya yang amat sempit itu berdenyut-denyut menjepit batang penisku yang tenggelam sepenuhnya.

Mbak Yani menjerit cukup keras kesakitan. Tetapi aku tidak menghiraukannya. Sebaliknya aku semakin bernafsu untuk memompa penisku itu semakin dalam dan semakin cepat lagi penetrasi di dalam vagina Mbak Yani. Tampaknya rasa sakit yang dialami guru sekolahku itu tidak membuat aku mengurungkan perbuatan setanku. Bahkan genjotan penisku ke dalam lubang vaginanya semakin menggila. Kurasakan, semakin cepat aku memompa penisku, semakin hebat pula gesekan-gesekan yang terjadi antara batang penisku itu dengan dinding vagina Mbak Yani, dan semakin tiada tandingannya kenikmatan yang kurasakan.

Hujaman-hujaman penisku ke dalam vagina Mbak Yani terus-menerus terjadi sambung-menyambung. Bahkan tambah lama bertambah tinggi temponya. Mbak Yani tidak sanggup berbuat apa-apa lagi kecuali hanya menjerit-jerit tidak karuan. Rupa-rupanya setan telah menguasai jiwa kami berdua, sehingga kami terhanyut dalam perbuatan yang tidak sepantasnya dilakukan oleh dua guru dan murid.

"Aaah.. Budi.. Aaahh.." Mbak Yani menjerit panjang.

Tampaknya ia sudah seakan-akan terbang melayang sampai langit ketujuh. Matanya terpejam sementara tubuhnya bergetar dan menggelinjang keras. Peluh mulai membasahi tubuh kami berdua. Kutahu, guru sekolahku itu sudah hampir mencapai orgasme. Namun aku tidak mempedulikannya. Aku sendiri belum merasakan apa-apa. Dan lenguhan serta jeritan Mbak Yani semakin membuat tusukan-tusukan penisku ke dalam vaginanya bertambah menggila lagi. Mbak Yani pun bertambah keras jeritan-jeritannya. Pokoknya suasana saat itu sudah gaduh sekali. Segala macam lenguhan, desahan, ditambah dengan jeritan berpadu menjadi satu.

Akhirnya kurasakan sesuatu hampir meluap keluar dari dalam penisku. Tetapi ini tidak membuatku menghentikan penetrasiku pada vagina Mbak Yani. Tempo genjotan-genjotan penisku juga tidak kukurangi. Dan akhirnya setelah rasanya aku tidak sanggup menahan orgasmeku, kutarik penisku dari dalam vagina Mbak Yani secepat kilat. Kemudian dengan tempo yang tinggi, kugosok-gosok batang penisku itu dengan tanganku. Tak lama kemudian, cairan-cairan kental berwarna putih bagaikan layaknya senapan mesin bermuncratan dari ujung penisku. Sebagian mengenai muka Mbak Yani. Ada pula yang mengenai payudara dan bagian tubuhnya yang lain. Bahkan celaka! Ada pula yang belepotan di jok sofa yang diduduki Mbak Yani.

Tak lama kemudian, kami saling mengejang-ngejang ke puncak kepuasan bersama hingga kehabisan tenaga. Aku terhempas ke atas sofa di samping Mbak Yani. Tubuh kami berdua sudah bermandikan keringat dari ujung rambut ke ujung kaki.

Hmm begitu indahnya guruku..

nikmatnya bu guruku



Namanya Fatimah tapi biasa di panggil Bu Fat. Umurnya kutaksir sekitar 50 tahunan. Meskipun tidak begitu cantik namun mukanya selalu terlihat bersih. Wajahnya hanya dilapisi mik-up tipis dengan lips-gloss pada bibirmya serta farfum berwangi kembang selalu tercium dari tubuh Bu Fat. Maklum sudah berumur, badan Bu Fat sedikit gempal dan sepasang buah dadanya pun besar dan terlihat masih montok .

Seperti biasa pagi itu Bu Fat datang ke rumahku untuk mengajar ngaji anakku. Aku pun mempersilahkannya masuk.
''Eh, dik Lan, anak-anak sama dik Wati ke mana?'' Tanya Bu Fat.
''Iya bu saya minta maaf sama ibu karena lupa ngasih tahu kalau hari ini anak saya libur dulu soalnya ikut ibunya ke rumah saudara, bantu-bantu mau ada hajatan''. Jawabku.
"Oh begitu, nggak apa-apa, wah dik Lan bujangan lagi dong hari ini?" Kata Bu Fat sambil tersenyum tipis.
Aku hanya tersenyum menanggapinya, lalu aku tawarkan padanya minum, pertamanya sih dia menolaknya tapi setelah kutawarkan lagi akhirnya Bu Fat mau juga. Aku pun segera pergi ke dapur membuat minuman.
"Kopi aja yah, Bu Fat" Tawarku.
''O, yah nggak apa-apa, apa aja deh''. Jawabnya.

Tapi tiba-tiba otak aku mula memikirkan yang bukan-bukan, sewaktu aku ke dapur, Bu Fat duduk di atas sofa dan kulihat kain yang di pakai Bu Fat tersingkap menampakkan paha Bu Fat yang agak besar. Aku mencuri pandang sedikit sambil terus berjalan. Karena mataku asik memperhatikan paha Bu Fat aku tidak sadar kalau saat itu sudah dekat dinding dapur hingga kepalaku terantuk, ku gosok-gosok jidatku untuk menghilangkan sakit.
Melihatku terantuk Bu Fat langsung bangun dan mendekatiku.
"Eh.. dik Lan.. kenapa?" Tanya Bu Fat.
Aku tak menjawab, sedangkan wajahku meringis menahan sakit.
"Ada apa sih dik Lan? Bu Fat bertanya lagi sambil tersenyum, mungkin lucu melihatku meringis, sedangkan tangannya diulurkan untuk memegang tanganku yang sedang menggosok-gosok jidat.

"Nggak apa-apa bu..," Jawabku.
Setelah tahu jidatku tidak apa-apa Bu Fat tersenyum lagi lalu dilepaskan pegangan tangannya yang memegang pergelangan tanganku, dan aku terus ke dapur untuk menyiapkan minum untuk Bu Fat dan sesudah siap kemudian ku hidangkan di meja tamu di depan Bu Fat.
''Kopinya di minum ya dik..'' Kata Bu Fat sambil mengangkat gelas kopi lalu menghirupnya perlahan setelah meniup-niup permukaan air kopi agar tidak terlalu panas.
''Oh iya silahkan Bu..,'' Aku mempersilahkan.

Saat itu nafsu seksku kembali naik ketika kuperhatikan lagi paha Bu Fat yang kembali tersibak, karena Bu Fat duduk persis dihadapanku, aku dapat melihat dengan jelas hingga ke celana dalamnya yang berwarna krem. Tapi lama-lama Bu Zila rupanya sadar, lalu dibetulkannya letak kain yang dipakainya sehingga pahanya tertutup.
"Wah.. dik Lan ini nggak boleh melihat pemandangan, matanya sampai nggak ngedip-ngedip.'' Canda Bu Fat mengagetkanku.
''Ah Bu Fat bisa aja.'' Elakku sambil cengar-cengir.

Nafsu seksku kian terbakar, otakku dipenusi fantasi seks dengan Bu Fat, bisa nggak yah aku ngedapetin wanita berusia 50 tahun ini, bisik hatiku bertanya. Ku coba mereka cara agar nafsuku terhadap Bu Fat dapat terlampiaskan . Aku memang sangat suka wanita yang sudah berumur seperti Bu Fat, bagiku mereka lebih seksi juga lebih memahami dan tidak egois dalam bermain sex.
"Er.. air kopi ni aja ke yang boleh hilangkan dahaga?" tanya aku dengan muka selamberr aja.
Kak Fat. tersentak sekejap.
"...maksud dik Lan? "
''Eh.. mana ada maksud apa apa? Saya hanya bergurau saja.." kata aku.

Untuk kesekian kalinya, setelah Bu Fat menghirup kopi, diletakkannya gelas kopi di atas meja, tapi ketika itu Bu Fat lantas bangun. Aku diam saja, dalam hatiku bertanya Bu Fat mau ngapain yah?. Ku lihat Bu Fat berjalan menuju ke lemari dimana aku memajang benda-benda hiasan.
"Istri dik Lan cantik yah?, anaknya juga cakep" Katanya sambil mengamati fotret istrik dan anakku.
"Pasti dong bu, siapa dulu bapaknya" kata aku mencuba bercanda.
"Katanya istri dik Lan sedang mengandung anak kedua?'' Tanya Bu Fat.
Aku mengiyakan.
"Sudah berapa bulan?"
"5 bulan Bu".
"Wah, itu artinya air naik ke kepala dik lan?" Lanjut Bu Fat sambil memandangku.
"..Emmh, maksud ibu? " Tanyaku tidak mengerti maksud perkataan Bu Fat.
''Nggak usah di terangin juga dik Lan nanti pasti ngerti, tadi kan dik Lan puas memandang selangkangan ibu memangnya ibu nggak tahu, udah gitu gaya dik Lan ini seperti orang yang tak puas saja" Serang Bu Fat.
"Tapi.., tadi itu saya, eu.. eh..,.. bukan.. anu..," Kata ku tergagap tak tahu harus berkata apa untuk membela diri.
"Ya sudah dik Lan, tenang aja mungkin rezeki dik Lan bisa melihat paha ibu." Kata Bu Fat sambil tersenyum aneh.
Aku bingung melihat sikap Bu Fat, hatiku bertanya-tanya apa sih maksud Bu Fat sebenarnya.
"Istri dik Lan perginya lama nggak?" Bu Fat bertanya.
"Sepertinya sih lama bu, soalnya dia pergi kerumah uwaknya, mau ada hajatan katanya, jadi ya.. bantu-bantu disana, malah mungkin nginap disana" Jawabku.
"Oh.. gitu.. toh'' Kata Bu Fat.
Bu Fat lalu membalikan badannya dan berjalan menuju kembali ke sofa lalu di hempaskan badannya.
''..Ssshh, ahh.., panas banget yah, rasanya semua bagian badan ibu berkeringat nih..'' Gumam Bu Fat, kemudian dibukanya kerudung yang dipakainya.
Aku hanya diam sambil memperhatikan saja.
"Apa Bu Fat mau mandi?, atau mau buka baju saja, silahkan saja bu" Kataku. Kuberanikan diri untuk mulai memancingnya ke arah situasi yang kuinginkan.
"Kalau iya gimana dik Lan, tapi tutup dulu dong gordennya nanti keliatan orang nggak enak." Sambut Bu Fat sambil melihat ke arah gorden.
Entah perasaan apa yang kurasakan ketika itu, aku segera bangun, kutarik kain gorden sampai rapat sambil membelakangi Bu Fat. Samar-samar ku dengar bunyi resleting di buka, aku menoleh kebelakang, nampak Bu Fat sedang membuka kain bagian bawah yang di pakainya lalu melepasnya.

"Jangan berdiri saja dik Lan, kalau mau lihat, kesini dong biar dekat.'' Goda Bu Fat.
Mendengar itu, segera ku dekati Bu Fat yang tengah menyandarkan dirinya atas sofa, dengan hanya memakai baju kurung tanpa kain bawah. Mata Bu Fat tampak dipejamkan sambil tangannya mengipas-ngipas badannya, sedangkan aku bermaksud kembali ketempatku semula, namun tiba-tiba Bu Fat menarik tangan aku saat aku melintas di depannya hingga badanku terhuyung mau jatuh di atas tubuhnya, kemudian tanpa ku duga Bu Fat lalu menarik ke atas baju kurung dia, dan terpampanglah bra yang menutupi buah dada Bu Zila yang besar. Mataku terbelalak melihatnya.

Dia kembali menyandarkan dirinya ke sofa, aku masih berdiri bingung di samping Bu Fat, kemudian bu Fat menarik pantatnya ke tepi sopa lantas bangun dan berdiri.
"Dik Lan, ibu mau ke kamar mandi, mau mandi biar segar." Kata Bu Fat .
Aku mempersilahkannya, lalu berjalan di depannya untuk menunjukan kamar mandi. Tak lama, terdengar suara air jebar-jebur sepertinya Bu Fat sedang mandi, tiba-tiba ku dengar suara benda jatuh dari dalam kamar mandi.
"Kelumpanggggg!!!!!! Pang pang pang!!!!''
''Aduhhhhh......!" Suara Bu Fat menjerit.

Dengan tergopoh-gopoh ku dekati kamar mandi, tanganku mencoba mendorong pintu kamar mandi, ternyata tak dikunci, ku beranikan diri saja membuka pintu kamar mandi dan alangkah terkejutnya aku, nampak Bu Fat dengankeadaan tubuhnya yang telanjang bulat terduduk di lantai kamar mandi dengan kedua kaki mengangkang menampakkan memeknya yang di tumbuhi bulu agak lebat denan bibir memeknya sedikit tebuka, sedangkan sepasang buah dadanya yang besar tampak menggantung berguncang-guncang.
"Kenapa bu, apa yang terjadi.. bu?'' Tanyaku khawatir.
"Ibu jatuh, kepeleset dik, lantainya kamar mandinya licin, aduhhhh.. pantat ibu sakit.'' Kata Bu Fat dengan suara menahan sakit.
Tanpa berkata-kata lagi segera ku raih dan ku bopong tubuh Bu Fat lalu memapahnya keluar dari kamar mandi dalam keadaan tubuhnya masih telanjang bulat, sambil tertatih-tatih ku papah Bu Fat ke sofa lalu ku baringkan.
"Oh, yah ibu mau saya ambilkan baju ibu di kamar mandi?" Tanyaku.
"Nggak usahlah dik, lagian bukannya tubuh ibu sudah nggak ada lagi yang belum dilihat sama dik Lan kan?'' Jawab Bu Fat.
Aku diam aja.

"Dik Lan... tolong dong urutin ini." Pinta Bu Fat sambil menunjuk bagian belakang tubuhnya.
Aku mengganguk saja, Bu Fat kemudian membaringkan badannya di atas sofa sedangkan aku duduk di sampingnya sambil memijitkan tanganku ke tubuh Bu Fat. Pantat Bu Fat yang besar montok membuatku sangat bernafsu untuk meremas-remasnya, namun aku coba menahan diri kupikir belum waktunya.
''Bawahan sedikit dik Lan, dekat pinggang, nah itu!"
Aku turutkan saja permintaan Bu Fat. Seperti saat Bu Fat memintaku mengurut bagian pinggangnya. Kulit Bu Fat terasa Lembut meski sudah tidak kencang lagi.
Semakin lama nafsuku semakin tinggi hingga aku menjadi sedikit liar dan nekad. Pijatanku kini sudah semakin ngaco dan hanya ku arahkan ke bagian-bagian tubuh Bu Fat yang menurutku menarik secara seksual. Pantat Bu Fat ku remas-remas sambil sesekali jariku sengaja ku sentuhkan ke memeknya. Kontolku semakin keras dan tegang saja. Hingga akhirnya aku tak kuat lagi menahan nafsu, kuciumi saja pantat Bi Fat dan ku panjangkan lidahku mencoba menjangkau memek Bu Lizah.

"Eh.., dik Lan, koq malah ke situ?" Tanya Bu Fat dengan suara perlahan.
Tak ku indahkan lagi pertanyaan Bu Fat, nafsuku sudah sangat tinggi, dengan liar ku jilati memek Bu Fat, ku kuakkan kaki Bu Fat hingga memek Bu Fat yang berjembut agak tebal itu tampak lebih lebih jelas lagi. Aku terus menurunkan lagi lidahku menikmati bahagian bawah memek Bu Fat yang ternyata sudah basah oleh lendir, saat lidahku menyapu sekitar bibir Bu Fat, Bu Fat terdengar mengeluh.
"..Mmmmmmmm.., sshh.., jilat yang dalam dik Lan.." Desah Bu Fat.
Aku pun menjilati memek Bu Fat dan sesekali mengigit kecil bibir memek serta itil Bu Fat.
Sambil menjilat, jari tangan ku ku masukan dan ku putar-putar di dalam lubang memek Bu Fat.
"..mmm.., aahh.., ayo masukin yang dalam jarinya, dik lan, nah ..sshh, aahhh.., putar-dik, ahhh..,'' Racau Bu Fat semakin ghairah.
http://img7.uploadhouse.com/fileuploads/5700/570020165e628d28405714b043d4695fa820265.jpg
Nafsuku semakin tak terbendung lagi, kuminta Bu Fat untuk terlentang. Bu Fat lalu bangun dan menyandarkan tubuhnya ke sofa lalu kakinya mengangkang, muka ku langsung ku hujamkan ke memek Bu Fat. Bu Fat memegang erat kepala aku sambil meramas ramas rambutku.
"..sssshh.., mmhh.., aahhhh..," Badan Bu Fat sampai terhempas-hempas menikmati jilatan lidahku pada memek dan itilnya, sesekali ku gigit pelan sampai Bu Fat melenguh agak keras..
"Awwwww.., uiiih..., seperti itu.., yaaaa..., aahh.., ayo lagi dik Lan.'' Lenguh Bu Fat lagi.
Sambil ku nikmati memeknya, tangan ku meremas-remas tetek Bu Fat yang menggantung bergantian, dan Bu Fat membongkokkan badannya untuk meraih kontolku, aku terus saja menjilat dan menghisap memek Bu Fat sampai aku rasakan seluruh badan Bu Fat bergeletar.
"Jilat dik Lan, Jilat semuanya,..ssshhh.., mmmmmmm.., yah..,''
Bu Fat mengangkat kepalaku sambil tersenyum dia berkata..,
"Ayo dik Lan, biar ibu udah tua tapi memek ibu masih legit koq..,'' Kata Bu Fat sambil memegang dan menepuk-nepuk memeknya.
Aku senyum, tanganku ku usap-usapkan ke permukaan memek Bu Fat, jembutnya ku tarik pelan-pelan.
"Sekarang gantian, ibu pengen ngelihat punya dik Lan.'' Pinta Bu Fat.
Aku bangun dan berdiri didepan Bu Fat, ku lepas celanaku, dan tersembulah kontolku yang sudah mengacung keras itu. Melihat itu Bu Fat tersenyum.
"Ini kalau ibu jilatin sebentar juga pasti keluar" Kata Bu Fat tersenyum.
Aku tak menanggapinya, Bu Fat lalu mendekatkan wajahnya ke kontolku dan mulutnya meraih kontolku, setelah terlebih dahulu lidahnya menjilati. Kontolku terasa hangat ketika Bu Fat memasukannya ke dalam mulutnya.
Kontolku lalu dihisap-hisapnya dengan gerak maju mundur.
http://img8.uploadhouse.com/fileuploads/5700/57002033f5a79d46e915103552de511f782d6ad.jpg
"mmmmph..... mmmmmppphh" Bunyi mulut Bu Fat ketika menghisap kontolku yang bercampur air liurnya. Bu Fat juga kemudian mengulum pula buah zakar ku.
Sesekali Bu Fat memasukkan seluruh batang kontolku kedalam mulutnya dan pada bagian inilah yang aku sangat tak tahan.
"..mmmhhhh..., oohh.., Bu Fat terus bu" Aku mengeluh enak sambil ku pegang erat kepala Bu Fat, waktu kurasakan air maniku tak dapaat ku tahankan lagi.
''..aahh.., bu saya keluar bu'' Erangku.
Air maniku pun muncrat di dalam mulut Bu Fat yang terus saja menghisapi kontolku sambil memainkan lidahnya mengulas-ulas kepala kontolku.
Bu Fat tetap memegangi kontolku yang mulai mengecil. Aku terus duduk di sebelah Bu Fat.
"Wah nggak nyangka ibu pinter banget ngisep..,'' Kata ku memuji.
"Iya dong dik Lan, soalnya lelaki itu sebenarnya banyak yang lebih suka itunya di hisap dan dijilati, perempuan juga sama banyak yang lebih suka barangnya dijilati saja. Sebab tidak menguras tenaga. Pastinya, kalau lelaki pandai membuat perempuan itu puas secara begini, perempuan akan dapat melayani kembali lelaki itu dengan sempurna." Bu Fat menerangkan.
''Ibu memang sangat suka ngewe, tapi kalau ngewe tapi akhirnya tak puas buat apa? Mending usaha sendiri aja sampai puas." Kata dia lagi sambil meremas-remas kontolku yang perlahan mulai mengeras.

''Hah .. Macam dik Lan ni,, batang dahlah boleh tahan.. besar.. panjangnya cukup.. dan air pulak banyak.. puaslah perempuan tu.. tapi kalau dik lan tak reti.. susahlah nanti. Syok Sendiri.'' kata dia lagi. Aku pun dah mula nak meara main cipap Kak Zi pula.
"Dik lan, memek ibu memang sudah agak longgar sedikit, maklum aja ibu kan sudah tua, makanya dik Lan harus menusukkan kontolnya keras.'' Kata Bu Fat.
''Tenang saja bu soal tusuk menusuk sih rasanya saya sanggup.'' Kataku sambil tersenyum.

Bu Fat lantas menyandar kembali di atas sofa dan mengangkangkan kakinya, memeknya terlihat sudah basah.
''Ayo Dik Lan masukin kontolmu cepat.'' Pinta Bu Fat.
Aku pun tanpa menunggu lagi segera saja memasukkan kontolku kedalam memek Bu Fat, ku hentak dengan sekuat hati.
"Aww.., aduuhh., ayo hentak lagi dik Lan, puaskan ibu...'' Bu Fat mengerang.
''Dik Lan coba goyangin sedikit kontolnya deh, biar memek ibu semua ngerasain.'' Kata Bu Fat.
Ku ikuti permintaannya, sambil mendorong koputar kontolku bahkan seperti hendak menyungkit isi memek Bu Fat keluar.
Gerakan ku menusuk-nusukan ****** kulakukan dengan simultan, aku juga meremas-ramas tetek Bu Fat sambil tetap ku hetakan kontoku kedalamnya.
Ku rasakan Bu Fat mengemut-ngemutkan memeknya hingga kontolku serasa di remas-remas nikmat. Aku dan Bu Fat kemudian berganti posisi, Bu Fat memutar badannya supaya aku menusuknya dari belakang.
"..aahh, ..oohhh, ..aaahh, ...oohhh, ...mmmhhh. .." Bu Fat mengeluh keenakan.
Hingga beberapa saat kemudian,
"Aaaahh.., sshh.....'' Bu Fat mendesah-desah disertai gerakan tubuhnya yang semakin liar sepertinya Bu Fat klimaks.
Aku segera mencabut kontolku dari lobang memek Bu Fat yang ternyata di fahami oleh Bu Fat dengan memutar badannya dan disongsongnya kontolku dengan mulutnya. Dan dihisap-hisapnya kontolku lagi, hingga akhirnya kurasakan cairan kenikmatan menjalari kontolku, kenikmatan itu bertambah dengan hisapan yang di lakukan Bu Fat memberi sensasi seks yang berbeda yang tentunya lebih dahsyat karena spermaku seakan-akan disedot keluar oleh mulut Bu Fat. Tubuhku mengejang sedangkan tanganku sibuk mempermainkan sepasang tetek Bu Fat, merasakan kenikmatan itu sampai tetes terahir.
http://img8.uploadhouse.com/fileuploads/5700/5700200ab7a49e0ea2eb5d214842c90ecccb149.jpg
Setelah aku dan Bu Fat sama-sama terdiam beberapa saat, Bu Fat lalu beringsut kemudian berjalan ke kamar mandi. Ku dengar air mencebok, sepertinya Bu Fat sedang membersihkan memeknya. Bu Fat keluar dari kamar mandi sudah dengan memakai celana dalamnya tanpa BH karena Bhnya dan juga pakaiannya di bawa di tangannya sehingga tetek Bu Fat tampak berayun-ayun mengikuti gerak jalan Bu Fat. Ketika ku perhatikan teteknya Bu Fat tampak tanda merah yang secara nggak sadar ku buat ketika ngewe dengan Bu Fat tadi.
Bu Fat tersenyum kecil saja ketika melihat ku, dipakainya kembali pakaiannya. Dia kemudian mengenakan kerudungnya dan kembali ke sofa.
Aku yang masih bertelanjang bulat santai saja tiduran di sofa. Bu Fat lalu duduk di sampingku, dipegangnya kontolku yang sudah layu itu dan di remas-remasnya hingga keras dan tegang lagi.
"Wah, dik Lan mau lagi ya?, ininya keras lagi nih.'' Goda Bu Fat sambil tersenyum.
Aku Tak menjawabnya hanya tersenyum sambil mengedipkan mata. Bu Fat mengangsurkan mukanya mendekati kontolku dan mulutnya menggapai kontolku untuk kemudian dihisapnya lagi.
''Dik Lan kita main sekali lagi yah..,'' Ajak Bu Fat kepadaku.
Langsung ku anggungkan kepalaku, karena memang itu yang aku maui apa lagi setelah kontolku di sepongnya tadi nafsuku bangkit lagi.
Aku dan Bu Fat akhirnya ngewe lagi kali ni Bu Fat masih memakai kerudungnya membuatku semakin bernafsu mengewenya.

Akhirnya setelah merapikan lagi pakaian dan kerudung yang di pakainya, Bu Fat pamit, dia bilang mau pergi mengajar lagi satu di rumah. Aku mengenakan celanaku dan kubukakan pintu untuk Bu Fat, dia tersenyum melirikku sambil memakai sepatunya.
''Istirahat dulu ya dik, biar lebih segar makan telur setengah matang 2 butir dan minum air dicampur madu." Pesan Bu Fat sambil berbisik.
"Kalau dik Lan kepengen lagi, kasih tahu ibu yah, atau talepon dulu" Lanjut Bu Fat.
''Baik bu..,'' Jawabku sambil meremas pantat Bu Fat yang gempal..

Hubungan ku dengan Bu Fat terus berlangsung hingga kini, kapan pun aku mau ngewe dengan Bu Fat aku tinggal meneleponnya, dan Bu Fat tak pernah menolaknya, karena biar pun Bu Fat sudah tua ternyata nafsu seksnya masih tetap tinggi.